Proses hukum kasus dugaan penistaan agama Ahok dinilai tak biasa
Proses hukum kasus dugaan penistaan agama Ahok dinilai tak biasa. Djuanda mengakui bahwa kasus ini menjadi sorotan, karena Ahok mencalonkan diri di Pilgub DKI 2017. Karena itu, dia berharap, tidak ada politisasi dalam proses penegakan hukum kasus penistaan agama tersebut.
Sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Basuki T Purnama akan digelar 13 Desember di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Tak tanggung, sidang yang akan mengadili calon gubernur DKI Jakarta incumbent itu berjumlah lima orang.
Guru Besar Hukum Universitas Bengkulu Profesor Djuanda meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang saat ini sudah sampai tahap persidangan. Perihal pasal 156a yang menjerat Ahok, Djuanda mengatakan, tinggal melihat kemampuan jaksa apakah mampu membuktikan kesalahan mantan Bupati Belitung Timur itu atau tidak.
Dia mengatakan, kemungkinan Ahok bebas sangat terbuka lebar. Dia sendiri tak mau memprediksi apakah Ahok bersalah atau bebas nantinya.
"Kita kasih kepada proses persidangan yang ada. Kalau memang nanti bukti-bukti jaksa itu sangat sumir, tentu di sini peran hakim untuk memutuskannya. Ahok bisa saja bebas" kata Djuanda saat dihubungi merdeka.com, Rabu (7/12).
Djuanda mengakui bahwa kasus ini menjadi sorotan, karena Ahok mencalonkan diri di Pilgub DKI 2017. Karena itu, dia berharap, tidak ada politisasi dalam proses penegakan hukum kasus penistaan agama tersebut.
"Kasus ini juga diuji nanti, alat bukti hingga objektifivitas hakim itu diuji. Oleh karena itu, mari kita pantau dari aspek hukumnya, jangan dipolitisasi, kalau sudah dipolitisasi akan bias dan subyektif," jelas dia.
Djuanda berharap, tak ada lagi desakan-desakan dari pihak manapun dalam proses penegakan hukum kasus Ahok. Menurut dia, jika memang Ahok tak terbukti bersalah, sudah semestinya hakim beri putusan bebas.
"Kalau tidak cukup alat bukti ya harus dibebaskan," kata Djuanda.
Dia juga mengakui proses penyidikan hingga pelimpahan berkas ke pengadilan tidak biasanya, sangat cepat dibanding kasus hukum lainnya. Karena itu, kasus ini menjadi sorotan.
Untuk hakim, Djuanda berharap, hakim bebas dari segala intervensi manapun. Menurut dia, hakim harus merdeka dan hanya berpijak pada hukum.
"Di sini perlunya hakim objektif, independen dan merdeka dalam hukum dan keadilan. Untuk itu, kita dorong sekarang hakim bertindak profesional. Ini perkara sangat penting untuk diamati, secara hukum akan banyak efeknya. Ini juga semua dipertaruhkan termasuk integritas jaksa, kuasa hukum dan hakim," pungkasnya.
Persidangan kasus penistaan agama Ahok akan dipimpin oleh lima hakim PN Jakarta Utara. Mereka adalah Ketua Majelis Hakim H Dwiarso Budi Santiarto S, dengan hakim anggota Jupriadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoan, dan I Wayan Wirjana.