Selama 8 Bulan Medsos Produksi 770 Hoaks, 181 Konten soal Politik
Selama 8 Bulan Medsos Produksi 770 Hoaks, 181 Konten soal Politik. Sayang, kata Rudiantara, bukan perkara mudah membendung hoaks. Terlebih di tahun politik jelang Pilpres 2019. Meski sudah ada upaya melalui Undang-Undang (UU) ITE.
Terhitung sejak Agustus 2018 hingga Maret 2019 ini, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mencatat sudah ada 770 konten hoaks 'mencemari' dunia maya. 181 Itemnya 'meracuni' pikiran masyarakat melalui isu politik.
Menurut Menteri Kominfo, Rudiantara, jelang pencoblosan Pemilu 17 April, penyebaran hoaks makin masif di media sosial. "Bulan Febuari saja, ada 353 (hoaks),. Makin ke sini (mendekati Pemilu) makin banyak," ungkapnya usai MoU dengan Muslimat NU di Desa Gempol, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Minggu (10/3).
-
Apa yang dilakukan Rumiyati Ningsih di media sosial? Jadi Seorang Selebgram Tuh, beda banget sama suaminya yang kerja di film, Rumiyati malah asyik banget di sosmed, sekarang jadi selebgram nih.
-
Kata-kata lucu apa yang dibagikan di media sosial? Kata-Kata lucu yang dibagikan di medsos bisa menjadi hiburan bagi orang lain.
-
Bagaimana Ria Ricis menyapa awak media? Ria Ricis juga menyampaikan ucapan selamat berpuasa kepada para awak media yang hadir di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kemudian, ia meminta maaf karena harus segera mengikuti proses sidang. "Selamat berpuasa semuanya, maaf, maaf, maaf," ujar Ricis.
-
Apa yang diklaim oleh informasi yang viral di media sosial mengenai Pertalite? Viral di media sosial yang mengeklaim bahwa mulai 1 September 2024 Pertalite tidak dijual lagi di SPBU Pertamina. Berikut narasinya: "Mulai 1 September 2024 Pertalite tidak akan dijual lagi di SPBU Pertamina.Wacana soal bensin paling murah ini memang sudah mulai ramai sejak bulan lalu, mulai dari rencana dihapus sampai dibatasi."
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kata-kata apa yang sering ditemukan di media sosial? "Kata-kata hari ini adalah kalimat yang sering diucapkan di medsos. Biasanya orang yang mendapatkan pertanyaan ini akan mengungkapkan sebuah kalimat inspiratif yang memotivasi orang."
"Sekarang sudah Maret, (jumlahnya sudah) 770-an, kalau tidak salah ya, eh, itu paling banyak 181 berkaitan dengan masalah politik. Ya mungkin ini sejalan dengan Pemilu," sambungnya.
Sayang, kata Rudiantara, bukan perkara mudah membendung hoaks. Terlebih di tahun politik jelang Pilpres 2019. Meski sudah ada upaya melalui Undang-Undang (UU) ITE berikut sanksinya, berita bohong, fitnah dan sebagainya tetap menjamur di media sosial.
Maka, sebut Rudiantara, diperlukan strategi lebih jitu untuk menghalau penyebaran hoaks. "Menurut saya cara yang efektif, daripada kita hanya di dunia maya melakukan penyisiran, penutupan, dan lain sebagainya, yang harus kita lakukan adalah di hulu," terang Rudiantara.
Misalnya, katanya, sosialisasi langsung ke masyarakat. :Kami selalu mengadakan di daerah, di kampung-kampung dengan mengadakan Petunra, Pertunjukan Rakyat, wayangan sampai malam, sampai dini hari, itu rutin kami lakukan," akunya.
Muslimat NU Jadi Lokomotif
Namun, menurut Rudiantara, kegiatan itu belum cukup jika belum menyentuh ibu-ibu Muslimat. Karena Banom Nahdlatul Ulama (NU) ini memiliki komunitas sangat besar. Anggotanya mencapai sekitar 30 juta se-Indonesia. Sehingga bisa menjadi lokomotif dalam memerangi hoaks.
Kemudian setelah berkomunikasi dengan Ketum PP Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, ungkap Rudiantara, pihaknya menggelar MoU Perang Melawan Hoaks yang kali pertama di Jawa Timur. Dan itu dilakukan di Nganjuk.
"Memang di Jatim saya baru berkesempatan dengan Ibu Khofifah," katanya.
Nanti, masih kata Rudiantara, Kominfo akan tetap melakukan sosialisasi ke sejumlah daerah di Jawa Timur. "Jadi ini kan yang pertama, barangkali Nganjuk, tapi pasti bukan yang terakhir," ungkapnya lagi.
Sehingga, dengan bekal literasi dari Kominfo, ibu-ibu Muslimat NU pandai memilih dan memilah konten berita di media sosial, kemudian menyosialisasikannya ke masyarakat. "Tadi saya katakan secara keanggotaan (Muslimat NU) kurang lebih 30 juta, kalau 30 juta dia bisa membangun satu keluarga, ada empat saja, sudah 120 juta," katanya.
Nah, katanya lagi, bayangkan dengan jumlah 120 juta masyarakat Indonesia yang ikut memerangi hoaks, fitnah, gibah, namimah (adu domba), dan lain sebagainya itu, tentu pekerjaan akan semakin efektif. "Itu yang kita harapkan, jadi ini memang bagian program dari pemerintah," tandasnya.
Sementara Khofifah yang juga gubernur Jawa Timur mengaku khawatir jika hoaks tidak segera diperangi, bisa berakibat buruk, yaitu perpecahan. "Karena yang satu dengan yang lain kemudian berpraduga kurang baik, satu dengan yang lain kemudian saling melemahkan," katanya khawatir.
Bahkan, masih menurut Khofifah, masyarakat yang terpapar hoaks bisa saling menafikkan, bahkan membolak-balikkan fakta. "Pasti itu akan sangat kontra produktif bagi produktifitas bangsa. Dan saya khawatir kalau itu tidak direm, tidak dihilangkan, tidak disadari, itu berdampak pada disintegrasi bangsa," ucapnya.
Baca juga:
PWNU DIY Ajak Masyarakat Tak Kotori Pemilu dengan Politik Uang dan Hoaks
Jelang 40 Hari Pilpres, Jokowi Minta Pendukungnya Militan Lawan Fitnah dan Hoaks
Unggah Video Lama Jokowi Bagi Sembako, Ketua BPD Prabowo Kota Bogor Diperiksa Bawaslu
Menkominfo Sebut Jumlah Berita Hoaks Terus Melonjak, Terbanyak Soal Politik
Bareskrim Periksa TKN Jokowi soal 3 Laporan Hoaks Serang Jokowi
Bareskrim Telusuri Akun Opposite6890 yang Tuding Polri Kerahkan Buzzer Pilpres