Sengketa Pulau Berhala karena batas wilayah tak jelas
Ketidakjelasan titik koordinat itu lantas memicu konflik perebutan wilayah.
Persoalan sengketa kepemilikan Pulau Berhala oleh Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan Provinsi Jambi disebabkan batas wilayah yang tidak jelas. Ini dapat dilihat dari peta administratif Kabupaten Lingga yang tidak mencantumkan secara jelas skala, titik koordinat, dan sumber data.
"Dalam peta di Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2003 tidak ada skalanya, tidak juga menyebutkan sumber datanya. Selain itu, yang tidak jelas definisi dari Selat Berhala," ujar Pakar Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sumaryo Joyosumarto dalam keterangannya sebagai ahli pada sidang uji materi Pasal 5 ayat (1) huruf c UU Pembentukan Kabupaten Lingga di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).
Sumaryo menambahkan, ketidakjelasan titik koordinat itu lantas memicu konflik perebutan wilayah. "Konflik seringkali terjadi lantaran ketidakjelasan titik koordinat. Karena itu, ada baiknya daerah yang bersebelahan dilibatkan dalam penentuan batas wilayah sebelum membentuk UU," terangnya.
Selanjutnya, Sumaryo menyarankan agar pemerintah memberikan definisi yang jelas ketika menetapkan kepemilikan suatu wilayah. "Karena itu, agar tidak muncul sengketa lainnya, pemerintah hendaknya mendefinisikan secara jelas baik dalam bentuk koordinat atau peta agar tidak lagi timbul persoalan," kata dia.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Gubernur Jambi Hasan Basri Agus lantaran tidak puas atas keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan Pulau Berhala masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepri. Ketua Majelis Hakim, Mahfud MD menyatakan proses sidang telah berakhir dan selanjutnya akan dijatuhkan putusan. "Masing-masing pihak agar mengumpulkan kesimpulan paling lambat 10 Juli pukul 16.00 WIB. Selanjutnya kami akan mengambil keputusan," kata Mahfud menutup sidang.