Ribuan tenaga honorer Jateng tuntut diangkat jadi PNS
Mereka menilai UU ASN mengebiri tenaga honorer yang berusia di atas 35 tahun dengan masa kerja lebih dari 10 tahun.
Ribuan tenaga honorer kategori dua (K2) se-Jawa Tengah, Senin (28/9) berkumpul di Gedung Grha Wisata Niaga, Solo. Mereka menuntut agar diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Mereka juga mendesak Pemerintah segera merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Mereka menilai UU ASN mengebiri tenaga honorer yang rata-rata berusia di atas 35 tahun dengan masa kerja lebih dari 10 tahun.
"Saya ini sudah bekerja sebagai tenaga honorer sejak 1989. Usia saya sekarang sudah 55 tahun. Banyak teman-teman saya yang bernasib sama, bahkan ada yang sudah bekerja selama 40 tahun. Kami mohon ada kejelasan nasib kami ini," ujar salah satu tenaga honorer asal Solo, Sajiman, Senin (28/9).
Sajiman mengaku pengangkatannya menjadi CPNS terganjal UU ASN yang membatasi usia maksimal 35 tahun, dan mengabaikan masa pengabdian. Ia berharap pemerintah bisa menghapus aturan batasan usia tersebut. "Kami minta Pemerintah bisa merevisi UU ASN, pertimbangkan aspek pengabdian kami," tandasnya.
Tumiran, tenaga honorer asal SMA Negeri 3 Solo, mengaku sudah bekerja sebagai tenaga teknis selama 34 tahun. Ia meminta pemerintah bisa memberi kepastian akan statusnya menjadi CPNS. "Saya khawatir tidak bisa diangkat menjadi CPNS karena usia saya sudah 52 tahun," keluhnya.
Anggota Komisi II DPR Diah Pitaloka, yang hadir dalam konsolidasi honorer se Jateng tersebut mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan). Menpan berjanji pengangkatan tenaga honorer akan dilakukan bertahap mulai 2016 mendatang.
Pemerintah, lanjut Diah memberi target waktu seluruh tenaga honorer di Indonesia bisa diangkat menjadi CPNS dalam kurun paling lambat 4 tahun. Sembari menunggu kebijakan dari Kementerian Keuangan.
"Jumlah keseluruhan tenaga honorer di Indonesia saat ini tercatat ada sebanyak 439.956 orang. Kami mengancam APBN 2016 tidak usah di setujui jika persoalan honorer tidak segera diselesaikan," tegasnya.
Permasalahan tenaga honorer, kata Diah, bukan sekadar persoalan angka, namun juga menyangkut persoalan nasib manusia. Sehingga pengabdian para honorer yang telah mencapai belasan hingga puluhan tahun tidak bisa diabaikan.
Dalam proses pembahasan legislatif dan eksekutif, menurut dia, ada pertimbangan yang tengah dibahas. Pertama pembahasan UU ASN, di mana pengangkatan honorer harus melalui proses verifikasi. Di antaranya menyangkut kebutuhan tenaga kerja, verifikasi, seleksi dan kompetensi honorer.
Ia menambahkan, kalangan DPRD sepakat merevisi UU ASN. Sebab jika proses seleksi berdasarkan kriteria di UU, maka akan mengabaikan pengabdian yang selama ini dijalani para honorer. Menurutnya, perlu adanya revisi UU atau penyesuaian aturan supaya faktor pengabdian menjadi bahan pertimbangan.
"Revisi UU atau penyesuaian aturan harus tuntas sebelum akhir 2015 karena berpacu dengan waktu terkait rencana pengangkatan K2 mulai 2016. Revisi UU ASN bisa dengan peraturan tambahan atau peralihan mengenai honorer. Tidak dilakukan menyeluruh terhadap UU ASN. Kami menunggu komitmen pemerintah segera mengangkat honorer menjadi CPNS dan bukan sekedar omong kosong belaka," pungkasnya.