Rumah nenek yang dibongkar di Bandung ternyata sewa
Pemilik menyebut bahwa eksekusi dilakukan sesuai prosedur.
Prahara kepemilikan sebidang tanah dan bangunan yang terdiri dari rumah dan hotel di Jalan Otto Iskandardinata Nomor 11 a Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung berbuntut panjang. Mok Kimiati (79) kemarin tiba-tiba mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Bandung menanyakan eksekusi rumah yang dilakukan sepihak.
Pemilik menyebut bahwa eksekusi dilakukan sesuai prosedur. Status kepemilikan rumah tersebut juga dipastikan menjadi milik Nyayu Saadah. Adapun Kimiati hanya menyewa di lahan yang berdiri di atas 86 tumbak itu.
Hal itu disampaikan Kuasa hukum Saadah, Balyan Hasibuan di Bandung, Kamis (1/5) menanggapi pemberitaan soal eksekusi rumah itu yang diadukan ke PN Bandung. "Apa yang disebutkan oleh pihak Kimiati adalah tidak benar, mereka itu menyewa statusnya," tegasnya.
Dia menjelaskan lahan tersebut menjadi sengketa dan bergulir pada 2005 lalu. Kliennya sejak itu dilaporkan anak Kimiati yakni Suryadi Senjaya ke Polres Bandung Tengah dengan sangkaan pemalsuan surat hibah yang dimiliki kliennya.
Penyidik akhirnya menetapkan Saadah menjadi tersangka dengan sangkaan Pasal 263 dan 266 KUHPidana. Kasus tersebut pun berlanjut dalam persidangan di PN Bandung dengan putusan bebas dan menyatakan bahwa surat hibah milik kliennya asli. Namun JPU mengajukan kasasi pada 27 November 2007 dan hasilnya tetap bebas.
"Lalu berlanjut jaksa mengajukan PK ke MA pada tanggal 13 Oktober 2009, dan hasilnya klien kita, Bu Saadah, dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan pemalsuan," jelasnya.
Babak baru dimulai, Saadah mengajukan PK terhadap PK sebelumnya. Alhasil dalam proses hukum tersebut Saadah dinyatakan tidak terbukti melakukan pemalsuan dan dinyatakan bebas dari hukum. "Nah mereka itu berpegangan terhadap hasil PK awal. Padahal sejak tahun 2006 bangunan dan tanah itu sudah kosong. Karena kita dinyatakan tidak bersalah," ungkapnya.
Soal eksekusi yang dilakukan pada Desember 2012 dia memastikan sudah mengantongi izin. Dan secara hukum tanah serta bangunan sudah menjadi hak milik kliennya.
"Dan sebelum dibongkar juga mereka sudah membereskan barang-barangnya. Sudah ditumpuk dan dibungkus rapi," terangnya.
Jadi ia memastikan seperti apa yang ada di pemberitaan bahwa saat meninggalkan rumah tiba-tiba dieksekusi. "Bohong itu semua sudah ada prosedur, mereka juga tahu eksekusi itu, bahkan barangnya sudah dikemas dan pembongkaran itu dilakukan pemilik berdasarkan putusan PK yang menyebut surat hibah itu asli."
Dia juga mempertanyakan keluarga Kimiati sempat melaporkan kasus yang sama mengenai dugaan pemalsuan surat hibah kepada Polda Jabar pada 9 Juli 2013 lalu. Namun sesuai dengan Pasal 476 KUHPidana hal itu tidak bisa kembali diproses lantaran sudah memiki kekuatan hukum tetap alias inkrah.
Dari beberapa fakta yang ada, Baylan berani memastikan jika kliennya adalah pemilik resmi dari tanah dan bangunan tersebut. Dalam kesempatan itu ia juga memperlihatkan sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan.
"Kami punya semua bukti yang ada. Sertifikat pun kami pegang," tegasnya.