Risma didesak batalkan pengubahan 2 nama jalan di Surabaya
Polemik pengubahan nama dua jalan di Kota Pahlawan masih belum reda. Meski DPRD Surabaya telah menyetujuinya lewat sidang paripurna Agustus 2018 lalu, penolakan atas penggantian nama Jalan Gunungsari dan Dinoyo masih berlangsung.
Polemik pengubahan nama dua jalan di Kota Pahlawan masih belum reda. Meski DPRD Surabaya telah menyetujuinya lewat sidang paripurna Agustus 2018 lalu, penolakan atas penggantian nama Jalan Gunungsari dan Dinoyo masih berlangsung.
Kali ini, protes dilayangkan Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putara Putri TNI-Polri Indonesia (GM FKPPI) Jawa Timur. Mereka meminta Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini segera membatalkan pengubahan nama dua jalan tersebut.
-
Kenapa nama jalan memakai singkatan dari nama pahlawan? Tujuannya tentu saja untuk menyederhanakan penyebutan.
-
Kenapa Khirani Trihatmojo jadi sorotan? Bareng Cowok Ganteng Belakangan, Khirani Trihatmodjo menjadi sorotan karena momen bersama seorang laki-laki.
-
Di mana Tri Heriyanto membudidayakan talas pratama? Empat tahun sudah Tri Heriyanto menjalankan budidaya talas pratama pada sebuah lahan yang berlokasi di Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
-
Apa tiga tuntutan rakyat pada peristiwa Tritura? Adapun isi Tritura adalah; 1. Bubarkan Partai Komunis Indonesia, karena Pemerintah dianggap lambat dalam mengambil sikap terhadap PKI yang dianggap terlibat dalam peristiwa G30S dan banyak tokoh komunis yang berada didalam kabinet pemerintahan.2. Rombak Kabinet Dwikora, karena Pemerintah dinilai tidak bisa mengendalikan kestabilan politik, ekonomi dan sosial. Menurut masyarakat, Presiden Soekarno lebih mementingkan perebutan Irian Barat dan urusan konfrontasi Indonesia-Malaysia.3. Turunkan Harga, kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah kurang tepat yang membuat kestabilan ekonomi yang semakin memburuk.
-
Kapan Tritura terjadi? Peristiwa ini terjadi pada tanggal 19 Oktober 1966, selama pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
-
Apa yang dialami para romusa Jawa dalam pembangunan Jalur Kereta Api Kematian? Mereka tidak mendapat fasilitas kehidupan yang layak oleh serdadu Jepang. Banyak dari mereka yang mati tersiksa.
"Ini (penolakan) demi penghormatan terhadap sejarah perjuangan para pahlawan," kata Ketua GM FKPPI Jawa Timur Agoes Soerjanto di Surabaya, Selasa (18/9).
Menurut Agoes, dua nama jalan tersebut menjadi salah satu tetenger perjuangan para pahlawan. Sehingga, GM FKPPI menilai, penggantian nama Jalan Gunungsari menjadi Jalan Prabu Siliwangi, serta Jalan Dinoyo menjadi Jalan Pasundan, itu sebagai kebijakan yang ahistoris.
"Kebijakan tersebut mengingkari nilai-nilai perjuangan para pejuang," sesal Agoes.
Berdasarkan penuturan ahli dan pelaku sejarah, masih kata Agoes, Jalan Gunungsari adalah bagian dari Front Bukit Gunung Sari yang menjadi basis pertahanan terakhir dan tempat gerilya Arek-arek Suroboyo, yang tergabung di Badan Keamanan Rakyat/Pelajar, cikal-bakal Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).
Pascaperang 10 November atau tepatnya 28 November 1945, Jalan Gunungsari menjadi benteng pertahanan terakhir melawan sekutu, karena lokasinya waktu itu masih dipenuhi bukit.
Saat itu, sangat banyak gerilyawan rakyat dan tentara pejuang yang wafat di medan tempur. Dan untuk mengenang jasa mereka, dibangunlah Monumen Kancah Yudha Mas TRIP di Gunungsari yang diresmikan Pangdam Brawijaya, Mayjen TNI Witarmin pada 7 Februari 1981.
Ditambahkan Sekretaris GM FKPPI Jawa Timur, Didik Prasetiyono, banyak memori kolektif publik yang terikat dengan nama-nama jalan di Surabaya. "Memori itu akan dicabut sepihak oleh penguasa, tentu kita tolak," tegasnya.
Didik menyarankan agar perubahan nama jalan, sebaiknya bisa dilakukan di beberapa ruas lain. "Kan ada banyak ruas jalan baru di Surabaya. Pakai nama baru di ruas jalan itu. Jangan jalan yang sudah ada, diganti namanya," saran Didik.
Seperti diketahui, wacana ini bermula dari pertemuan Gubernur Jawa Timur Soekarwo; Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan; dan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono yang menyepakati adanya rekonsiliasi hubungan Jawa-Sunda akibat Perang Bubat di zaman Majapahit Abad ke-14. Rekonsiliasi disepakati dengan mengubah nama jalan di Surabaya dan Bandung.
Jalan Gunungsari di Surabaya diganti dengan Jalan Prabu Siliwangi dan Dinoyo diganti menjadi Jalan Sunda. Sementara Pemkot Bandung, juga sepakat mengganti dua nama jalan. Jalan Gazebo menjadi Jalan Majapahit dan Jalan Kopo Pendek menjadi Jalan Hayam Wuruk.
Selanjutnya, kesepakatan itu dibawa ke Pemkot Surabaya untuk dimintakan persetujuan DPRD. Sampai terjadilah pro dan kontra, baik di internal Pansus DPRD Surabaya maupun di kalangan masyarakat.
Bahkan, di sidang paripurna DPRD Surabaya pada 11 Agustus 2018 lalu, dua anggota Fraksi Partai NasDem, Fathul Muid dan Vinsensius Awey memilih walk out dari ruang sidang karena menolak perubahan nama dua jalan tersebut.
Baca juga:
Rekonsiliasi Jawa-Sunda, perubahan nama jalan di Surabaya diwarnai walk out
Rekonsiliasi kultural Jawa-Sunda, 3 nama jalan di Kota Bandung resmi diubah
Soal perubahan nama Jalan Warung Buncit, Sandiaga mengaku belum tahu
Suasana Jalan Mampang yang akan berubah nama
Usulan Jl AH Nasution masih dikaji, Anies minta tak ada sosialisasi
Diusulkan diganti Jl AH Nasution, ini kisah di balik nama Jl Warung Buncit