Profil Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Terpilih Jadi Ketua KPK Baru
Setyo memperoleh suara tertinggi dalam voting sebagai ketua KPK mengalahkan kandidat lainnya yakni Fitroh Rohcayanto dan Johanis Tanak.
Komisi III DPR sepakat memilih Setyo Budiyanto menjadi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Kesepakatan itu diputuskan Komisi III DPR dalam rapat pleno dan voting pemilihan dan penetapan calon pimpinan (capim) dan calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024-2029.
Setyo memperoleh suara tertinggi dalam voting sebagai ketua KPK mengalahkan kandidat lainnya yakni Fitroh Rohcayanto dan Johanis Tanak. Sebelum terpilih sebagai ketua KPK, Setyo, Fitroh dan Johanis memperoleh suara tertinggi dari 10 kandidat pimpinan lembaga antirasuah.
- Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK, Ini Deretan Kendaraan yang Ada di Garasinya
- Johanis Tanak, Pimpinan KPK Terpilih yang Usul OTT Dihapus Peraih Suara Terbanyak
- Jejak Karier Setyo Budiyanto, Ketua KPK Baru yang Dukung OTT dalam Memerangi Korupsi dan Lulusan Akpol
- Ini Mekanisme Pemilihan Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Meski Kalah Voting dari Fitroh Rohcahyanto
Setyo meraih 46 suara, Fitroh 48 suara, Ibnu Basuki Widodo 33 suara, Johanis Tanak 48 suara, Agus Joko Pramono 39 suara. Mekanisme pemilihan ketua KPK dilanjutkan berdasarkan tiga suara terbanyak hasil voting. Dari hasil voting posisi ketua KPK ini Setyo mempeorleh suara terbanyak dengan 45, diikuti Johanis dua suara dan Fitroh satu suara.
Adapun rapat dihadiri 44 anggota dari delapan fraksi dan tiap anggota berhak memberikan suara. Proses fit and proper test calon pimpinan KPK ini sebelumnya dilakukan Komisi III DPR selama tiga hari sejak Senin (18/11) hingga Kamis (21/11).
Setyo Budiyanto Jadi Jenderal Polisi Ketiga Pimpin KPK
Terpilihnya Setyo menjadi ketua KPK periode menambah daftar lembaga antirasuah dipimpin sosok berlatar belakang polisi berpangkat jenderal. Sebelum Setyo, dua pimpinan KPK berlatar belakang Korps Bhayangkara itu adalah Taufiequrachman Ruki. Taufiequrachman merupakan jenderal polisi berpangkat bintang dua atau Inspektur Jenderal yang pernah memimpin KPK. Dia menjadi ketua KPK pertama dan memimpin lembaga antirasuah tersebut selama empat tahun yakni periode 2003 hingga 2007.
Ketua KPK berlatar belakang jenderal polisi selanjutnya adalah Firli Bahuri. Firli yang merupakan jenderal polisi berpangkat itang tiga atau Komisaris Jenderal (Komjen) adalah ketua KPK periode 2019 hingga 2023. Dia dilantik pada 21 November 2019 menggantikan Agus Rahardjo. Sebelum menjabat sebagai ketua KPK, Firli telah malang melintang di kepolisian. Jabatan terakhirnya di kepolisian adalah Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri.
Rekam Jejak Setyo Budiyanto
Sementara itu, Setyo yang terpilih menjadi ketua KPK baru meniti karier sejak lulus dari Akademi Kepolisian Tahun 1989. Setyo berpengalaman dalam bidang reserse. Jabatan terakhir jenderal bintang tiga ini adalah Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara.
Kemudian pada 22 Maret 2024, setyo mengemban amanat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian RI sehingga pangkat di pundaknya bertambah satu bintang menjadi Komjen. Setyo kemudian mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.
Sejumlah jabatan pernah diemban pria kelahiran 29 Juni 1967 ini. Setyo pernah menjadi Kasat Tipikor Ditreskrim Polda Lampung dan Kasat Tipikor Polda Papua. Kemudian Kapolda Nusa Tenggara Timur (2021) dan Kapolda Sulawesi Utara (2022).
Setyo juga bukan orang baru bagi KPK. Dia pernah diembaninya seperti menjadi Direktur Penyidikan KPK pada 2020.
Penghargaan
Setyo pernah meraih sejumlah penghargaan di antaranya Bintang Bhayangkara Pratama, Bintang Bhayangkara Nararya, Satyalancana Pengabdian 32 Tahun, Satyalancana Pengabdian 24 Tahun, Satyalancana Pengabdian 16 Tahun, Satyalancana Pengabdian 8 Tahun, Satyalancana Bhakti Pendidikan, Satyalancana Bhakti Nusa dan Satyalancana Dharma Nusa.
Dukung OTT
Setyo mendukung praktik Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilakukan KPK. Hal itu dikatakan Setyo dalam agenda fit and proper test capim KPK di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Saat itu, Setyo menanggapi pertanyaan Komisi III DPR RI terkait urgensi OTT ke depan dan rencana penggunaan strategi lain penuntasan kasus korupsi seperti yang dilakukan Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dia mengatakan, sejauh ini OTT masih diperlukan. Hanya saja, KPK memang perlu menggunakan langkah itu secara selektif, seperti misalnya untuk mengungkap kasus-kasus besar.
“Memang OTT ini tidak perlu harus banyak, harus betul-betul selektif, prioritas, tapi masih diperlukan untuk saat ini. Betul-betul selektif, prioritas dalam rangka mengantisipasi hal-hal, misalnya praperadilan dan lain-lain,” tutur Setyo.
Dia menyatakan, OTT dapat dilakukan manakala diperlukan langkah lanjutan dalam pengembangan kasus, agar nantinya berhasil menguak perkara yang lebih besar lagi.
“Jadi harus betul-betul selektif dilaksanakan secara rigid, secara bersih tanpa melakukan hal yang tidak perlu. Meminimalisir kesalahan, tidak melakukan hal yang menimbulkan risiko, tapi bisa membuka perkara yang lebih besar lagi,” jelas dia.
“Ini diharapkan bisa membuka perkara yang bisa dikatakan nanti ya big fish begitu,” sambung Setyo.