Saksi ahli sebut penetapan Setnov tersangka tidak sah jika gunakan bukti lama
Saksi ahli pidana dari kubu Setnov, Mudzakir mengatakan, bukti lama yang digunakan KPK sebelumnya pernah diberikan dalam praperadilan pertama. Dan dalam sidang tersebut telah Hakim Cepi Iskandar telah memutuskan penetapan tersangka mantan Ketua DPR itu oleh lembaga antirasuah dianggap tidak sah.
Penetapan tersangka kepada Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kasus korupsi e-KTP dinilai tidak sah. Alasannya karena penetapan tersangka untuk kedua kalinya ini tidak menunjukkan adanya bukti baru.
Saksi ahli pidana dari kubu Setnov, Mudzakir mengatakan, bukti lama yang digunakan KPK sebelumnya pernah diberikan dalam praperadilan pertama. Dan dalam sidang tersebut Hakim Cepi Iskandar telah memutuskan penetapan tersangka mantan Ketua DPR itu oleh lembaga antirasuah dianggap tidak sah.
Untuk itu, dia meminta kepada KPK untuk menyertakan bukti baru dalam penetapan tersangka Setnov kali ini. Jika tidak maka penetapan tersebut tidak sah.
"Dengan bukti baru yang harus disampaikan, kalau di praperadilan harus ada novum, kalau tidak ada berarti tidak sah," kata Mudzakir saat memberi keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Senin (11/12).
Mudzakir menilai, KPK tergesa-gesa menetapkan Setnov kembali menjadi tersangka jika belum menemukan bukti baru dalam kasus korupsi yang merugikan negara sebesar 2,3 triliun tersebut.
"Apakah praperadilan kedua ini? Memaksakan diri, jangan tergesa-gesa menetapkan tersangka kalau tidak ada bukti baru," tutur Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
Dia melihat, KPK selaku pihak termohon akan sia-sia bila menggunakan bukti yang dinyatakan tidak sah dalam putusan praperadilan sebelumnya.
"Bukti lama itu tidak bisa diulang, harus punya bukti baru kuat untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," ungkapnya.
"Kalau bukti yang lama diulangi lagi ya tidak bisa. Bukti orang lain dimasukkan juga tidak bisa, harus bukti si tersangka (Setnov) ini. Kalau hanya yang lama dipakai lagi ya tidak usah dipraperadilankan. Itu nggak sah dengan sendirinya," tutup Mudzakir.