Lebih Dekat dengan Keraton Kasepuhan Cirebon, Ada Bangunan Siti Inggil yang Penuh Makna
Tak hanya berdiri sebagai sebuah bangunan lawas, lokasi ini juga menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah barat Pulau Jawa itu.
Tak hanya berdiri sebagai sebuah bangunan lawas, lokasi ini juga menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah barat Pulau Jawa itu.
Lebih Dekat dengan Keraton Kasepuhan Cirebon, Ada Bangunan Siti Inggil yang Penuh Makna
Keraton Kasepuhan jadi salah satu destinasi sejarah yang ada di Cirebon. Tak hanya berdiri sebagai sebuah bangunan lawas, lokasi ini juga menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah barat Pulau Jawa itu.
Gambar: wikipedia
-
Dimana letak Keraton Kasepuhan Cirebon? Keraton Kasepuhan Ini adalah keraton tertua dan terluas di Cirebon, yang dibangun pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II, cicit dari Sunan Gunung Jati.
-
Siapa yang membangun Keraton Kasepuhan di Cirebon? Setelah menikah, Sunan Gunung Jati ditetapkan sebagai Sultan Cirebon 1 dan resmi menentap di Keraton Pakungwati yang kemudian hari berubah nama menjadi Keraton Kasepuhan.
-
Kenapa Keraton Kasepuhan menarik dikunjungi? Keraton ini memiliki arsitektur unik, yang mencerminkan akulturasi budaya Jawa, Sunda, Cina, India, Arab, dan Eropa.
-
Apa isi dari ornamen keramik di Keraton Kasepuhan? Di keramik itu tergambar secara jelas tentang kisah masa lalu kebudayaan Kristen di Eropa seperti Tuhan Yesus yang memanggul salib, gereja dan proses penyaliban.
-
Dimana Kasepuhan Ciptagelar berada? Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, masih memegang adat dan tradisi yang diwariskan leluhur.
-
Bagaimana ornamen keramik disusun di Keraton Kasepuhan? Keramik ditumpuk dalam beberapa susunan, kemudian di bagian atasnya dibuat mengerucut layaknya kubah masjid.
Di masa silam, peran Keraton Kasepuhan amat penting sebagai pusat pendidikan Islam dan basis pertahanan dari serangan kolonial.
Keraton ini menjadi peninggalan Cirebon masa silam yang masih terawat, dengan berbagai corak keislaman dan kebudayaan khas wilayah pesisir. Dilansir dari Liputan6 dan cirebonkota.go.id, berikut ulasa selengkapnya.
Sejarah Keraton Kasepuhan
Jika dilihat dari sejarahnya, Keraton Kasepuhan merupakan kelanjutan dari bangunan Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana atau Raden Walangsungsang yang merupakan pendiri wilayah Cirebon.
Sejak itu, keraton ini terus berkembang dan menjadi pusat pemerintahan di wilayah Cirebon. Beberapa waktu kemudian, keraton ini pecah hingga muncul keraton lainnya yakni Kanoman dan Kacirebonan.
Para pemimpin keraton ini memiliki gelar khusus yakni Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Panembahan.
Terdapat Museum Benda-Benda Kuno
Di masa kejayaannya, Keraton Kasepuhan banyak memiliki peralatan yang lengkap. Benda-benda kuno itu sampai sekarang masih bisa dilihat di bangunan museum yang terletak di area keraton.
Gambar: Liputan6
Benda-benda itu di antaranya senjata, perabotan, serta alat transportasi yakni Kereta Singa Barong yang merupakan kendaraan dari Sunan Gunung Jati.
Kereta ini dikeluarkan di waktu tertentu, yakni pada tanggal 1 Syawal setiap tahunnya untuk dimandikan lewat adat keraton.
Memiliki Acara yang Masih Dilestarikan
Keraton Kasepuhan masih melestarikan sejumlah tradisi sejak masa silam. Dahulu, lokasi ini menjadi tempat latihan keprajuritan yang diadakan rutin setiap Sabtu bernama Saptonan.
Saat ini yang masih dilestarikan adalah tradisi Panjang Jimat dengan kegiatan kebudayaan dari internal keraton untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Acara Panjang Jimat sendiri menampilkan benda-benda pusaka yang dijejerkan, juga nasi jimat yang nantinya akan dimakan bersama-sama. Acara ini biasanya diadakan di tiga keraton di Cirebon dan selalu meriah dihadiri masyarakat.
Miliki Bangunan Siti Hinggil yang Sarat Makna
Kemudian daya tarik lainnya dari Keraton Kasepuhan adalah terdapatnya bangunan Siti Hinggil. Ini merupakan kompleks di Keraton Kasepuhan yang lokasinya ada di depan bangunan utama.
Siti Hinggil ini menjadi salah satu daya tarik, karena memiliki nilai Islam yang kuat. Terdapat lima bangunan tanpa dinding di sana.
Gaya bangunannya masih dipertahankan ala Kerajaan Majapahit sebagai desain yang popular di masa tersebut.
Ragam Bangunan yang Menyimbolkan Islam di Siti Hinggil
Bangunan pertama di Siti Hinggil adalah Mande Malang Semirang, yang berada di paling depan kompleks Siti Hinggil. Cirinya berbentuk luas, dengan atap sirap yang ditopang oleh enam pasak yang menyimbolkan rukun iman, juga terdapat 20 tiang lainnya yang menyiratkan sifat-sifat Allah SWT. Dahulu, Mande Malang Semirang difungsikan untuk sultan memantau latihan prajurit dan kegiatan lainnya.
Kedua adalah Mande Pandawa Lima yang berbentuk lebih kecil dan berada di sebelah barat Mande Malang Semirang. Bangunan ini tersusun atas lima buah tiang sebagai penyangga atap dan tapak bangunan berbentuk persegi. Dahulu, tempat ini difungsikan untuk para pengiring sultan.
Lalu terdapat Mande Semar Tinandu berbentuk persegi panjang dan terletak di sudut timur–utara Siti Hinggil. Bangunan ini memiliki ciri dua kayu penyangga dengan banyak motif ukiran. Fungsinya untuk para penasihat sultan dan penghulu.
Kemudian terdapat gapura bergaya Majapahit yang ternyata memiliki arti Al Ghafur yakni maha pengampun.
Bangunan Mande Pengiring
Bangunan ini berada di selatan Mande Semirang, dengan bentuk persegi dan memiliki delapan buah tiang dengan fungsi utama untuk mengadili bagi siapapun yang melakukan kesalahan fatal. Di lokasi ini pelaku akan dijatuhi hukuman tertentu.
Mande Karesmen juga masih berada di kompleks Siti Hinggil yang memiliki bentuk persegi dengan delapan buah kolom. Fungsi utamanya adalah untuk menampilkan kesenian gamelan sekaten yang ditabuh pada 1 Syawal dan 10 Zulhijah.
Terakhir terdapat Lingga dan Yoni di sekitar kompleks Siti Hinggil. Keduanya merupakan bukti kejayaan Hindu Buddha yang sudah ada di masa sebelum Islam masuk. Keduanya menyimbolkan konsep Dewaraja yang diartikan sebagai Adam dan Hawa.