Sepakat Pilkada Surabaya ditunda, koalisi Majapahit tak usung calon
Mereka menilai kebijakan Bawaslu meminta KPU memperpanjang pendaftaran bertentangan dengan aturan.
Koalisi Majapahit memutuskan sepakat Pilwali Surabaya, Jawa Timur ditunda hingga tahun 2017. Dalam pernyataan sikap politiknya, Sabtu (8/8), mereka tegas menyatakan tidak akan ikut perpanjangan pendaftaran tahap dua yang direkomendasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Setelah kami melakukan rapat bersama dengan para ketua partai di Koalisi Majapahit, dan kami diberi amanah menyampaikan sikap politik, hasil rapat pada 7 Agustus malam kemarin, setelah mengikuti sosialisasi yang digelar KPU Surabaya," kata Ketua Pokja Koalisi Majapahit AH Thony di Kantor Sekretariatan Bersama (Sekber) Koalisi Majapahit, Jalan Adityawarman Surabaya, Sabtu (8/8).
Menyikapi latar belakang terbitnya SK Nomor 449/KPU/VIII/2015, lanjutnya, terkait masa perpanjangan pendaftaran tujuh daerah di Tanah Air, yang ikut menggelar Pilkada serentak 2015, dan yang masih memiliki calon tunggal, salah satunya Kota Surabaya.
Koalisi partai politik di Surabaya yang terdiri dari Partai Demokrat, PKB, PAN, Golkar, Gerindra, dan PKS itu menilai, SK KPU yang direkomendasi Bawaslu tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Sebab, Bawaslu tidak memiliki kewenangan menambah aturan yang dibuat oleh KPU sebelumnya.
"Sikap Bawaslu RI melampaui batas ketentuan dan kewenangan. SK perpanjangan pendaftaran itu bertentangan dengan hukum, dan dilaksanakan untuk kepentingan agar Pilkada bisa digelar. Artinya, SK itu hanya formalitas saja. Sehingga Pilkada yang digelar tidak berintegritas, dan berpotensi menimbulkan kerugian materi yang cukup besar," paparnya.
Bahkan karena alasan itu, Koalisi Majapahit mengaku aku melayangkan gugatan kepada Bawaslu dan KPU terkait terbitnya SK perpanjangan tersebut.
"SK tersebut tidak melandasi kekuatan hukum, sehingga layak digugat. Saat ini, kita sedang mengkaji gugatannya, apakah digugat melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) atau Mahkamah Agung (MA)," cetusnya.
Atas dasar penilaian tersebut, Koalisi Majapahit memutuskan untuk tidak ikut hadir dalam perpanjangan pendaftaran tersebut, dan sepakat Pilwali Surabaya digelar Tahun 2017.
"Namun, jika ada Parpol anggota Koalisi Majapahit yang ikut mendaftar, itu bukan keputusan koalisi, tapi sikap pihak lain yang bukan anggota Koalisi Majapahit. Koalisi Majapahit hanya ada di Surabaya, di pusat tidak ada Koalisi Majapahit," tegasnya.
Pihak Koalisi Majapahit juga menolak dianggap sebagai 'begal politik' dengan tidak mengikuti perintah SK KPU, terkait perpanjangan masa pendaftaran tersebut.
"Siapa yang 'begal'? Pendaftaran kapan? Tanggal 9 Agustus besok kan? Sikap politik ini keluar hari ini. Justru kita yang dibegal, saat pasangan Abror (Dhimam Abror)-Haries (Purwoko) mendaftar, sementara partai koalisi tidak merekom," dalihnya.