Roda Ekonomi Berputar dari Jalan Tol Trans Sumatera
JTTS tak semata ingin memangkas waktu tempuh. Ada dampak ikutan di belakangnya. Semua demi menghidupkan raksasa Sumatera.
Kilau cahaya lampu mobil menyala silih berganti. Menyusuri jalan berasal dengan pemandangan tanah berbukit di kanan-kiri. Melaju dengan kencang melintas jalan bebas hambata. Sebelum akhirnya memelan di gerbang tol otomatis yang sudah penuh antrean mobil beragam rupa.
Pemandangan ini bukan di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta yang memang saban hari macet. Bukan pula antrean pengendara yang melintasi jalan Tol Jagorawi untuk berlibur ke Puncak, Bogor kala akhir pekan menjelang. Cahaya mobil tiada henti di di malam hari itu menyala di salah satu ruas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
- Jokowi Resmikan Dua Ruas Tol Trans Sumatera Senilai Rp11,92 Triliun
- Resmikan Bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera, Jokowi: Tinggal 40 Km Lagi Sampai ke Danau Toba
- Diskon Tarif Dua Ruas Tol Trans Sumatera Diperpanjang Jadi 48 Jam
- Jokowi Resmikan Jalan Tol Trans Sumatera Seksi Tebing Tinggi-Indrapura-Lima Puluh
Di tempat berbeda, pria serius duduk di belakang kemudi. Berkemeja abu-abu, dia memakai kupluk merah untuk mengusir dinginya mesin AC. Sesekali membetulkan kuplukn agar pandangannya tak terganggu. Sorot matanya tertuju pada spion di samping bus. Memperhatikan pintu bus yang sedang dipenuhi penumpang yang hendak masuk.
Rudi Simanjuntak, begitulan nama pria itu. Dia seorang sopir bus. Malam itu gilirannya bekerja. Matanya tetap terjaga agar bisa menempuh perjalanan lancar sampai tujuan.
Ada yang berbeda dari wajah Rudi malam itu. Tak ada aura cemas saat hendak merebos jalanan Sumatera. "Dengan dibukanya jalan tol, kita sangat tenang," ucapnya yang matanya terus memandang jalan di depan.
Rudi kini bisa menghemat waktu lebih banyak. "Mobil pun cepat waktunya dari biasanya," kata Rudi lega menceritakan pengalamannya.
Rudi bukan satu-satunya yang menikmati jalan tol tersebut. Ada pula Agus, seorang sopir truk yang sampai tertawa lepas ketika membawa kendaraannya menyusuri JTTS.
"Aman, alhamdulillah lewat sini. Kalau lewat bawah kan banyak premannya segala macam. Kalau lewat sini bebas, tidak ada hambatan," ujar Agus yang masih terdengar berlogat sunda terdengar riang menceritakan pengalamannya.
Rudi, Agus, dan masih banyak sopir bus, truk, pengendara mobil pribadi pantas berbahagia. Perjalanan mereka dari melintasi jalur Sumatera kini bisa dilintasi dengan perasaan lebih tenang. Tak ada lagi rasa takut bajing loncat muncul di tengah jalan. Waktu berkendara tak lagi harus menunggu matahari bersinar.
Cerita Dimulai 9 Tahun Lalu
Tol Trans Sumatera yang mulai dibangun sejak 2014 jadi jalan pembuka harapan. Membentang dengan target 2.994 kilometer (Km), JTTS ingin menghadirkan Sumatera sebagai kesatuan pulau yang utuh.
Sembilan tahun silam, tepatnya 30 April 2015 pukul 09.45 WIB, Presiden Joko Widodo memulai pembangunan jalan tol ruas Bakauheni-Terbanggi Besar di Sabah Balau, Lampung Selatan. Dari titik inilah dimulainya proyek besar JTTS yang kelak terhubung sampai Aceh.
Payung hukum pelaksanaan proyek ini diawali terbitnya Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2022. Pemerintah memberi amanat kepada Hutama Karya untuk membangun dan mengembangkan 24 ruas Jalan Tol Trans-Sumatera yang panjang keseluruhannya mencapai 2.840 km dan tahap I akan beroperasi penuh pada 2024. Total investasi untuk proyek ini mencapai Rp538 triliun.
Jelang sisa masa jabatannya, Presiden Joko Widodo pada 14 September 2024 meresmikan tiga ruas tol JTTS. Ketiganya adalah Tol Binjai-Langsa seksi 2 sepanjang 26,2 Km serta Tol Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat seksi 3 dan 4 sepanjang 45,6 Km kilometer. Anggaran pembangunan untuk ketiga ruas tol itu mencapai Rp 17,6 triliun.
Dengan tambahan ruas tol ini, JTTS sudah membentang sejauh 987,45 Km. Sebelum 2025 menjelang, JTTS diharapkan sudah bisa tersambung sampai 1.110 Km.
Tak Sekadar Memangkas Waktu
JTTS tak semata ingin memangkas waktu tempuh. Ada dampak ikutan di belakangnya. Semua demi menghidupkan raksasa Sumatera. Pulau yang akan menjadi roda ekonomi kedua terbesar Indonesia setelah Jawa.
Lihatlah hasil riset PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), `kendaraannnya` Kementerian Keuangan untuk pembiayaan proyek infrastruktur. SMI menemukan potensi dampak ekonomi 11 ruas Tol Trans Sumatera. Semuanya menunjukan hasil menjanjikan.
Dari 11 ruas tol yang dibiayai SMI diproyeksi bakal berdampak pada perekonomian hingga Rp 768 triliun. Sebanyak 671 ribu orang tenaga kerja terserap setiap tahunnya. Angka ini setara 2,4 persen buruh yang ada di Sumatera. Di samping itu, potensi kenaikan pendapatan rumah tangga dari proyek TTS diperkirakan mencapai Rp 119 triliun.
Sylvi J. Gani, Direktur Pembiayaan dan Investasi PT SMI juga menyebut dampak output per tahun karena pembangunan JTTS setara dengan 2,2 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Pulau Sumatera.
Sementara itu, sektor-sektor yang mendapatkan manfaat dari pembangunan JTTS adalah konstruksi sebesar 54 persen, industri pengolahan 22 persen, pertambangan dan penggalian 8 persen, perdagangan besar 6 persen, serta transportasi dan pergudangan 3 persen.
Kemudian juga sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 2 persen, sektor jasa keuangan dan asuransi 1 persen, informasi dan komunikasi 1 persen, jasa perusahaan 1 persen serta pengadaan listrik dan gas 1 persen.
Hitung-hitungan juga datang dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. Think Tank pemerintah dalam urusan rencana pembangunan ini menyebut JTTS siap menjadi koridor kawasan industri dan motor penggerak perekonomian Sumatera. Untuk mendukung kesiapan itu, Kementerian PPN/Bappenas menyarankan agar mengembangkan komoditas unggulan kelapa sawit, kakao, karet, dan kopi, dan hilirisasi komoditas unggulan yang berpotensi memiliki nilai tambah tinggi.
Kedua, mengembangkan potensi pariwisata daerah sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga ikut melaporkan efek domino pembangunan JTTS. Lampung sebagai titik pertama pembangunan jalan tol itu sedang menikmati hasilnya. Ekonomi Provinsi Lampung tumbuh 5,17 persen menguat dibanding tahun 2016 yang sebesar 5,15 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 38,43 persen, sementara Konstruksi serta Informasi dan Komunikasi tumbuh di kisaran angka 10 persen.
Setelah Tol Lintas Sumatra beroperasi pada tahun berikutnya, ekonomi Provinsi Lampung tumbuh 5,25 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017 sebesar 5,16 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 10,49 persen.
Tumbuhnya Pusat Ekonomi Baru
Efek domino JTTS tentu tak cuma angka-angka di atas kertas. Dengarlah pengakuan Wanadi yang ceritanya dimuat di laman neraca.co.id. Dia seorang petani asal Palembang, Sumatera Selatan. Sejak kehadiran JTTS, Wanadi (38) merasakan cuan berlipat dari usaha berjualan sayuran dan buah-buahan hasil kebun miliknya.
Wanadi sebelumnya cuma bisa berjualan rempah, lada, pisang, jengkol, dan sayuran lain di Bakauheni atau Merak. Bukan tak ingin berniaga sampai Jakarta. Dia khawatir hasil kebunnya membusuk di tengah jalan.
"Kini sejak ada tol, distribusi jualan bisa sampai ke pasar induk Kramat Jati dengan harga jual yang lebih mahal," kata Wanadi. Semenjak ada ruas tol Bakauheni-Palembang, Wanadi kini dapat menempuh perjalanan 365 kilometer hanya dalam 4 jam. Sebelumnya dia harus membawa hasil bumi sampai 12 jam.
JTTS tak hanya membantu warga menggapai kota besar lebih cepat. Pintu-pintu keluar gerbang tol JTTS kini menjadi sumber kehidupan baru masyarakat. Tak hanya saat proyek JTTS dikerjakan, dampak itu sudah terasa sejak masa konsesi.
Sektor properti berupa perhotelan, perumahan, pusat perbelanjaan, dan sektor pariwisata seperti restoran dan destinasi wisata adalah salah satu buktinya. Head of Advisory Services Colliers International Indonesia Monica Koesnovagirl dikutip dari Kompas.com menyebut perhotelan dan destinasi wisata yang sebelumnya tak terlihat atau terlupakan, makin menggelit. Keberadaan hotel atau fasilitas akomodasi di titik kawasan pertumbuhan ekonomi baru yang dapat diakses dari exit toll telah melengkapi hotel existing di pusat kota.
Dari data yang disajikan Hotel Investment Strategies LLC, kinerja matriks okupansi atau tingkat penghunian kamar (TPK) hotel dengan klasifikasi bintang 3, 4, dan 5 dari tujuh provinsi di Pulau Sumatera mengalami pertumbuhan dalam kurun 2020-2021.
Rinciannya adalah Aceh dengan peningkatan 4,2 persen dari 25,2 persen menjadi 29,4 persen, Sumatera Utara dari 30,8 persen menjadi 37,5 persen, Sumatera Barat dari 34,0 persen menjadi 42,0 persen, dan Riau yang sebelumnya 32,0 persen meningkat jadi 39,5 persen. Kemudian Jambi dari 34,1 persen menjadi 38,5 persen, Sumatera Selatan dari sebelumnya 40,5 persen bergeser menjadi 48,8 persen, Bengkulu dari angka 38,0 persen menjadi 38,7 persen, dan Lampung dengan perubahan tipis dari 43,8 persen menjadi 43,7 persen.
Pertumbuhan okupansi itu juga dibarengi lamanya tamu menginap mencapai 1,92 malam per kunjungan. Tren serupa juga terjadi pada matriks belanja konsumsi. Pada 2019, belanja konsumsi berada di kisaran Rp788 ribu dan naik menjadi rata-rata Rp855 ribu per kunjungan di 2021.
Tak hanya pebisnis besar yang merasa manfaat kehadiran JTTS. Hutama Karya sebagai kontraktor JTTS melaporkan sudah ada 619 Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) yang beroperasi di 25 rest areal toal Bakter, Tol Terpeka, dan rest area sementara di Tol Pekanbaru-Dumai.
Perputaran roda ekonomi di dalam JTTS ataupun sekitar exit toll ini sejalan dengan temuan penelitian Analisis Dampak Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera Ruas Terbanggi Besar-Gunung Sugih Terhadap Usaha Rumah Makan dan UMKM yang dibuat tiga mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Lampung.
Penelitian itu menemukan lokasi dekat exit tol JTTS ruas Terbanggi Besar berkembang cepat sebagai kawasan bisnis, baik industri perdagangan dan jasa keuangan, maupun lainnya. Kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat sangat bervariasi, mulai dari berdagang degan jenis usaha warung kuliner, warung kelontong, serta hadirnya ATM mini dan e-tol untuk bisnis jasa keuangan.
Perjalanan menyatukan Sumatera lewat JTTS dalam 10 tahun terakhir belum sepenuhnya rampung. Proyek yang sedang dalam proses konstruksi masih terus berjalan. Beberapa ruas jalan tol JTTS juga baru beroperasi. Pengalaman Agus, Rudi Simanjuntak, Wanadi menikmati JTTS hanya gambaran kecil bahwa proyek ini kelak akan membawa manfaat besar bagi seluruh warga Sumatera.