Polri Turun Tangan Usut Dugaan Kebocoran Data NPWP 6 Juta Warga Termasuk Jokowi & Gibran
Polri tidak mungkin bisa bekerja sendiri dalam mengungkap dan mengatasi permasalahan di ruang siber
Bareskrim Polri turut mengusut dugaan kebocoran data 6 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), termasuk milik Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan keluarganya, hingga sejumlah pejabat negara.
"Jadi kita tetap bekerja sama dengan kementerian dan lembaga yang berkepentingan dalam hal tersebut, dengan BSSN kita berkoordinasi karena ini adalah kolaborasi," tutur Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol Himawan Bayu Aji kepada wartawan, Rabu (25/9).
- Jokowi Bakal Beri Penghargaan Tujuh Satker Polri Tanda Kehormatan Nugraha Sakanti
- Kominfo Buka Suara Tanggapi Heboh Data NPWP Jokowi, Kaesang & Gibran Bocor
- Data NPWP Jokowi, Gibran dan Kaesang Diduga Bocor, Sri Mulyani Perintahkan Ditjen Pajak Lakukan Penyelidikan
- Polri Ingatkan Pemudik Lapor RT Jika Tinggalkan Rumah Kosong dan Kendaraan
Menurutnya, Polri tidak mungkin bisa bekerja sendiri dalam mengungkap dan mengatasi permasalahan di ruang siber. Sebab itu, harus ada kerja sama, baik dengan kementerian dan lembaga yang berpotensi maupun pihak pemilik data.
"Jadi itu menjadi suatu hal yang penting dan menjadi suatu ekosistem untuk pengungkapan kasus. Jadi kerja sama itu menjadi suatu hal yang penting," jelas dia.
Yang pasti, lanjut Himawan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan kebocoran data NPWP, yang dijual di Breach Forum.
"Kita juga menunggu dengan komunikasi dengan BSSN untuk melakukan forensik, seperti apa sih tipikal dan topologinya, itu menjadi suatu hal penting untuk nanti arah penyelidikan," tandasnya.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi soal dugaan kebocoran data 6 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), termasuk miliknya, keluarganya, dan para pejabat negara. Jokowi menyebut insiden kebocoran data penduduk tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga negara-negara lain.
"Peristiwa seperti ini kan juga terjadi di negara-negara lain," kata Jokowi kepada wartawan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (19/9).
Menurut dia, ada beberapa penyebab yang membuat data penduduk Indonesia diretas oleh para hacker. Misalnya, keteledoran password dan penyimpanan data yang terlalu banyak di tempat berbeda-beda.
"Semua data itu mungkin karena keteledoran password bisa terjadi, atau karena penyimpanan data yang juga terlalu banyak di tempat yang berbeda-beda bisa menjadi ruang untuk diretas oleh hacker untuk masuk," jelasnya.
Jokowi pun telah memerintahkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kementerian Keuangan, hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk segera melakukan mitigasi terkait kebocoran data 6 juta NPWP.
"Saya sudah memerintahkan Kemkominfo, maupun Kementerian Keuangan untuk memitigasi secepatnya, termasuk BSSN untuk memitigasi secepatnya," tutur Jokowi.
Sebelumnya, Indonesia kerap kali menghadapi berbagai insiden kebocoran data yang signifikan, utamanya di sektor administrasi Pemerintah. Kali ini diduga terjadi kebocoran data 6 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kemudian dijual di Breach Forum.
Dugaan tersebut disampaikan pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto melalui unggahannya di media sosial X, dikutip Kamis (19/9).
Teguh menyebut, dalam kebocoran data NPWP tersebut terdapat data milik petinggi negara. Di antaranya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan dua anaknya yaitu Wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka dan anak terakhirnya Kaesang Pangarep.
Selain itu, data Menteri Keuangan Sri Muyani Indrawati dan Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi dan menteri lainnya juga termasuk dalam kebocoran data tersebut.
"Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar 150 juta rupiah. Data yang bocor di antaranya NIK, NPWP, alamat, no hp, email dll," tulis Teguh dalam akun X.
"NPWP milik Jokowi, Gibran, Kaesang, Menkominfo, Sri Mulyani & menteri lainnya seperti Erick Thohir, Zulkifli Hasan, juga dibocorkan di sampel yang diberikan oleh pelaku," tambahnya.
Lebih lanjut, Teguh mengungkapkan, bahwa dari data yang bocor tersebut terdapat 10 ribu sampel yang berisi beberapa informasi pribadi seperti NIK, NPWP, nama, alamat, kelurahan, kecamatan, kabupaten kota, provinsi, hingga jenis wajib pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang melakukan pendalaman terkait adanya dugaan kebocoran 6 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Terkait dengan informasi kebocoran data yang beredar, saat ini tim teknis DJP sedang melakukan pendalaman," Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti kepada Liputan6.com, Kamis (19/9).