Jadi yang Tertua di Sukoharjo, Ini Sejarah Masjid Agung Jatisobo
Masjid itu punya kemiripan dengan masjid agung Keraton Surakarta.
Masjid itu dibangun untuk memfasilitasi salah seorang ulama yang ditugaskan menyebarkan Islam di kawasan Bekonang, Sukoharjo.
Jadi yang Tertua di Sukoharjo, Ini Sejarah Masjid Agung Jatisobo
Masjid Agung Jatisubo merupakan salah satu masjid tertua di Sukoharjo, Jawa Tengah. Mengutip Alif.id, tempat ibadah ini dibangun atas perintah Sunan Pakubuwana IV yang saat itu memerintah Keraton Surakarta.
Pada waktu itu, masjid itu dibangun untuk memfasilitasi salah seorang ulama yang ditugaskan menyebarkan Islam di kawasan Bekonang, Sukoharjo. Sang ulama itu bernama Kyai Ketib Biman.
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Dimana masjid tertua di Bekasi berada? Bukti lain dari Lemah Abang sebagai gerbang agama Islam bisa dilihat dari keberadaan Masjid Syiarul Islam yang berdiri di Jalan Raya Lemahabang.
-
Apa yang unik dari masjid tertua ini? 'Yang unik di masjid ini adalah berkembangnya keramik abad ke-7 di situs tersebut, menjadikannya salah satu masjid paling awal di dunia.'
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Kapan Masjid Agung Banten didirikan? Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa masjid besar ini mulai dibangun atas perintah Sultan Maulana Hasanuddin, Putra dari Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552 – 1570 M.
-
Siapa pendiri Masjid Agung Sumenep? Pantangan Mengutip situs repositori.kemdikbud.go.id, Panembahan Sumala atau PanembahanNatakusuma, sang pendiri masjid mewakafkanmasjid ini kepada umat Islam secaraluas untuk digunakan beribadah, bukanhanya untuk warga kerajaan saja.
Kyai Ketib Biman merupakan salah satu ulama kesayangan Pakubuwana IV. Ia dipandang Istimewa oleh sang raja karena kemampuannya menghafal Al-Qur’an. Tak hanya itu, banyak ilmu-ilmu agama Islam yang dikuasai dengan baik oleh Kyai Ketib Biman.
Sebelumnya, Kyai Ketib Biman tinggal di lingkungan keraton. Namun setelah bertahun-tahun hidup dalam zona nyaman, ia ingin keluar dari lingkungan keraton untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat.
Setelah melalui diskusi panjang Pakubuwana IV mengizinkan Kyai Ketib Biman keluar dari wilayah keraton sesuai dengan yang diinginkannya.
Daerah yang dipilih Kyai Ketib Biman dalam menyebarkan ajaran Islam adalah Jatisari. Letak daerah ini berada di sebelah timur Sungai Bengawan Solo. Sesampainya di tempat ini Kyai Ketib Biman membuka pesantren dan memiliki murid yang sangat banyak.
Karena jumlah santrinya terus bertambah, Kyai Ketib Biman lalu mengajak para santrinya pindah ke sebuah tempat bernama Kayuapak.
Saat pergi ke Kayuapak, Kyai Ketib Biman diikuti oleh beberapa santri yang masih setia dengannya.
Namun mereka tidak terlalu lama di daerah itu. Banyak santri Kyai Ketib yang tewas saat akan mandi atau bersuci di sungai dekat situ pada malam hari.
Mereka pun pindah ke sebuah tempat yang kemudian hari dinamakan Jatisobo. Pada awalnya niat tersebut hanya dipendam dalam hati saja. Namun keinginan yang terpendam itu rupanya dibaca oleh Pakubuwono IV. Saat itulah Kyai Ketib diberi hadiah berupa sebidang tanah yang amat luas.
Menurut Mbah Ngisom, salah seorang pewaris Masjid Agung Jatisobo, mengatakan bahwa saat sudah berada di Jatisobo, Kyai Ketib punya sebatang pohon jati yang memiliki keanehan.
Pohon jati itu sangat tinggi, sampai-sampai bayang-bayang dari pohon jati tersebut sampai ke dalam kraton. Bayang-bayang pohon jati yang sampai ke kraton itulah yang membuat desa tersebut dinamakan Jatisobo.
Pohon jati itu kemudian diminta oleh pihak keraton. Permintaan itu dikabulkan. Sebagai imbalan dari kesediaannya, Kyai Ketib Biman diberi sebatang pohon jati dengan ukuran sangat besar yang diambil dari hutan banyudono.
Menurut Mbah Ngisom, pohon jati itu ukurannya sangatlah besar. Bahkan satu batang kayu saja cukup untuk digunakan sebagian masjid.
Masjid pun dibangun dan diberi nama Masjid Agung Jatisobo. Ternyata Sunan Pakubuwono IV ingin agar bangunan tempat ibadah itu mirip dengan bangunan Masjid Agung Keraton Surakarta.
Setelah dirombak total, Masjid Agung Jatisobo wujudnya mirip dengan Masjid Agung Keraton Surakarta era kepemimpinan Pakubuwono IV.
Perbedaan hanya dapat diliha pada bagian tiangnya saja. Tiang masjid agung Surakarta berbentuk bulat, sedangkan masjid agung Jatisibo persegi.