Fakta Unik Tuk Sikopyah, Mata Air Keramat di Lereng Gunung Slamet
Tuk Sikopyah merupakan mata air keramat di lereng Gunung Slamet. Keberadaannya begitu penting karena menjadi sumber kehidupan warga.
Di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga ada sebuah mata air yang dikeramatkan warga sekitar. Namanya Mata Air Sikopyah. Mata air ini menjadi keramat karena dihubungkan dengan sosok Kiai Mustafa, tokoh ulama yang dianggap berperan menyebarkan ajaran Islam di lereng Gunung Slamet.
Tokoh masyarakat Desa Serang, Kiai Syamsuri, mengatakan bahwa dahulu Kiai Mustafa sempat bertapa di dekat sumber mata air itu.
-
Dimana Situ Sikocang berada? Beginilah kondisi terakhir destinasi wisata Situ Cikoncang di Desa Katapang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
-
Kenapa air Aek Sipaulak Hosa Loja dianggap sakral? Sisi keramat berasal dari kepercayaan atas warisan kekuatan dari legenda ketukan tongkat Raja Silahisabungan saat menolong istrinya yang sedang hamil di masa lampau.
-
Dimana air terjun Tumpak Sewu berada? Salah satu objek wisata alam paling terkenal di Lumajang adalah air terjun Tumpak Sewu. Air terjun ini terletak di perbatasan Malang dan Lumajang, tepatnya di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo.
-
Kenapa Mata air Campaka disebut surga tersembunyi? Adanya bentang alam pegunungan membuat Kabupaten Bandung kaya akan sumber mata air alami. Salah satu lokasi yang bernama mata air Campaka bahkan disebut sebagai surga tersembunyi.
-
Apa itu Kawah Tekurep? Kawah Tekurep ini merupakan sebuah makam yang khusus untuk para raja-raja, abdi dalem beserta dengan keturunannya. Bagi masyarakat Palembang, tempat ini biasa digunakan untuk wisata ziarah serta bagian dari belajar sejarah kerajaan.
-
Dimana Air Terjun Tumpak Sewu berada? Air Terjun Tumpak Sewu, yang terletak di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur, tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena mitos yang beredar di kalangan masyarakat.
Lalu apa saja fakta menarik dari sumber mata air tersebut? Berikut selengkapnya:
Asal Mula Nama “Sikopyah”
Kiai Samsuri bercerita, suatu hari saat bertapa di mata air itu, Kiai Mustafa hendak salat. Ia kemudian mengambil air wudu dengan sumber air yang mengalir dari mata air itu. Saat itu ia melepas kopiah yang ia gunakan agar bisa mengusap kepala. Selesai wudu, Kiai Mustafa lupa mengambil kopiah yang ia taruh saat berwudu.
Sesaat kemudian, ia kembali ke sumber mata air untuk mengambil kopiah yang tertinggal. Namun kopiah itu sudah tidak ada.
“Karena itulah mata air ini dinamakan Sikopyah. Karena ada cerita kopiah Kiai Mustafa yang hilang di situ,” kata Kiai Samsuri dikutip dari Indonesia.go.id.
Ritual Pengambilan Air
Setiap tahunnya, warga sekitar menggelar sebuah tradisi pengambilan air dari Tuk Sikopyah. Prosesi pengambilan air itu dimulai dengan pembacaan doa dan pelepasan peserta dari Dusun Kaliurip, Desa Serang. Selanjutnya, rombongan peserta yang terdiri dari 70 orang pria dan 70 orang wanita membawa lodong menuju Tuk Sikopyah yang berjarak sekitar 1 kilometer. Sesampainya di Tuk Sikopyah, sesepuh masyarakat memimpin doa sebelum air dimasukkan ke dalam lodong.
Mereka kemudian mengarak lodong yang berisi air itu menuju obyek wisata D’Las Serang. Mereka juga mengarak gunungan berupa hasil bumi warga desa setempat. Sesampainya di D’Las, mereka disambut ribuan pengunjung yang siap merebutkan hasil bumi serta air yang diambil dari mata air Tuk Sikopyah.
Sumber Kehidupan Warga
Kepala Desa Serang, Sugito, mengatakan bahwa Tuk Sikopyah merupakan mata air terbesar di lereng timur Gunung Slamet. Keberadaannya menjadi penting karena merupakan sumber kehidupan warga sekitar. Pemerintah desa bersama masyarakat pun berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan di lereng Gunung Slamet dengan mereboisasi serta menerapkan aturan ketat terhadap perusakan tanaman di sekitar mata air.
“Apabila ada warga masyarakat yang merusak pohon ataupun tanaman di sekitar mata air, maka kita akan memberi sanksi berupa denda uang sampai Rp5 juta. Ini sudah menjadi kesepakatan dan komitmen warga masyarakat Desa Serang,” kata Sugito dikutip dari Indonesia.go.id.