Saat Pimpinan KPK Betah Menjabat Mau Nambah Durasi
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron ingin durasi masa jabatan diperpanjang menjadi 5 tahun dari seharusnya 4 tahun. Lantaran inginnya diperpanjang, Nurul Ghufron sampai mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron ingin durasi masa jabatan diperpanjang menjadi 5 tahun dari seharusnya 4 tahun. Lantaran inginnya diperpanjang, Nurul Ghufron sampai mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Nurul Ghufron membenarkan dirinya memperbaiki isi uji materi atau judical review Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke MK. Ghufron diketahui mengajukan gugatan UU KPK ke MK sejak Oktober 2022.
-
Bagaimana Nurul Ghufron merasa dirugikan oleh Dewan Pengawas KPK? "Sebelum diperiksa sudah diberitakan, dan itu bukan hanya menyakiti dan menyerang nama baik saya. Nama baik keluarga saya dan orang-orang yang terikat memiliki hubungan dengan saya itu juga sakit," Ghufron menandaskan.
-
Kenapa Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? Wakil ketua KPK itu menyebut laporannya ke Bareskrim Mabes Polri sehubungan dengan proses etik yang tengah menjerat dirinya karena dianggap menyalahkan gunakan jabatan.
-
Kenapa Nurul Ghufron menggugat Dewas KPK di PTUN? Ghufron sendiri sempat meminta kepada Dewas untuk menunda sidang etiknya. Namun Dewas kukuh untuk tetap menggelar sidang etik. "Apakah Dewas sudah mengantisipasi? Sangat mengantisipasi. Tapi perlu diketahui hal-hal yang memang kita tidak bisa melakukan persidangan kalau itu harus dipenuhi. NG pernah tidak hadir, tapi kemudian hadir," ucap ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan di gedung Dewas KPK, Selasa (21/5).
-
Kapan Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? "Saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024 ke Bareskrim dengan laporan dua pasal, yaitu Pasal 421 KUHP adalah penyelenggara negara yang memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP, itu yang sudah kami laporkan," ungkap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5).
-
Bagaimana Dewan Pengawas KPK memberikan sanksi kepada Nurul Ghufron? Dewas KPK kemudian menyatakan memberikan sanksi sedang kepada Nurul Ghufron berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama enam bulan.
-
Bagaimana Dewas KPK menilai perbuatan Nurul Ghufron? Alhasil Dewas KPK menilai Ghufron melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021. Aturan dimaksud mengatur soal integritas insan KPK yang menjadi sebuah komitmen untuk tidak dilakukan atau larangan, berikut bunyinya;"b. menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi dan/atau golongan."
Dia ingin menguji Pasal 29 huruf e UU KPK. Dalam pasal itu disebutkan syarat menjadi pimpinan KPK adalah berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Dalam UU KPK yang lama disebutkan syarat menjadi pimpinan KPK minimal 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun. Ghufron yang lahir pada September 1974 ini merasa dirugikan dengan pasal tersebut lantaran menghalangi dirinya yang ingin kembali menjadi pimpinan KPK.
Kini Ghufron memperbaiki permohonan gugatan dengan meminta MK turut menguji Pasal 34 UU KPK ke MK. Pasal ini menyebutkan 'pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali untuk sekali masa jabatan'.
Ghufron ingin masa jabatan pimpinan KPK serupa dengan kementerian lainnya, yakni 5 tahun. "Saya meminta keadilan sesuai UUD 45 Pasal 27 dan Pasal 28 D, agar masa jabatan pimpinan KPK disamakan dengan 12 lembaga negara nonkementerian lainnya," ujar Ghufron.
Ghufron menjelaskan alasannya meminta masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun. Dia menyebut masa jabatan presiden dan wakil presiden sesuai Pasal 7 UUD 1945 adalah lima tahun. Dengan demikian, seharusnya periodisasi masa pemerintahan adalah lima tahun.
"Periodisasi perencanaan pembangunan nasional sebagaimana UU 25/2004 adalah RPJPN 25 tahun, RPJMN 5 tahun ini akan berkonsekuensi pada perencanaan monitoring dan evaluasi pembangunan, maka jika program pemberantasan korupsi 4 tahunan akan sulit dan tidak sinkron evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsinya," kata Ghufron.
Selain itu, Ghufron menyebut 12 lembaga negara nonkementerian atau auxiliary state body lain seperti Komnas HAM, Ombudsman, Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan lainnya memiliki periodisasi kepemimpinan selama 5 tahun.
"Karenanya akan melanggar prinsip keadilan sebagai mana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 (inskonstitusional) jika tidak diperbaiki atau disamakan," jelas Ghufron.
Dia mengatakan sudah mengajukan uji materi atau judicial review mengenai masa jabatan pimpinan KPK ini sejak Oktober 2022 lalu. Setelah melalui proses pemeriksaan awal, berkas uji materinya dinyatakan lengkap pada 24 November 2022.
"Proses sidang keterangan dari DPR dan presiden sudah, pembuktian ahli sudah dan juga sudah kesimpulan. Saat ini kami sedang menunggu pembacaan keputusan. Kami tidak tahu kapan putusan akan dibacakan menunggu jadwal dari kepaniteraan MK," katanya.
Anggota Komisi III DPRD Arsul Sani tidak sepakat masa jabatan pimpinan KPK ditambah menjadi lima tahun. Masa kepemimpinan lembaga antirasuah menjadi lima tahun itu tengah diperjuangkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dengan mengajukan gugatan ke MK.
Arsul menyebut masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun yang saat ini berjalan sudah cukup. Bahkan menurut politisi PPP ini bisa dikurangi menjadi tiga tahun.
"Saya kira itu sudah pas bahkan kalau perlu dikurangi menurut saya jangan empat tahun cukup tiga tahun aja pimpinan KPK yang akan datang itu," ujar Arsul.
Alasan masa jabatan pimpinan KPK cukup empat bahkan dikurangi tiga tahun, kata Arsul, guna mencegah penyalahgunaan wewenang jabatan atau abuse of power penegak hukum. Sebab menurut Arsul, potensi abuse of power itu tinggi ketika jabatan itu berlangsung cukup lama.
"Kenapa? Supaya orang itu kalau punya kewenangan, apalagi kewenangannya itu dilengkapi dengan upaya paksa, makin lama menjabat itu potensi ini baru potensi ya, potensi abuse of powernya itu juga tinggi," ujar Arsul yang juga Wakil Ketua MPR ini.
Maka dari itu, menurut Arsul, potensi abuse of power dapat dikurangi dengan cara mengurangi masa jabatan.
"Salah satu cara untuk mengurangi potensi abuse of power itu ya adalah dengan mengurangi masa jabatannya itu," kata Arsul.
Juru bicara Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan gugatan itu merupakan urusan pribadi.
"Sudah dijelaskan itu bahwa sikap pribadi dari Bapak Nurul Ghufron. Sebagai warga negara dia kan punya hak konstitusi, untuk menguji ke MK. Jadi kita harus pisahkan dulu, apakah ini kebijakan kelembagaan KPK atau pribadi," ujar Kabag
Ali menegaskan tindakan Ghufron yang menggugat UU KPK bukan dari sikap kelembagaan. Menurut Ali, sebagai warga negara, Ghufron yang merasa dirugikan dengan isi beleid itu berhak menggugatnya ke MK.
"Ini adalah gugatan yang diajukan pak Nurul Ghufron secara pribadi, bukan kelembagaan. Jadi harus dipisahkan," kata Ali.
Dia menyebut gugatan yang dilayangkan Nurul Ghufron tak akan mengganggu kinerja pemberantasan korupsi. Lagi pula, menurut Ali, KPK telah memiliki sistem di dalamnya dan tak terpengaruh siapa pun pimpinannya nanti.
"Tentu kami punya program, bahkan punya peta jalan yang sudah kami susun untuk tahun 2045, 100 tahun Indonesia merdeka, sudah kami susun. Dan tentu nanti akan berkesinambungan kerja-kerja KPK," kata Ali.
"Siapa pun pimpinan KPK, nanti akan menjalankan satu peta jalan yang kemudian sudah kami susun, kan gitu, bagaimana upaya pencegahan, penindakan, dan antikorupsi harus dilakukan secara berkesinambungan, siapa pun pimpinannya," Ali menandaskan.
(mdk/eko)