Potret Toleransi, Warga Lintas Agama di Lumajang Guyub Bikin Patung Ogoh-Ogoh Jelang Nyepi
Warga Desa Burno, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur mulai membuat patung raksasa untuk tradisi pawai ogoh-ogoh persiapan perayaan Hari Raya Nyep
Warga Desa Burno, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur mulai membuat patung raksasa untuk tradisi pawai ogoh-ogoh persiapan perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi umat Hindu ini juga melibatkan elemen umat Islam setempat.
- Potret Kemeriahan Sebar Apem di Klaten Dihadiri Menteri Jokowi, Hormati Keragaman Tradisi dan Budaya
- Mengenal Tradisi Kenduri Lintas Iman di Bantul, Wujud Toleransi Umat Beragama
- Meriah tapi Sakral, Begini Potret Warga Banyuwangi Gelar Kenduri Massal di Sepanjang Jalan Kampung
- Potret Seru Tradisi Santri Ponpes Situbondo Pulang Kampung Jelang Ramadan, Dapat Sambutan Hangat Keluarga dan Tetangga
Potret Toleransi, Warga Lintas Agama di Lumajang Guyub Bikin Patung Ogoh-Ogoh Jelang Nyepi
Sudah hampir sebulan, warga Desa Burno menggarap patung Ogoh-ogoh untuk persiapan perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946. Mereka rela merogoh kocek pribadi hingga jutaan rupiah. Selain itu, rumitnya proses pembuatan patung, warga juga suka rela meluangkan waktu untuk membuat Ogoh-ogoh ini.
Tak hanya umat Hindu, proses pembuatan ogoh-ogoh ini juga melibatkan warga beragama Islam. Kegiatan ini rutin dilakukan warga Desa Burno secara swadaya sebagai bentuk toleransi dan kerukunan antar umat beragama masyarakat setempat.
Dwianto, warga yang ikut dalam proses pembuatan ogoh-ogoh, mengatakan bahwa bahan utama ogoh-ogoh menggunakan kayu dan bambu yang dianyam sedemikian rupa.
Kemudian, dibutuhkan juga bahan lain seperti styrofoam, kertas koran, kertas semen tanah liat, lem dan kawat untuk membentuk karakter ogoh-ogoh yang diharapkan.
"Proses pembuatan sekitar 1 bulanan, pakai kayu dan dari kertas semen bekas sama koran, semuanya bikin sendiri. Proses pembuatan ini melibatkan umat Hindu dan ada juga dari non muslim,” kata Dwianto pada Kamis (7/3).
Sementara, tokoh adat Hindu setempat, Mangku Kasmadi mengaku kerukunan dan keguyuban antarumat lintas agama ini sudah terjalin selama puluhan tahun.
Selain melibatkan warga non-Hindu dalam pembuatan Ogoh-ogoh, prosesi iring-iringan nantinya juga melibatkan warga umat Islam sebagai bentuk solidaritas dan kerukunan.
"Jadi semuanya termasuk warga non-Hindu seperti pak ustaz, satgas dan kades ikut mengiring ke Pura Semeru. Termasuk bikin patung ogoh-ogohnya orang muslim juga ikut terlibat. Ini bagian dari toleransi kami begitupun sebaliknya kalau ada acara keagamaan lain kami juga turut serta," jelasnya.
Sementara itu, makna dari patung ogoh-ogoh yakni simbol dari wujud Bhuta Kala atau roh jahat yang memiliki kekuatan buruk yang dapat memengaruhi manusia. Patung raksasa ini nantinya akan diarak keliling kampung kemudian dibakar sebagai wujud perlawanan terhadap roh jahat tersebut.
"Makna Ogoh-ogoh ini menggambarkan wujud si Bhuta Kala. Supaya tidak mengganggu warga desa dikasihlah upacara untuk memberi makan si Bhuta Kala dan nanti ujungnya akan dibakar," kata Mangku Kasmadi.