Restorative Justice, Inovasi & Reformasi Jaksa Agung ST Burhanuddin di Tubuh Kejagung
Sejak dikeluarkannya peraturan Kejaksaan mengenai keadilan restoratif, lebih dari 2.000 perkara telah dihentikan oleh Kejaksaan Republik Indonesia di seluruh tanah air. Peraturan ini diterbitkan untuk merestorasi kondisi ke semula sebelum terjadi 'kerusakan' yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang (tersangka).
Jaksa Agung ST Burhanuddin membuat inovasi untuk memberikan kepastian hukum bagi kalangan masyarakat biasa. Inovasi tersebut disebut sebagai keadilan restoratif atau restorative justice. Kebijakan keadilan restoratif ini tertuang dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 yang diundangkan pada 22 Juli 2021, diharapkan mampu menyelesaikan perkara tindak pidana ringan (tipiring) tanpa ke meja hijau.
Definisi keadilan restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pada pembalasan.
-
Apa yang dikembalikan Achsanul Qosasi ke Kejagung? “Telah berhasil mengupayakan penyerahan kembali sejumlah uang sebesar USD 619.000 dari tersangka AQ, sehingga total penyerahan uang tersebut senilai USD 2.640.000 atau setara dengan Rp40 miliar,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).
-
Apa keunikan dari Masjid Agung Baitul Mukminin? Masjid kebanggan Kota Santri ini memiliki keunikan tersendiri. Pertama, kental akan budaya Jawa yang tercermin dari joglo, ukiran, serta ornamen batik Jawanya. Kedua, kental akan nuansa keislaman lewat menara masjid yang menjulang tinggi.
-
Apa keunikan dari Masjid Agung Jatisobo? Setelah dirombak total, Masjid Agung Jatisobo wujudnya mirip dengan Masjid Agung Keraton Surakarta era kepemimpinan Pakubuwono IV. Perbedaan hanya dapat diliha pada bagian tiangnya saja. Tiang masjid agung Surakarta berbentuk bulat, sedangkan masjid agung Jatisibo persegi.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Di mana letak Pura Agung Kertajaya? Mengutip laman Pemkot Tangerang, Pura Agung Kertajaya sudah berdiri sejak 1989 di Jalan KS Tubun nomor 108, Koang Jaya.
Sejak dikeluarkannya peraturan Kejaksaan mengenai keadilan restoratif, lebih dari 2.000 perkara telah dihentikan oleh Kejaksaan Republik Indonesia di seluruh tanah air. Peraturan Kejaksaan ini diterbitkan untuk merestorasi kondisi ke semula sebelum terjadi 'kerusakan' yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang (tersangka).
Adapun syarat-syarat bagi orang yang 'berhak' menerima restorative justice, yakni tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan, kerugian di bawah Rp 2,5 juta, dan adanya kesepakatan antara pelaku dan korban.
Peraturan Kejaksaan ini juga mencoba untuk meminimalisir over capacity yang menjadi momok bagi lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Selain itu, muatan peraturan Kejaksaan ini terkandung tujuan untuk meminimalisir penyimpangan kekuasaan penuntutan serta memulihkan kondisi sosial secara langsung di masyarakat.
Ini juga menjadi salah satu kebijakan dalam menjawab keresahan publik tentang hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas yang selama ini seolah menjadi kelaziman. Kebijakan ini juga sering digaungkan ST Burhanuddin di level internasional. Dalam acara bertema Integrated Approaches to Challenges Facing the Criminal Justice System, ST Burhanuddin menyampaikan metode restorative justice dalam peradilan pidana Indonesia merupakan pendekatan terintegrasi dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga penjatuhan putusan pengadilan.
Dia menyebut restorative justice dapat mempersingkat proses peradilan yang berkepanjangan serta menyelesaikan isu kelebihan kapasitas narapidana di lembaga pemasyarakatan. Melihat capaian tersebut, pilar reformasi di tubuh Kejaksaan Republik Indonesia kembali berdiri. Namun demikian, dibutuhkan peran serta masyarakat untuk mengawal kembalinya marwah Kejaksaan.
"Saya tidak menghendaki kalian melakukan penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan itu tidak ada dalam KUHP maupun KUHAP melainkan ada dalam hati nurani kalian. Camkan itu!," ujar Jaksa Agung kepada jajarannya beberapa waktu lalu.
Jaksa Agung mengingatkan jajarannya agar menggunakan hati nurani manakala terpaksa harus menindak masyarakat yang tidak mematuhi ketentuan PPKM. "Kenakan sanksi yang tegas namun terukur dan pastikan sanksi mampu memberikan efek jera. Terapkanlah tuntutan yang proporsional berdasarkan hati nurani," ujarnya.
Dia mengatakan peran Kejaksaan sebagai aparat penegakan hukum semata-mata tidak lagi berorientasi pada kepastian dan keadilan, melainkan harus mampu memberikan kemanfaatan hukum bagi masyarakat.
Dalam menjalankan kewenangan penegakan hukum, kata Burhanuddin, Kejaksaan tidak boleh terjebak dalam terali kepastian hukum dan keadilan prosedural semata sehingga mengabaikan keadilan substansial yang sejatinya menjadi tujuan utama dari hukum itu sendiri.
"Perlu diingat equm et bonum est lex legum (apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum)," kata Jaksa Agung. Dia menekankan bahwa rasa keadilan itu tidak ada dalam KUHP maupun KUHAP, melainkan ada dalam hati nurani.
Pesan-pesan tersebut disampaikan Jaksa Agung dalam berbagai kesempatan dan diimplementasikan oleh jajaran Kejaksaan di seluruh daerah, antara lain kegiatan sosial, pembagian sembako, vaksinasi, hingga mengangkut tabung oksigen ke rumah sakit.
Langkah Jaksa Agung menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penyelesaian perkara tindak pidana juga mencerminkan sisi humanis Kejaksaan. Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, cepat sederhana dan biaya ringan.
Inovasi dalam berbagai terobosan penegakan hukum adalah suatu keniscayaan untuk menuju Kejaksaan yang modern dan dipercaya masyarakat. Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam setiap kesempatan menyampaikan “Jangan anda bekerja seperti robot dan tidak punya kreativitas”.
Di era transformasi digital, Jaksa harus menguasai teknologi informasi serta beradaptasi dengan kebutuhan hukum masyarakat karena kejahatan yang berkembang saat ini lebih banyak pada kejahatan dengan memanfaatkan teknologi informasi 'cybercrime' yang masuk pada kejahatan sektor keuangan, pasar modal, kejahatan ekonomi, dan lainnya. Untuk itu, tingkatkan pengetahuan para Jaksa secara berkelanjutan dan berkesinambungan sehingga institusi ini bisa cepat dan adaptif.
Keberhasilan suatu penegakan hukum bukan ditentukan soal kuantitas dan kualitas perkara yang ditangani, akan tetapi bagaimana penegakan hukum itu dari tahun ke tahun bisa mengurangi tingkat kejahatan.
Berbagai solusi yang dilakukan oleh Kejaksaan adalah sebuah terobosan hukum yang progresif sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, etika, adat, serta dapat bermanfaat bagi masyarakat luas, sehingga kolaborasi hukum yang baik itu adalah adanya ide/gagasan yang dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat kekinian.
Baca selengkapnya tentang Restorative Justice, Inovasi & Reformasi Jaksa Agung di Kejaksaan Story. KLIK DI SINI.
Baca juga:
Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai Divonis Bebas, Komnas HAM Desak Jaksa Agung Banding
Jaksa Agung: Ada Jaksa Main Perkara atau Terima Suap, Saya Pidanakan
Jaksa Agung: 2.103 Kasus Diselesaikan Jaksa Melalui Restorative Justice
Jaksa Agung Ungkap Kasus jadi Sorotan Tahun 2022: Ferdy Sambo hingga Indra Kenz
Jaksa Agung Pastikan Restorative Justice Tak jadi Ladang Cuan Jaksa Nakal
Soroti Kasus Impor Baja, Komisi III DPR Ingatkan Jaksa Agung Jangan Tebang Pilih