Saat imigran gelap Sri Lanka mulai bertingkah
Mereka ingin turun dari kapal karena mengklaim pengungsi. Imigran itu juga meminta BBM sebanyak 7 ton.
Persoalan imigran Sri Lanka terdampar di Pantai Pulo Kapok, Lhoknga, Aceh Besar, masih menjadi sorotan. Pemerintah Provinsi Aceh menolak mereka turun dari kapal lantaran status mereka dianggap abu-abu.
Meski demikian, Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Sosial tetap mengirim sembako buat para imigran gelap Sri Lanka. Sembako sudah dipaketkan itu diberikan berisi mi instan, roti, minyak goreng, gula, dan sejumlah makanan lainnya. Termasuk memberikan pakaian baik laki-laki maupun perempuan, dan pakaian anak-anak.
Kapal itu memuat 44 imigran, terdiri dari 22 lelaki, 13 perempuan, dan sembilan anak. Petugas sempat menggiring kapal itu ke tengah laut dan diminta melanjutkan perjalanan. Namun, kapal itu tidak mau berangkat.
Kepala Kesbangpolinmas, Nasir Zalba mengatakan, Dinas Sosial hanya memiliki anggaran memberikan stok makanan kepada imigran gelap Sri Lanka.
"Ini bantuan sedikit berupa makanan, sembako untuk bekal mereka dalam perjalanan nantinya," kata Nasir Zalba, di Lhoknga, Aceh Besar.
Meski demikian, para imigran meminta Pemprov Aceh memberikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak tujuh ton. Menurut Nasir, mereka tidak mengabulkan permintaan itu dengan alasan tidak memiliki anggaran buat BBM. Pemprov Aceh hanya bersedia memberikan satu ton BBM.
"Lalu kita penuhi permintaan mereka, kita berikan minyak satu ton, tetapi mereka menolak satu ton, tetapi tetap ngotot minta tujuh ton," ujar Nasir.
Setelah berunding, Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, akhirnya meloloskan permintaan BBM itu.
"Sudah kita bantu, minyak tujuh ton beserta makanan. Cukuplah untuk beberapa hari di laut," ucap Muzakir.
Menurut Muzakir, para imigran Sri Lanka terdampar di Aceh ternyata bukan pelarian atau pengungsi.
"Karena bukan pelarian, mereka sindikat, ya kita enggak bisa bawa mereka ke darat," kata Muzakir, saat berkunjung ke lokasi terdampar imigran gelap Sri Lanka, kemarin.
Muallem, sapaan akrab Muzakir Manaf, mengaku sudah berusaha menghubungi Kapolda, Pangdam Iskandar Muda, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, dan Wali Nanggroe. Namun, mereka tidak menyetujui para imigran diperbolehkan turun dari kapal.
"Kita sudah berusaha, tetapi apa mau dikata, saya ikut perintah instruksi Jakarta, saya hanya seorang," ujar Muzakir.