Kisah Ki Ageng Tirta dari Grobogan, Punya Karomah Mengubah Desa yang Tandus Jadi Melimpah Air
Berdasarkan silsilahnya, Ki Ageng Tirta masih satu keturunan dengan Prabu Brawijaya V

Berdasarkan silsilahnya, Ki Ageng Tirta masih satu keturunan dengan Prabu Brawijaya V

Kisah Ki Ageng Tirta dari Grobogan, Punya Karomah Mengubah Desa yang Tandus Jadi Melimpah Air
Alkisah di masa lalu, di Grobogan pernah hidup seorang ulama bernama Ki Ageng Tirta. Menurut mitologi masyarakat setempat, ia punya karomah yang luar biasa, yaitu merubah wilayah yang dulunya kering kerontang jadi berlimpah air.

Tempat tinggal Ki Ageng Tirta di Desa Kanoman, Grobogan sendiri sebuah wilayah yang tidak pernah mengalami kekeringan di musim kemarau.
Berkat perannya, tanah desa itu menjadi subur dan air dari mata air di Gunung Muria bisa sampai ke Desa Karangasem. Dalam menjalani karomahnya, ia dipercaya dibantu oleh dua pusaka yaitu patrem dan landak putih.
Untuk mengalirkan air dari Gunung Muria, Ki Ageng Tirto membuat lubang-lubang kecil dengan bantuan landak putih. Ada beberapa air di desa itu yang bersumber dari Gunung Muria.
Ia juga telah mendapatkan izin dari Sunan Muria dan Sunan Prawoto untuk mengalirkan air dari Gunung Muria sampai Desa Kanoman.

Tokoh masyarakat sekaligus juru kunci Makam Ki Ageng Tirto, Jumadi, mengatakan bahwa pada saat masih hidup, Ki Ageng Tirto merupakan tokoh wali penyebar agama Islam di wilayah Kabupaten Grobogan khususnya di Desa Karangasem, Kecamatan Wirosari.
Berdasarkan silsilahnya, ia masih keturunan Prabu Brawijaya IV dari Majapahit. Ia juga masih ada hubungan dengan Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Getas Pendowo yang makamnya juga berada di Kabupaten Grobogan.

Ramai Peziarah
Makam Ki Ageng Tirto yang berada di area sawah Dukuh Sambak, Kerap dikunjungi perziarah. Hari yang menjadi hari penting bagi para peziarah yang ingin menunjungi makam Ki Ageng Tirto adalah pada setiap malam Kamis pahing.
Biasanya pada malam hari ada pembacaan wirid dan zikir Ratib Al-Hada. Acara dilanjutkan dengan pembacaan Al Qu’ran yang kita-kira diikuti 60 orang.
Pada saat Bulan Ramadan, kompleks makam itu cukup ramai setiap menjelang berbuka dan sahur. Pada malam hari, sejumlah warga memilih untuk menghabiskan waktu di kompleks pemakaman tersebut.