Sosok Christiaan Snouck Hurgronje, Mata-Mata Pemerintah Hindia Belanda di Aceh
Ia cukup fasih dalam berbahasa Arab yang pada akhirnya menuntun dirinya bisa berkunjung ke Tanah Suci pada tahun 1885.
Ia cukup fasih dalam berbahasa Arab yang pada akhirnya menuntun dirinya bisa berkunjung ke Tanah Suci pada tahun 1885.
Sosok Christiaan Snouck Hurgronje, Mata-Mata Pemerintah Hindia Belanda di Aceh
Christiaan Snouck Hurgronje lahir di Oosterhout, Belanda pada 8 Februari 1857. Ia lahir dari pasangan pendeta kristiani J. J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria. Snouck menempuh pendidikan di Universitas Leiden sebagai mahasiswa Teologi. Ia menerima gelar doktor dengan hasil tulisannya yang berjudul 'Het Mekkaansche feest' atau Perayaan Mekah. Ia cukup fasih dalam berbahasa Arab yang pada akhirnya menuntun dirinya bisa berkunjung ke Tanah Suci pada tahun 1885. Tahun 1889, Snouck menjadi profesor Melayu di Universitas Leiden, sekaligus menjadi penasihat resmi Pemerintah Belanda untuk urusan kolonial. Ia sudah menulis ribuan lembaran tulisan tentang situasi di Aceh dan Islam di Hindia Belanda.
Ketika dirinya berada di Nusantara, Snouck banyak bertugas sebagai mata-mata bagi Pemerintah Hindia Belanda untuk mengetahui berbagai informasi soal ulama dan orang-orang Islam.
Hubungan Dekat
Kemahirannya dalam berbahasa Arab dan Melayu, menjadi bekal besar Snouck untuk bisa menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh besar di Aceh, salah satunya Habib Abdurrahman al-Zahir. Ambisinya yang besar agar dijadikan sebagai sultan Aceh oleh Belanda membuat al-Zahir memberikan berbagai informasi penting berkaitan dengan masyarakat muslim Aceh yang pada waktu itu gencar melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial Belanda.
-
Bagaimana Belanda mengelola pemerintahan di Aceh? Dalam menjalankan pemerintahan, Belanda tudak turun tangan secara langsung, melainkan lewat perantara adat yang sudah terbentuk secara historis.
-
Siapa tokoh inspiratif dari Aceh yang melawan Belanda? Teuku Nyak Arif, sosok pejuang dan gubernur pertama Aceh. Saat kolonialisme menguasai tanah Aceh, muncul orang-orang yang ingin melawan dan mengusir Belanda dengan berbagai cara.
-
Mengapa Belanda menyerang Aceh? Belanda masih terus berusaha menebus pertahanan Aceh sampai tahun 1896.
-
Siapa yang ditangkap dan dieksekusi Belanda? Kemudian, Tunong berhasil ditangkap dan langsung dieksekusi mati di tepi pantai Lhokseumawe.
-
Siapa yang membentuk organisasi Hansip di masa penjajahan Belanda? Sementara itu, Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip) dibentuk sejak pemerintahan Hindia Belanda untuk menghadapi serangan dari Jepang sekitar tahun 1939.
-
Siapa yang mengusir Belanda? Dalam momen tersebut, Presiden Soekarno mengambil tindakan tegas dengan memimpin pengusiran warga Belanda dari wilayah Indonesia, menyusul penolakan mereka terhadap kedaulatan penuh negara kita.
Tahun 1891, Snouck diizinkan oleh Pemerintah Belanda untuk melawat ke Aceh untuk tugas penelitian terkait dinamika kehidupan orang-orang Islam. Selama di Aceh, Snouck berhasil menyamar sebagai orang Islam taat dan diterima oleh masyarakat muslim Aceh.
Pada tahun 1898, di bawah arahan Van Heutsz, Belanda melakukan ekspedisi militer untuk menaklukkan wilayah Aceh. Selama ekspedisi, Snouck ditugaskan sebagai penasihat dan konsultan untuk memberikan informasi dan pandangan dalam menaklukkan masyarakat muslim.
Bukan Santri
Melansir dari situs nu.or.id, penyematan sebutan "santri" untuk Snouck dirasa tidak cocok dan tidak termasuk dalam kriteria.
Memang Snouck begitu serius mempelajari agama Islam, namun semua itu hanya sandiwara dan digunakan untuk mencari informasi bagi orang-orang Belanda saat itu. Bahkan, semua ilmu Islam yang diserap tak lagi dilanjutkan olehnya dalam bentuk dakwah, sehingga ia tidak pantas disebut sebagai santri.
Dasar Pemikiran Snouck
Dari kutipan kebudayaan.kemdikbud.go.id, selama Snouck bertugas maupun melakukan penelitian ia telah melahirkan konsep buah pemikiran untuk pemerintah Belanda untuk mengakhiri perlawanan terhadap orang-orang Aceh.
Ia menilai bahwa "musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama, melainkan Islam sebagai doktrin politik”. Hal ini berkaca dari pengalaman dan pengetahuannya tentang Islam bahwa mereka tidak mempunyai organisasi yang hierarki atau universal.
Dalam Islam, seorang ulama tidak sama seperti pastor atau pendeta dalam agama Kristiani yang bisa memengaruhi orang-orang yang memeluk agama tersebut. Namun sebaliknya, mereka diarahkan dan menganut kepada Al-Qur'an dan Hadis.