Polri Siap Kawal Program Pembangunan 3 Juta Rumah Presiden Prabowo
Program ini untuk masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan atau kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan akan mengawal program pembangunan 3 juta rumah yang dicetuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Hal itu dia sampaikan Sigit melalui keterangannya resminya setelah menerima kunjungan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Menpera) Maruarar Sirait di Mabes Polri pada Jumat (10/1) kemarin.
- Peta Jalan Program 3 Juta Rumah Prabowo, Masih Tunggu Arahan DPR
- Program 3 Juta Rumah, Harga Rp270 Juta dan Masyarakat Bisa Cicil Sampai 30 Tahun
- Terungkap, Begini Strategi Pemerintah Prabowo Wujudkan Program Tiga Juta Rumah Setahun
- Harapan Pengusaha Konstruksi ke Pemerintahan Prabowo, Terutama Program Tiga Juta Rumah
"Polri berkomitmen untuk memberikan dukungan dan pendampingan agar program pembangunan 3 juta rumah dapat berjalan dengan lancar guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ucap Sigit dalam keteranga resminya, Sabtu (11/1).
Program tersebut menyasar masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp8 juta per bulan atau kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pada tahun 2025, pemerintah menargetkan pembangunan sebanyak 500.000 unit rumah sebagai bagian dari upaya menciptakan akses hunian yang layak bagi masyarakat.
Lahan yang akan digunakan untuk program ini berasal dari berbagai sumber, termasuk aset negara hasil penyitaan tindak pidana korupsi, aset BLBI, lahan rampasan eks HGU dan HGB, serta donasi tanah dari korporasi melalui program CSR.
Sementara itu, Menteri Maruarar atau akrab disapa Ara menyampaikan apresiasi atas sinergi yang terjalin antara pihaknya dengan Polri. Ia menilai dukungan ini akan memperkuat pelaksanaan program pemerintah dalam memenuhi kebutuhan perumahan bagi rakyat.
"Ini bukan hanya soal membangun rumah, tetapi juga membangun harapan dan memperkuat keadilan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan," kata Menteri Maruarar Sirait.
Sebelumnya Ara juga sempat menyampaikan Presiden Prabowo meminta agar lahan-lahan yang disita oleh negara dipergunakan untuk membangun perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Misalnya, lahan-lahan hasil korupsi, aset BLBI, hingga Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak diperpanjang.
"Mengenai lahan, kami mendapatkan arahan yang sangat jelas bahwa memang lahan-lahan yang ada misalnya dari kejaksaan agung, dari tanah-tanah hasil korupsi yang disita, kemudian juga dari BLBI, kemudian juga dari yang HGU-nya sudah tidak diperpanjang, dan berbagai jenis lainnya, itu akan masuk kepada Dirjen Kekayaan Negara, kemudian ke Bank Tanah," kata Maruarar kepada wartawan usai bertemu Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (7/1).
"Kemudian akan diproses lebih lanjut bagaimana kita akan membuat skema yang legal, yang ada kepastian hukumnya, dan juga yang berkeadilan," sambung Maruarar.
Hingga Oktober 2024, kata dia, pemerintah telah membangun 40 ribu rumah murah untuk rakyat. Pembangunan rumah ini akan terus dilanjutkan hingga mencapai target Presiden Prabowo Subianto sebanyak 3 juta unit.
"Jadi kami melaporkan sampai saat ini ada sekitar 40 ribu rumah yang sudah kita bangun per 20 Oktober ya. Dan itu juga akan terus bertambah," jelasnya.
Maruarar menyampaikan, rumah tersebut ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yakni, sekitar Rp8 juta ke bawah. Dia menuturkan pembiayaan rumah untuk masyarakat yang tak memiliki gaji bulanan semisal pedagang.
"Seperti bapak penjual baso, bapak penjual sayur, dan sebagainya itu tidak punya gaji, tapi punya kegiatan usaha, kita membuat scheme, cara, sehingga rakyat juga bisa memiliki rumah dengan yang memiliki penghasilan tadi. Ya, dengan cara-cara mensupervisi, mendampingi, melihat kepada tempat jualannya, dan sebagainya," tutur Maruarar.
Menurutnya, Prabowo memiliki perhatian khusus terhadap program ini dan ingin keadilan untuk semua masyarakat Indonesia.
"Itu menjadi perhatian Bapak Presiden, artinya keadilan itu harus dijalankan, bukan hanya kepada yang punya gaji, tetapi juga yang tidak punya gaji, tidak bersifat pegawai, tetapi yang bergerak di sektor informal. Itu menjadi perhatian beliau," pungkas Maruarar.