Sejarah Asal-usul Kota Cirebon, Bermula dari Musala Kecil Tahun 1447
Cirebon dulunya hanya sebuah musala kecil. Bagaimana kisahnya?
Cirebon dulunya hanya sebuah musala kecil. Bagaimana kisahnya?
Sejarah Asal-usul Kota Cirebon, Bermula dari Musala Kecil Tahun 1447
Cirebon boleh dikatakan sebagai kota perniagaan yang maju sejak abad ke-15. Ketika itu wilayah berjuluk Kota Udang tersebut sudah memiliki pelabuhan yang dipadati kapal-kapal luar negeri untuk bertransaksi rempah.
Indonesia memang jadi salah satu pusat rempah terbesar di dunia. Berbagai komoditas mulai dari pala, cengkeh, sampai hasil teh dan kopi akan melewati Cirebon sebelum diedarkan di ke berbagai negara kala itu.
-
Siapa yang memimpin Cirebon pertama kali? 'Jadi tahun ini usianya berubah sehubungan dengan sudah adanya evaluasi terkait perda hari jadi, setelah menggelar banyak diskusi dengan sejarawan, budayawan dengan menggelar seminar, bahkan kami datangkan dua guru besar dari Unpad dan UI. Termasuk proses pembahasan di pansus DPRD Kota Cirebon juga seperti itu,' terang Agus, mengutip Liputan6.
-
Dimana letak Keraton Kasepuhan Cirebon? Keraton Kasepuhan Ini adalah keraton tertua dan terluas di Cirebon, yang dibangun pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II, cicit dari Sunan Gunung Jati.
-
Kapan Gedung Balai Kota Cirebon dibangun? Mengutip laman Kemdikbud, peletakan pertama pondasi bangunan ini dilakukan pada 1926.
-
Apa isi Babad Cirebon? Babad ini berbentuk manuskrip kuno, dengan tulisan beraksara Jawa Cirebon yang mengisahkan berdirinya wilayah tersebut sebagai sebuah pemerintahan paling awal.Sosok yang diangkat adalah Pangeran Walangsungsang yang merupakan putra dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Pajajaran.
-
Siapa yang menjuluki Cirebon sebagai Kota Pelabuhan Emas? Menurut catatan pemerintah Belanda dalam dal van cheribon dan Gedeng Book van cheribon yang diterbitkan pada pendirian Bergemister van cheribon, menyebut penamaan ini diberikan sesuai hasil rempah yang dibawa ke pasar Eropa dengan kualitas baik.
-
Kapan Cirebon menjadi pusat jalur rempah? Merujuk jalurrempah.kemdikbud.go.id, pada 1630-an, Kota Cirebon menjadi salah satu pusat jalur rempah yang mulai banyak dilirik pedagang internasional.
Namun mulanya, Cirebon merupakan derah hutan belantara yang posisinya tak jauh dari Laut Jawa. Tidak banyak permukiman penduduk dan hanya ada sebuah tajug atau musalah kecil serta rumah besar.
Sejarah berdirinya Cirebon kemudian teridentifikasi pada 1447. Saat itu sebuah perkampungan mulai didirikannya oleh pemimpin pertama Cirebon bernama Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana. Yuk jelajahi sejarahnya berikut ini.
Didirikan oleh Putra Raja Sunda Prabu Siliwangi
Merujuk laman Cirebonkota.go.id, Pangeran Walangsungsang sendiri merupakan putra dari seorang raja Sunda yang berpikiran maju dan disegani bernama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi. Ketika itu dirinya bersama sang adik Nyari Rarasantang meninggalkan Kerajaan Pakuan pajajaran untuk mencari tempat bertapa.
Keraton Kasepuhan sebagai pusat pemerintahan Cirebon di masa lampau.
Berdasarkan manuskrip kuno, terdapat lokasi-lokasi yang diduga dijadikan tempat bertapa, antara lain Ciangkup di Desa Panongan (Sedong), Gunung Kumbang di Tegal, Gunung Cangak di Desa Mundu Mesigit, Gunung Mara Api hingga ke Gunung Amparan Jati. Pangeran Walangsungsang kemudian menikah dengan putri dari Ki Gedheng Danu Warsih, penguasa Pertapaan Gunung Mara Api.
Diminta Membabat Hutan di Dekat Laut Utara
Saat di Gunung Amparan Jati, titik terang kemunculan Cirebon dimulai setelah ketiganya belajar agama Islam kepada Syekh Datuk Kahfi. Mereka kemudian menunaikan ibadah haji ke Mekah dan menjadi penyebar agama Islam di wilayah Cirebon.
Setelah pulang, Pangeran Walangsungsan diberi nama Somadullah oleh Syekh Datuk Kahfi. Ia lantas diminta untuk membabat hutan di pinggir laut Jawa dan didirikan perkampungan bernama Dukuh Tegal Alang-Alang, juga membangun tajug (musala kecil) dan sebuah rumah besar.
Dari sini diketahui jika titik awal peradaban di Cirebon adalah di wilayah Lemahwungkuk, yang merupakan lokasi awal mula perkampungan itu didirikan.
Dari Musala Kecil jadi Pusat Pelabuhan
Lambat laut setelah adanya musala dan bangunan mirip rumah, lokasi itu didatangi banyak orang. Tak sedikit pula kapal-kapal yang singgah dan melakukan kegiatan transaksi.
Sejak itu pelabuhan pertama di Cirebon bernama Muara Djati resmi berdiri.
Ramainya aktivitas perdagangan membuat kawasan itu dijuluki Nigari Caruban, atau percampuran orang dari banyak daerah. Merujuk jalurrempah.kemdikbud.go.id, pelabuhan ini merupakan cikal bakal ragamnya budaya dan suku bangsa di sana.
Tak sedikit percampuran kebudayaan terjadi antara Cirebon dengan bangsa lain melalui perdagangan, seni, dakwah sampai pernikahan.
Jadi Pusat Penyebaran Agama Islam
Bergantinya kepemimpinan, dari yang sebelumnya Ki Tegal Alang Alang menjadi Pangeran Walangsungsa menjadi sangat berpengaruh. Cirebon saat itu menjadi daerah dengan persebaran Agama Islam yang kuat di tanah Jawa.
Ini ditunjang setelah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati lahir dari rahim Nyari Rarasantang yang mendapat gelar Hajah Sarifah Mudaim dan dinikahi Raja Mesir. Sejak kecil, Syarif Hidayatullah dikenalkan agama Islam dan diajak berguru hingga ke Mekah, Baghdad, Champa dan Samudera Pasai.
Ketika kembali ke Cirebon, sang paman Pangeran Walasungsang sudah menjadi Tumenggung di Cirebon oleh Prabu Siliwangi, dan dirinya kemudian bergabung dengan para Wali Sanga untuk ikut misi mengenalkan ajaran Islam.
Cirebon jadi Pusat Penyebaran Islam
Setelah menjadi anggota Wali Sanga, Syarif Hidayatullah resmi ditunjuk menjadi pemimpin. Pusat penyebarannya kemudian dipindah dari wilayah kepemimpinan Sunan Ampel yang telah wafat ke Gunung Sembung di Carbon dan diresmikannya Keraton Pakungwati yang sebelumnya merupakan musala kecil.
Kemudian Keraton Pakungwati jadi pusat pemerintahan yang dijalankan oleh Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati selanjutnya menikahi putri dari Pangeran Walasungsang dan Nyi Mas Endang Geulis, Nyi Pakungwati pada 1479 masehi.
Setelah menikah, Sunan Gunung Jati ditetapkan sebagai Sultan Cirebon 1 dan resmi menentap di Keraton Pakungwati yang kemudian hari berubah nama menjadi Keraton Kasepuhan.
Setelah berjalan beberapa waktu, kawasan itu mulai dikenal memiliki hingga empat keraton. Masing-masing memiliki fungsi sebagai pusat pemerintaha, penyebaran agama Islam dan pemeliharaan budaya.
Sayangnya saat Belanda masuk, empat keraton ini diganggu kestabilannya. Namun berkat kekuatan agama, keraton ini selamat dan menjadi bukti sejarah sampai saat ini. Keraton-keraton tersebut juga sarat dengan nilai toleransi seperti di Keraton Kasepuhan yang menampilkan karya keramik Belanda bermotif cerita perjanjian baru.
Kemudian ketika kepemimpinan Sunan Gunung Jati, mulai didirkan beberapa vihara seperti Dewi Welas Asih yang didirikan pada 1595 dan merupakan vihara tertua di Cirebon. Sampai sekarang, Cirebon jadi daerah wisata sejarah, budaya dan kuliner yang unik dan jadi tujuan para pelancong.