Rosa sebut anggota DPR 2009-2014 sering terima fee proyek Nazaruddin
Mindo Rosalina menyebut beberapa nama anggota DPR yang sering mengamankan proyek-proyek Nazaruddin.
Sidang lanjutan mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin dalam kasus menerima suap untuk memuluskan proyek untuk PT Duta Graha Indonesia dan PT Nindya Karya kembali digelar. Sebanyak enam saksi dari Permai Grup dan PT Duta Graha Indonesia hadir di Pengadilan Tipikor.
Salah satu saksi yaitu Mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri dan manajer marketing PT Permai Grup Mindo Rosalina Manulang mengakui pernah dikenalkan kepada sejumlah anggota DPR di Komisi VIII oleh mantan atasannya Muhammad Nazaruddin.
Dia mengaku diperkenalkan oleh politikus PKB, Abdul Kadir Karding.
Dalam kesaksiannya, Mindo mengakui bahwa Karding dan sejumlah koleganya di Komisi VIII yang mengamankan anggaran di Kementerian Agama.
"Di komisi VIII saya dikenalkan ke Pak Karding (Abdul Kadir Karding) dan Pak Nurul Iman, lalu dikenalkan ke politikus partai Golkar. Mereka ini yang mengamankan di DPR mengenai anggaran di Kementerian Agama," kata Mindo ketika di ruang sidang tipikor, Jakarta, Kemayoran, Rabu (16/12).
Lalu, selain Komisi VIII, Mindo juga mengaku dikenalkan oleh Nazaruddin ke anggota Badan Anggaran maupun ketua komisi, serta koordinator keuangan. Ia membenarkan mereka yang dikenalkan itu ikut bermain proyek dengan Nazaruddin di sejumlah instansi maupun lembaga.
Bahkan, mereka ikut menjadi perpanjangan tangan mantan Bendum Partai Demokrat itu menggarap sejumlah proyek. "Kita kerja sama dengan proyek pada Kementerian Agama, seperti proyek pengadaan Alquran dan Lab IT," katanya.
Menurut Mindo, para anggota DPR 2009-2014 itu mendapatkan fee proyek yang digagas bersama Nazaruddin.
"Kisaran fee yang diterima mereka sekitar 5 persen dari keuntungan proyek. Fee dari keuntungan proyek itu. Kan sudah ada uang awal, karena di DPR itu minta uang di muka terus. (Fee) biasanya 5 persen, lalu kadang nambah 2 persen. Biasanya nanti saya sampaikan ke Pak Nazar kalau ada anggota yang minta," tandas Rosa.
Diketahui sebelumnya, M Nazaruddin dalam kasus menerima suap untuk memuluskan proyek untuk PT Duta Graha Indonesia dan PT Nindya Karya. Nazarudin diduga menerima uang Rp 40,3 Miliar dari PT DGI dan PT Nindya Karya.
"Terdakwa menerima imbalan (fee) cek dari PT Duta Graha Indonesia Rp 23.119.278.000 dan uang Rp 17.250.750.000 dari PT Nindya Karya. Karena terdakwa telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan beberapa proyek pemerintah pada tahun 2010. Proyek tersebut yaitu pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi,Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran(BP21P) Surabaya tahap 3," ucap Jaksa Penuntut Umum KPK, Kresno Anto Wibowo di ruang sidang tipikor, Jakarta, Kamis (10/12).
Nasarudin diketahui melakukan beberapa kali pertemuan oleh pihak PT DGI yaitu Dudung dan Muhammad El Idris. Mereka bertemu untuk minta bantuan kepada Nazarudin agar PT DGI bisa mendapatkan proyek yang dibiayai dari dana anggaran pemerintah tahun 2010.
"Kemudian terdakwa menyanggupi dan terdakwa meminta imbalan sebesar 21-22 persen dari hasil nilai proyek," tambahnya.
Tak hanya itu, Nazarudin juga meminta imbalan kepada PT Nindya Karya agar bisa mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya yang akan dianggarkan pada tahun 2010.
"Atas permintaan yang dimaksud,terdakwa meminta imbalan dari PT Nindya Karya sekitar 22 persen dari nilai proyek,"tambahnya.
Lalu, menurut JPU KPK, Nazarudin selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 seharusnya tidak boleh menerima gratifikasi.
"Kemudian, terdakwa telah melanggar pasal 5 dan 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara, Pasal 208 ayat 3 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Daerah Pasal 281 ayat (3) tentang Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi," bebernya.