Refly Harun: Banyak yang menolak Perppu MK karena faktor SBY
Menurut Refly, dalam melihat Perppu adalah, apakah isi Perppu membuat kewenangan presiden bertambah atau tidak.
Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) pada 17 Oktober lalu, komentar penolakan Perppu itu datang dari berbagai kalangan. Mulai dari politisi DPR, pengacara, hingga akademisi.
Menurut pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, penolakan terhadap (Perppu) lebih banyak terkait dengan hal yang bersifat relatifnya, bukan menyangkut isinya yang bersifat absolut.
"Perppu itu banyak ditolak. Itu aneh, yang ditolak malah hal yang bersifat relatif, mulai dari soal kegentingan hingga konsideran, dan sebagainya. Malah yang bersifat absolut, isinya tidak ada yang meributkan," kata Refly dalam diskusi bersama Kementerian Hukum dan HAM, Kamis (24/10).
Malahan Refly menilai, banyaknya penolakan itu karena melihat faktor Presiden SBY yang dari Demokrat. Menurut dia, aneh bila melihat alasan-alasan penolakan Perppu itu.
"Ditolak karena faktor SBY, ini kan aneh. Kalau berbuat baik kita tidak senang, kalau buruk kita malah senang," ujarnya.
Padahal menurut dia, hal paling penting dalam melihat Perppu adalah, apakah isi Perppu membuat kewenangan presiden bertambah atau tidak. Dengan melihat isinya. Menurut Refly, aneh jika DPR menolaknya.
"Perppu itu tidak menambah kewenangan presiden, tapi malah mengurangi kewenangannya. Perppu ini berlaku ke depan, jadi nanti tidak ada lagi pemilihan dan penetapan hakim konstitusi saat pengangkatan Patrialis Akbar, tapi dipilih melalui seleksi yang ketat oleh Panel Ahli," ujarnya.