Revisi UU KPK, Menteri Yasonna sebut prosesnya masih panjang
Yasonna menyebut proses revisi UU KPK dengan istilah 'Belanda masih jauh'.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly menyatakan revisi UU KPK yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015 belum bisa dibahas. Sebab, sampai saat ini pemerintah belum menerima naskah akademis dan draft dari DPR.
"Naskah akademiknya saja belum ada apalagi pasal-pasalnya. Nanti kalau memang DPR ngotot mengajukan revisi, ya silakan saja," kata Yasonna usai menghadiri acara buka bersama di Kemenkum HAM, Jakarta, Kamis (25/6).
Yasonna mengingatkan, pembahasan revisi UU KPK tidak akan bisa dilanjutkan jika pemerintah menolak. Sekalipun DPR berupaya melanjutkan revisi tersebut. Bahkan, bila DPR bersikeras maka dinilai hal itu bertentangan dengan konstitusi.
"Apalagi dalam Undang-Undang Dasar paska amandemen, DPR punya hak kekuasaan membentuk Undang-Undang. Tapi harus dibahas dengan presiden. Kalau presiden menolak, ya enggak jalan," tegasnya.
Kendati demikian, Yasonna menilai merevisi Undang-Undang tidak semudah yang dibayangkan. Dia menjelaskan, usai ditetapkan melalui paripurna, DPR harus membentuk alat kelengkapan untuk menyusun draftnya.
Penyusunan draft itu pun harus dilakukan melalui badan legislasi (Baleg) atau Komisi II DPR. Karena panjangnya proses perjalanan revisi UU, Yasonna menyebut hal tersebut dengan istilah 'Belanda masih jauh'.
"Ini Belanda masih jauh ceritanya. Kalau nanti badan kelengkapan sudah selesai, diajukan ke paripurna, kalau sudah disahkan baru jadi inisiatif DPR," pungkasnya.