Saksi Ungkap Hakim Agung Nonaktif Gazalba Beli Vila Rp2,05 Miliar di Bogor Secara Tunai
Hal itu terungkap pada sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/7)
Saksi kasus dugaan korupsi penanganan perkara di Mahkamah Agung, Diana Siregar, menyebutkan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh membeli sebuah vila di Cariu, Bogor, Jawa Barat dengan luas 4.000 meter persegi senilai Rp2,05 miliar secara tunai pada tahun 2020.
- Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Jalani Sidang Tuntutan Hari Ini
- Hakim MA Nonaktif Gazalba Pinjam KTP Anak Buah buat Tukar Duit di Valas Sampai Sekarang Belum Dikembalikan
- Siasat Hakim MA Nonaktif Gazalba Samarkan Duit Hasil Korupsi, Beli Alphard Numpang KTP Orang
- Akal Bulus Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh, Tukar Valas Rp6,5 Miliar Pakai KTP Asisten
Hal itu terungkap pada sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (29/7). Diana mengatakan vila tersebut merupakan milik pribadinya yang dijual karena sudah tidak cocok lagi dengan lokasi vila itu.
Dalam proses penjualan, Diana mengaku pada awalnya menawarkan vila miliknya kepada seorang agen properti bernama Yuli Wang.
"Lalu Yuli Wang telepon saya kalau ada kliennya yang berminat membeli vila, yaitu Pak Gazalba," ucap Diana yang merupakan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dilansir Antara.
Dia bercerita pada awalnya tidak mengetahui profesi Gazalba yang merupakan Hakim Agung. Namun, setelah mencari tahu lebih lanjut mengenai profil Gazalba, barulah ditemukan profesinya saat itu.
Diana menuturkan pada awalnya menawarkan vila tersebut dengan harga Rp3,5 miliar kepada Gazalba, tetapi karena sertifikat yang dimiliki vila tersebut baru berstatus sertifikat hak guna bangunan maka Gazalba menawar harganya menjadi Rp2,05 miliar dan disepakati.
Saat membayarkan uang muka pembelian vila, Gazalba mengirimkan uang Rp100 juta melalui transfer ke rekening Diana. Namun, saat melunasi pembayaran, Gazalba membayarkan uang pembelian vila itu secara tunai.
Dia menyebutkan pada awalnya tidak mau menerima uang tersebut karena tak berani memegang uang tunai sebesar itu, sehingga dia bersama Gazalba pun pergi ke bank untuk menyetorkan uang itu ke rekening Diana.
"Jumlahnya Rp1 miliar yang disetorkan ke bank, sementara sisanya itu sebesar Rp952 juta berbentuk dolar Singapura kami tukarkan di money changer untuk dimasukkan ke rekening saya," ucap Diana.
Dalam kasus dugaan korupsi penanganan perkara di MA, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.
Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18 ribu dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.
Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.
Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.