Saksi ahli sebut pemohon tidak layak gugat wewenang Polri buat SIM
La Ode Husen berpendapat pemohon tidak memiliki legal standing yang jelas karena tidak ada kerugian konstitusional.
Saksi ahli pemerintah dalam gugatan kewenangan Polri terkait pembuatan SIM dan STNK, La Ode Husen berpendapat pemohon tidak memiliki legal standing yang jelas karena tidak ada kerugian konstitusional untuk menggugat UU No 22/2009 tentang Angkutan Jalan.
"Saya berpendapat, para pemohon tidak punya legal standing karena tidak jelas kerugian konstitusionalnya apa sehingga harus menggugat UU Polri dan UU LLAJ ini. Karena tidak jelas menguraikan kerugian yang nyata, maka ini tidak layak, tidak patut mengajukan uji materi," kata La Ode dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (13/10).
Dia berpendapat bahwa kepolisian telah menunjuk satuan bawahan guna membuat SIM dan STNK. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 9 tahun 2012.
"Dengan demikian kewenangan ini tidak menjadi objek pengujian di MK. Objek permohonan ini menjadi kabur," lanjutnya.
Sebelumnya para penggugat dari warga perorangan dan gabungan LSM meminta MK membatalkan pasal 64 ayat 4 dan 6, pasal 67 ayat 3, pasal 68 ayat 6, pasal 69 ayat 2 dan 3, pasal 72 ayat 1 dan 3, pasal 75, pasal 85 ayat 5, pasal 87 ayat 2, pasal 88 yang tertuang dalam UU No 22/2009 tentang Angkutan Jalan. Pasal itu berisi soal wewenang Polri dalam mengeluarkan SIM, STNK dan BPKB. Mereka menilai, wewenang Polri itu bertentangan dengan pasal 30 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat. Kewenangan membuat SIM dan STNK seharusnya menjadi kewenangan kementerian atau departemen.