Pemerintah Angkat 1,7 Juta Honorer jadi PNS, Guru Malah Respons Begini
Sayangnya upaya pengangkatan tenaga honorer berpotensi menimbulkan masalah.
Sayangnya upaya pengangkatan tenaga honorer berpotensi menimbulkan masalah.
Pemerintah Angkat 1,7 Juta Honorer jadi PNS, Guru Malah Respons Begini
Pemerintah Angkat 1,7 Juta Honorer jadi PNS, Begini Respons Guru
Pemerintah berencana mengangkat 1,7 juta tenaga honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tahun ini. Jumlah ini dianggap proporsional mengingat tenaga honorer di Indonesia sekarang mencapai 2,3 juta.
Sayangnya upaya tersebut berpotensi menimbulkan masalah. Terutama soal nasib dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) usai diangkat.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengungkapkan, rencana mengangkat honorer jadi ASN bukan kali ini saja.
Melainkan, pernah juga terjadi pada 2021 lalu.
Dari janji yang sebelumnya, Satriwan menyebut baru ada sekitar 700 ribu honorer yang diangkat per Januari 2024.
"Nah sampai 2024 ini masih ada sekitar 62 ribu lagi yang mereka belum mendapatkan formasi," kata Satriwan kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (20/1).
Padahal, lanjut dia, para tenaga honorer tersebut sudah mengikuti tes dan dinyatakan lolos.
Namun hingga kini mereka belum mendapatkan penempatan atau formasi di daerah.
"Mereka sudah ikut tes dan sudah dinyatakan lolos, dalam serangkaian tes, tetapi mereka tak kunjung mendapatkan penempatan atau formasi di daerah masing-masing oleh pemda," kata Satriwan.
Sehingga dia berharap kejadian serupa tidak terulang lagi pada pengangkatan 1,7 juta honorer tahun ini.
Katanya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan aspek kesejahteraannya.
"Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah itu tidak menjadi realita sesungguhnya selama 3 tahun saja 2021-2024 janjinya 1 juta oleh pemerintah pusat ini belum sampai 800 ribu yang diangkat PPPK," kata Satriwan.
Terpenting saat ini, para honorer yang sudah diangkat menjadi PPPK harus bisa mendapatkan kepastian.
Pemerintah tidak boleh sekedar janji-janji belaka.
"Jangan lagi nasibnya dikatung-katung, harus menjamin kesejahteraan mereka," imbuh Satriwan.
merdeka.com
Satriwan menilai rencana pemerintah saat ini dipandang hanya sebagai solusi jangka pendek. Apalagi, jika pengangkatannya hanya sebagai PPPK.
"Mengangkat guru honorer jadi PPPK itu solusi jangka pendek karena guru-guru PPPK itu sistemnya kontrak dengan pemerintah minimal 1 tahun maksimal 5 tahun, kemudian diperbaharui lagi kontraknya," kata Satriwan.
Melihat jangka waktu kontrak tadi, dia mengusulkan kalaupun diangkat dari honorer ke PPPK, ditentukan panjang kontraknya adalah 5 tahun.
Alasan yang mendasarinya adalah proses jenjang karir ke depannya.
"Karena waktu durasi itu yang bisa memberikan ruang kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan karir untuk pengembangan profesi untuk pengembangan karir," kata Satriwan.
Satriwan menjelaskan perbedaan ASN sebagai PNS dan PPPK.
Utamanya terkait batas usia maksimal. Bagi PNS dipatok usia maksimal 35 tahun, sementara PPPK memiliki batas usia maksimal 59 tahun.
Lebih lanjut, Satriwan menilai upaya pemerintah itu sebaiknya menyasar pada guru-guru atau tenaga honorer yang berusia diatas 35 tahun. Mengingat lagi, waktu pengabdian guru honorer golongan ini yang sudah mencapai puluhan tahun.
"Artinya guru honorer yang senior ini yang pengabdiannya sudah puluhan tahun di republik ini, dengan upah tidak manusiawi sangat pantas dan sangat wajar utk menjadi ASN meskipun PPPK," kata Satriwan.
"Tetapi kami tetap mendesak kepada pemerintah untuk membuka kembali rekrutmen guru PNS, kalau PNS ini gurunya tetap mereka mengajar sampai usia pensiun sampai 60 tahun dan mendapat uang pensiun," imbuhnya.
Dia menegaskan, jumlah 1,7 juta tenaga honorer yang diangkat bukan merujuk pada cukup atau tidak cukupnya formasi.
Melainkan, proses pengangkatannya harus memperhatikan aspek keadilan hingga menjamin kesejahteraan.
"Nah jadi pertanyaannya bukan cukup tidak cukup masalahnya apakah proses rekrutmen guru honorer jadi ASN itu prosesnya berkeadilan, prosesnya menjanjikan kesejahteraan tidak, prosesnya apakah transparan atau tidak, akuntabel atau tidak,"
pungkasnya.