Adu Gagasan De Gadjah dan Koster Tangani Tingginya Kasus Kekerasan Seksual di Bali
Berdasarkan data UPT PPA Bali mencatat ada 154 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2023.
Pasangan calon (paslon) gubernur-wakil gubernur Bali beradu gagasan untuk menyelesaikan maraknya kasus tindak pidana kekerasan seksual atau TPKS di Pulau Bali. Kedua paslon memiliki strategi masing-masing untuk mengentaskan TPKS.
Berdasarkan data UPT PPA Bali mencatat ada 154 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2023. Paslon nomor urut 2, Cagub Wayan Koster mengatakan, akan menjalankan Undang-Undang 12 tahun 2022 tentang TPKS.
"Pertama, membentuk tim sosialisasi dan edukasi terkait ketentuan yang diatur dalam undang-undang TPKS. Bekerja sama dengan perguruan tinggi dan komunitas perempuan agar masyarakat luas mengetahui tentang Undang-undang tersebut," katanya dalam debat di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Kabupaten Badung, pada Rabu (20/11) malam.
Kemudian, dia akan membentuk wadah yang melibatkan pemangku kepentingan dalam mengakomodasi aspirasi dan pelaporan serta penangganan bersama terkait TPKS terhadap perempuan.
Koster menyebut, pihaknya akan menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan. Untuk merealisasikannya, dia akan berkerja sama dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Bali agar memiliki rumah aman.
"Kemudian juga kami mendorong lembaga penegak hukum untuk melakukan tindakan tegas sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku untuk memberi efek jera kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual," ujarnya.
Sementara, paslon nomer urut 1 Made Muliawan Arya alias De Gadjah menilai, tingginya angka kekerasan di Bali karena kurangnya peran pemerintah. Menurutnya, upaya pencegahan dan penegakan hukum bagi pelaku kekerasan seksual itu wajib dilakukan.
"Mengindikasikan bahwa gubernur sebelumnya belum serius menanggani kasus kekerasan seksual dan pedofilia di Bali," tegas De Gadjah.
Dalam upaya pencegahan, dia mengungkapkan, ada beberapa hal yang akan dilakukan. Mulai dari penyadaran dan edukasi di sekolah pada anak-anak maupun masyarakat melalui desa adat.
"Tentunya adanya kurikulum bela diri di sekolah (tingkat SD hingga SMP). Pelatihan guru, tenaga kesehatan petugas sosial mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan secara dini, dan paling penting adalah membuat pelayanan hotline dan aplikasi memudahkan korban melaporkan kekerasan tersebut," ujarnya.
Terkait pernyataan De Gadjah, Koster menjelaskan, tingginya TPKS di Bali karena masyarakat rajin melaporkan dibandingkan daerah lain di Indonesia.
"Mungkin saja pendataan di Bali masyarakatnya rajin melapor dibandingkan daerah lain di Indonesia sehingga keliatan tinggi. Namun yang saya lihat penegak hukum seperti polisi dan Jaksa sangat responsif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual di Bali. Kami memantau di media," ujarnya.
Ia menyebutkan, bahwa penegakan hukum di Bali berjalan dengan sangat baik untuk mengatasi TPKS dan yang akan dilakukan ke depan adalah bagaimana pencegahan di awal agar dapat dikendalikan dengan lebih memadai.
"Dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat terutama juga sosialisasi pendidikan mulai anak-anak SD sampai perguruan tinggi agar pemahaman ini lebih luas. Serta melibatkan masyarakat dan komunitas termasuk Desa Adat agar ini menjadi perhatian didalam penanganan masalah kekerasan ini, di desa-desa, Desa Dinas maupun Desa Adat," ujarnya.
Dalam tema debat terakhir Pilgub Bali mengangkat tema,"Ngardi Bali Shanti lan Jagadhita," yang membahas terkait isu ketenagakerjaan, perempuan, anak dan kaum marginal.