Revisi UU Terorisme di DPR dinilai terlalu lama
Revisi Undang-Undang (UU) Terorisme masih terus dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR. Awalnya revisi dijadwalkan selesai Januari 2017, namun terus mundur sampai saat ini.
Revisi Undang-Undang (UU) Terorisme masih terus dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR. Awalnya revisi dijadwalkan selesai Januari 2017, namun terus mundur sampai saat ini.
Pakar Hukum Syaiful Bakhri menilai pembahasan revisi undang-undang ini terlalu lamban. Akibatnya, banyak kasus terorisme yang belum bisa terjerat oleh hukum.
"Sebagai rakyat kita berharap dalam koridor politik hukum perundang-undangan. UU Terorisme harus segera disahkan karena memang sudah terlalu lama," kata Syaiful di Jakarta, Kamis (2/2).
Syaiful melihat dalam rancangan yang dibahas Pansus UU Terorisme sudah mulai integrated. Dia juga yakin Pansus sudah tahu poin-poin atau substansi yang ingin diatur. Menurutnya, revisi harus mengacu UU Terorisme yang tersebar di seluruh dunia karena masalah terorisme bukan masalah lokal, tapi global.
Terlebih saat ini terorisme telah berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern. Mereka (teroris) melakukan aksinya dengan menggunakan alat-alat canggih. Artinya kejahatan dan terorisme ini akan terus meningkatkan akselerasinya sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
"Untuk kejahatan biasa KUHP masih bisa menangani, tapi karena dunia berubah dan kasus terorisme ini makin sistemik antarnegara, maka UU Terorisme harus segera disahkan," terang pria yang juga dekan Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Ia mencontohkan seperti di Eropa, Amerika, Australia sudah ada UU Anti Terorisme. Tentunya Indonesia harus mengikuti pola itu karena ancaman terorisme akhir-akhir ini semakin meresahkan. Apalagi pemerintah telah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertanggungjawab menanggulangi terorisme.
"BNPT sebagai lembaga baru tentu sedang mencari pondasi kewenangannya. Selama ini BNPT dibentuk atas dasar perintah presiden (kekuasaan). Kalau nanti dalam UU Anti Terorisme nanti memberikan mandat, kewenangan, dan otorisasi kepada BNPT, maka BNPT akan menjadi lembaga negara dalam arti sesungguhnya," jelasnya.
Saat ini, lanjut Syaiful, ada dua perimbangan dalam program penanggulangan terorisme yang dilakukan BNPT yaitu pencegahan dan penindakan. Menurutnya, dua hal itu penting, namun pencegahan lebih diutamakan, bukan penindakan. Ia mencontohkan, selama ini sudah banyak penindakan hukum yang dilakukan terhadap kasus kejahatan, khususnya terorisme, tapi faktanya kejahatan itu masih terus terjadi.
"Itu berarti penindakan itu gagal. Maka upaya pencegahan ini lebih mempunyai nilai, apalagi dilakukan sejak dini. Memang tugas pencegahan ini sangat mulia, tapi butuh waktu panjang karena masyarakat harus terlibat secara penuh."
Dia melanjutkan, bila pencegahan dilakukan pada porsi yang proporsional maka penindakan akan berkurang dengan sendirinya. Pencegahan bisa menjadi payung bagi masyarakat dalam mencegah terorisme.
"Seperti kata pepatah, 'sedia payung sebelum hujan'. Kalau masyarakat memiliki payung yang kuat, maka mereka juga pasti bisa membendung dan mencegah terorisme dari tingkat paling dini," tandasnya.