Selesai di Dewan Pers, Seharusnya Diananta Tidak Dihukum
Sengketa pemberitaan ini sesungguhnya sudah selesai di Dewan Pers. Di mana keputusannya menyebutkan bahwa media yang memuat artikel tersebut harus bertanggung jawab.
Mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits.id, Diananta Putera Sumedi divonis bersalah oleh majelis hakim atas berita berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel' yang terbit 9 November 2019. Hakim menjatuhkan vonis penjara 3 bulan 15 hari, dan wajib membayar biaya perkara Rp 2.500.
Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun menilai, Diananta dikriminalkan hanya karena perusahaan media tempatnya bernaung tidak berbadan hukum. Sengketa pemberitaan ini sesungguhnya sudah selesai di Dewan Pers. Di mana keputusannya menyebutkan bahwa media yang memuat artikel tersebut harus bertanggung jawab.
-
Bagaimana Pakta Warsawa dibentuk? Pakta Warsawa, atau Pakta Pertahanan Bersama Warsawa, dibentuk pada 14 Mei 1955 di Warsawa, Polandia.
-
Siapa Pak Warnoto? Saat ditemui, Pak Warnoto baru pulang dari ladangnya.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan pengumuman calon wakil presiden Ganjar Pranowo? PDI Perjuangan bersama partai koalisi secara resmi mengumumkan nama bakal calon wakil presiden Mahfud MD untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo, Rabu, 18 Oktober 2023.
-
Kapan Dewan Banteng resmi dibentuk? Sebanyak 612 anggota aktif dan pensiunan menyetujui pembentukan Dewan Banteng ini yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein. Dewan Banteng resmi terbentuk pada tanggal 25 November 1956.
-
Kapan Jenderal Wismoyo menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD? Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar menjabat Kepala Staf TNI AD dari tahun 1993 sampai 1995.
"Kalau penyelesaian melalui UU Pers sudah dijalankan di Dewan Pers. Di sana diputuskan bahwa tanggung jawab berita ada pada Kumparan. Diananta dikriminalkan karena dia menulis di medianya yang tidak berbadan hukum pers meski juga memuatnya di Kumparan. Karena itu dia dijerat dengan UU ITE," katanya kepada merdeka.com, Selasa (11/8).
"Mestinya, medianya yang bertanggungjawab bukan penulisnya," ucapnya.
Hakim seharusnya mempertimbangkan putusan Etik Dewan Pers yang sudah disampaikan ahli pers, Wina Armada Sukardi. Tetapi, dasar putusan hakim tetap berpijak pada UU ITE, dan itu independensi hakim.
"Dalam MoU Dewan Pers dan Kapolri, sejauh barang bukti adalah karya jurnalistik harus diselesaikan di Dewan Pers," tegasnya.
"Kemarin itu Polisi, Jaksa, dan Hakim, menilai yang ditulis itu bukan karya jurnalistik karena media Diananta tidak berbadan hukum," ucapnya.
Namun Dewan Pers tidak bisa ikut campur dalam proses peradilan. Dewan Pers hanya memiliki kewenangan ke dalam internal perusahaan medua. Dari kasus ini Dewan Pers kembali meminta agar semua pihak yang keberatan dengan karya jurnalistik, menggunakan mekanisme yang diatur UU Pers. Yakni penyelesaian di Dewan Pers.
Sementara itu, kuasa hukum Diananta, Bujino A Salan menuturkan, hakim dalam putusannya menyebut kliennya telah melanggar Pasal 45 a ayat 2 UU ITE.
"Jadi pertimbangan majelis, Banjarhits bukan badan hukum. Kedua, berdasarkan Nomor 5 Dewan Pers bahwa terdakwa dinyatakan bersalah telah dilakukan pelanggaran kode etik Pasal 8. Karena langgar kode etik, mengacu dari PPR itu sendiri, sehingga dia dikategorikan. Banyak pertimbangan lain seperti tidak punya kartu wartawan, tidak ada verifikasi dewan pers. Intinya mengacu dua hal itu," katanya saat dihubungi merdeka.com, Selasa (11/8).
Dia menyayangkan lantaran jaksa tidak menghadirkan saksi ahli yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan. Diakui, hal itu wajar terjadi. Namun dirasa tidak etis.
Selain itu, dia juga menyoroti vonis hakim terhadap Diananta. Seharusnya, sesuai keputusan dewan pers, yang bertanggung jawab adalah perusahaan media. Bukan pribadi. Namun karena perusahaan media tempat Diananta bernaung tidak berbadan hukum, maka yang bertanggungjawab adalah pribadinya. Diananta dikenakan UU ITE.
Dari kasus ini, dia meminta Dewan Pers melihat kembali celah dalam UU Pers karena yang berpotensi mengancam kebebasan pers. Ada celah penyelesaian sengketa pemberitaan melalui jalur lain. Di luar dewan pers. Sehingga ditafsirkan proses penyelesaian melalui jalur hukum.
"Di dalamnya, jika ada yang keberatan, boleh upaya hukum lain. Upaya hukum lain yang ditafsirkan oleh jaksa, polisi, hakim adalah bisa perdata atau pidana, celah itu. Mestinya setelah selesai Dewan Pers tak ada lagi penyelesaian hukum lain. Harusnya kalau sudah selesai di Dewan Pers, tidak ada lagi. Perlu diusulkan UU pers ada hak kekebalan bagi wartawan yang menjalankan jurnalistik. Tidak boleh dipidana atau dituntut hukum," bebernya.
Terkait langkah hukum lanjutan dari vonis hakim, pihaknya masih pikir-pikir.
"Tinggal 9 hari lagi bebas jika dia menerima. Sekarang kita masih tunggu, kalau dia terima, 9 hari lagi dia keluar. Dipotong hari ini tinggal 8 hari. Kalau dia banding, dia harus perpanjangan penahanan oleh pengadilan tinggi hingga ada putusan pengadilan tinggi," ucapnya.