Sejarah Komando Divisi Banteng, Dari Perannya Melawan Kolonial Belanda Hingga Lahirnya Dewan Era PRRI
Sebuah komando militer yang dibentuk saat masa perjuangan kemerdekaan di Sumatera Tengah ini awalnya untuk memerangi para penjajah Belanda setelah PD II.
Sebuah komando militer yang dibentuk saat masa perjuangan kemerdekaan di Sumatera Tengah ini awalnya untuk memerangi para penjajah Belanda setelah PD II.
Sejarah Komando Divisi Banteng, Dari Perannya Melawan Kolonial Belanda Hingga Lahirnya Dewan Era PRRI
Komando Divisi IX Banteng dibentuk untuk memerangi penjajah Belanda yang meliputi empat provinsi saat ini, yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau. Mereka memiliki banyak jumlah pasukan karena adanya Sekolah Pendidikan Opsir di Bukittinggi.
Peran Komando Divisi Ix Banteng ini cukup penting di masa-masa kemerdekaan Indonesia, terlebih setelah Perang Dunia II usai. Pihak Belanda kembali mencoba memasuki wilayah Indonesia dan melakukan Agresi yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I dan II. (Foto: Wikipedia)
-
Kapan Belanda pertama kali datang ke Banten? Dilandir dari laman bataviadigital.perpusnas.go.id, pasukan Belanda mulanya mendarat di Pelabuhan Banten pada 1596.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Siapa yang memimpin perlawanan melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
-
Mengapa Pangeran Diponegoro melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
-
Mengapa Belanda membangun pertahanan di Banten? Meriam tersebut turut menggambarkan adanya jejak pertahanan militer di wilayah perairan laut Jawa, di mana ketika itu Daendels membangun antisipasi militer di selat Sunda untuk menghalau pasukan Inggris.
-
Siapa yang memimpin perlawanan di Banten? Perang Banten pada 1628-1629, yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin yang ketika itu menjadi pemimpin kerajaan.
Dengan adanya Komando Divisi IX Banteng ini rupanya tak berujung baik. Ketika komando militer ini dibubarkan, mantan perwira dan prajurit ini justru membentuk Dewan Banteng atas kekecewaan terhadap pemerintah pusat.
Lantas, seperti apa perjalanan Komando Divisi Banteng dan bagaimana perubahannya menjadi perkumpulan bernama Divisi Banteng ini? Simak informasi selengkapnya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut.
Pengurangan Prajurit
Setelah peperangan kemerdekaan, pada awal tahun 1950-an pasukan-pasukan ini banyak dikirim ke daerah-daerah seperti Aceh, Maluku, Jawa Barat, bahkan hingga Pontianak. Setelah selesai peperangan, para prajurit ini justru tidak kembali lagi ke markas, tetapi dimasukkan ke divisi lain.
Mengutip dari berbagai sumber, salah satu pasukan dari Komando Divisi IX Banteng yaitu Batalyon Pagaruyung yang mengalami nasib menyedihkan. Mereka setelah bertugas di Ambon, beberapa pasukannya dilebur ke Divisi Siliwangi.
Dengan beberapa pasukan yang dilebur di Divisi Siliwangi Jawa Barat, otomotis hubungan dengan divisi induknya terputus. Seiring berjalannya waktu, Komando Divisi IX Banteng semakin berkurang dan hanya menyisakan satu brigade saja yang dipimpin oleh Letnan Kolonen Ahmad Husein.
Setelah pengurangan prajurit, akhirnya terbentuklah Komando Tentara Teritorium I Bukit Barisan (TT I BB) yang berkedudukan di Medan.
Timbul Rasa Kecewa
Setelah terbentuk Resimen Infanteri 4 TT I BB ini muncul rasa kecewa dan terhina pada perwira dan prajurit yang dulu tergabung dalam Komando Divisi IX Banteng. Atas kekecewaan itulah, lahirnya sebuah divisi bernama Dewan Banteng yang berisi mantan anggota perwira maupun prajurit yang merasa kecewa.
Terbentuknya Dewan Banteng ini tepat setelah reuni antara perwira aktif dan pensiunan. Mereka kecewa terhadap pemerintah pusat karena dianggap telah melanggar undang-undang dan dianggap cenderung sentralis, sehingga pembangunan di daerah terabaikan.
Sebanyak 612 anggota aktif dan pensiunan menyetujui pembentukan Dewan Banteng ini yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein. Dewan Banteng resmi terbentuk pada tanggal 25 November 1956.
Perjuangan Dewan Banteng
Menguitp dari situs esi.kemdikbud.go.id, Dewan Banteng memiliki tujuh rencana perjuangan, salah satunya adalah menuntut pemberian dan pengisian otonomi yang luas bagi daerah-daerah dalam rangka pelaksanaan sistem pemerintahan desentralisasi serta pemberian keseimbangan keuangan antara pusat dan daerah dengan adil.
Kehadiran Dewan Banteng ini sangat menarik perhatian luas di Indonesia. Tuntutan visi dan misi mereka baik itu untuk kepentingan nasional dan militer sangatlah dijunjung tinggi. Pemerintah Pusat harus bisa adil, dan seimbangan dalam soal politik dan keuangan.
Setelah satu bulan pembentukan Dewan Banteng, Letkol Ahmad Husein berhasil merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari Gubernur Ruslan Mujohardjo. Ambil alih ini dengan alasan pemerintah tidak berhasil menjalankan pembangunan daerah.