Desa di Bojonegoro Ini Jadi Daerah Istimewa sejak Kerajaan Majapahit, Syekh Jumadil Kubro Sesepuh Wali Songo Pernah Tinggal di Sini
Desa ini dikenal sebagai pusat peradaban sejak zaman Hindu Buddha di Indonesia
Desa ini dikenal sebagai pusat peradaban sejak zaman Hindu Buddha di Indonesia
Desa di Bojonegoro Ini Jadi Daerah Istimewa sejak Kerajaan Majapahit, Syekh Jumadil Kubro Sesepuh Wali Songo Pernah Tinggal di Sini
Gunung Jali Tebon di Desa Tebon, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro ini dikenal sebagai gerbang masuknya Islam ke kawasan pedalaman. Konon, Syekh Jumadil Kubro yang dikenal sebagai sesepuh para Wali Songo, pernah membuat permukiman muslim di kawasan.
-
Mengapa Desa Bejijong disebut Kampung Majapahit? Desa Bejijong di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur diduga kuat merupakan lokasi ibu kota Kerajaan Majapahit pada masa silam. Kini, desa ini merupakan kawasan konservasi warisan Majapahit dan pariwisata strategis.
-
Dimana Masjid Agung Jatisobo berada? Masjid Agung Jatisubo merupakan salah satu masjid tertua di Sukoharjo, Jawa Tengah.
-
Mengapa Gus Baha menekankan bahwa Islam sudah ada di Jawa sebelum Wali Songo? Ia menegaskan, 'Sunan Ampel wae ngajine teng Paseh Aceh mriko,' yang menunjukkan bahwa Islam sudah berkembang di berbagai daerah di Indonesia sebelum menyebar ke Jawa.
-
Siapa tokoh utama penyebar Islam di Jawa? Maulana Malik Ibrahim: Dikenal sebagai penyebar Islam pertama di Pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim juga dikenal dengan nama Kakek Bantal.
-
Bagaimana Walisongo menyebarkan Islam di Jawa? Walisongo menggunakan berbagai cara dakwah yang inovatif dan adaptif terhadap budaya lokal. Metode dakwah mereka yang bijaksana dan inklusif memungkinkan Islam diterima dengan baik oleh masyarakat yang sebelumnya menganut kepercayaan Hindu, Buddha, dan animisme.
-
Bagaimana Gus Baha menjelaskan bahwa Islam sudah ada di Jawa sebelum Wali Songo? Gus Baha juga menjelaskan silsilah Sunan Ampel, salah satu tokoh Wali Songo yang terkenal sebagai penyebar utama Islam di Jawa. Sunan Ampel adalah anak dari Ibrahim Asmari dan cucu Jumadil Kubro, yang keduanya telah lebih dulu berada di Indonesia. 'Sunan Ampel adalah keturunan Ibrahim Asmari dan Jumadil Kubro, yang sudah ada di Indonesia. Tidak mungkin Sunan Ampel menjadi wali pertama jika kedua leluhurnya sudah ada di sini,' tambahnya.
Toleransi Beragama
Presiden ke-IV Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam bukunya The Passing Over: Kebebasan Beragama dan Hegemoni Bernegara (1998) menyebut kawasan Gunung Jali Tebon sebagai cikal bakal toleransi beragama di Nusantara.
Syekh Jumadil Kubro membangun permukiman muslim untuk berdakwah. Saat itu, ajaran Islam masih asing bagi orang-orang di kawasan pedalaman.
Jauh sebelum Gus Dur, Thomas Stamford Raffles dalam History of Java (1817) lebih dulu menyebut bahwa Gunung Jali merupakan tempat Sayyid Jumadil Kubro.
Mengutip Raffles, saat Syekh Jumadil Kubro berada di Gunung Jali Tebon, ia pernah mendapat kunjungan dari Sunan Ampel muda.
Daerah Istimewa
Mengutip Instagram @bojonegorohistory, sejak era Hindu Buddha di Nusantara Gunung Jali Tebon dikenal sebagai pusat peradaban.
Daerah yang berada tak jauh dari aliran sungai Bengawan Solo diistimewakan sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Bahkan kerajaan-kerajaan sesudah Majapahit yakni kerajaan Singasari, Kahuripan, hingga Kerajaan Medang Kamulan mengakui kawasan Jali Tebon sebagai tanah perdikan yang bebas pajak.
Keberadaan Gunung Jali tertulis pada sejumlah prasasti, yakni Prasasti Pucangan (1041 M) yang ditulis Raja Airlangga, Prasasti Maribong (1264 M) yang ditulis Raja Wishnuwardana, dan Prasasti Canggu (1358 M) yang ditulis Raja Hayam Wuruk.
Mengutip situs jurnaba.co, Gunung Jali adalah titik temu tiga peradaban kuno: Ngloram (Kerajaan Medang Kamulan), Maribong (Kerajaan Singasari), dan Jipang (Kerajaan Majapahit).