Setnov bebas jadi tersangka, KPK tegaskan terus mengusut korupsi e-KTP
Setnov bebas jadi tersangka, KPK tegaskan terus mengusut korupsi e-KTP. Dia juga menegaskan pengusutan terhadap pihak-pihak yang diduga memiliki andil ataupun turut menikmati proyek senilai Rp 5,9 triliun tidak berhenti. Pun dengan Setya Novanto yang saat ini terbebas dari sangkaan KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya terus mengusut kasus korupsi proyek e-KTP pasca status tersangka Setya Novanto gugur dalam putusan praperadilan. Juru bicara KPK, Febri Diansyah menuturkan, langkah hukum selanjutnya masih dipertimbangkan lebih lanjut.
"Alternatif alternatif sesuai aturan hukum yang berlaku apakah itu KUHAP ataupun Perma yang secara tegas mengatur praperadilan itu tentu jadi pertimbangan KPK," ujar Febri saat melakukan konferensi pers di gedung KPK, Jumat malam (29/9).
Dia juga menegaskan pengusutan terhadap pihak-pihak yang diduga memiliki andil ataupun turut menikmati proyek senilai Rp 5,9 triliun tidak berhenti. Pun dengan Setya Novanto yang saat ini terbebas dari sangkaan KPK.
"Pihak pihak lain yang terlibat dan bertanggung jawab dalam tindak pidana korupsi ini tidak mungkin kita biarkan," tandasnya.
Diketahui, hakim tunggal Cepi memutuskan untuk memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan Setya Novanto atas status tersangka yang disandangnya.
Rabu (20/9) sidang perdana gugatan praperadilan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agenda saat itu mendengar isi gugatan dari pihak penggugat, Setya Novanto. Kedua kubu menghadirkan masing-masing saksi ahli. Beberapa kali menjalani sidang, hakim tunggal pun memenangkan gugatan Setnov.
Diajukannya gugatan praperadilan setelah KPK menetapkan status tersangka terhadap ketua umum partai Golkar itu, Senin (17/7).
"Karena diduga dengan melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan sarana dalam jabatannya, sehingga diduga merugikan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan (e-KTP)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Setnov disangkakan melanggar pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga:
Hakim kabulkan praperadilan Setya Novanto, status tersangka batal
KPK kecewa hakim menangkan praperadilan Setya Novanto
Bos Sandipala Arthaputra disebut siapkan Rp 2 triliun buat e-KTP
Saksi sebut siapa yang dekat dengan Paulus Tanos menang tender e-KTP
Berkali-kali Setya Novanto lolos dari jeratan hukum
-
Apa yang dikatakan oleh Agus Rahardjo terkait kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Kapan Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Oleh karena itu, saat terpilih menjadi Presiden Ganjar langsung menerapkan KTP Sakti ini.“Sebenarnya awal dari KTP elektronik dibuat. Maka tugas kita dan saya mengkonsolidasikan agar rakyat jauh lebih mudah menggunakan identitas tunggalnya,” tutup Ganjar.
-
Siapa yang disebut oleh Agus Rahardjo sebagai orang yang meminta kasus korupsi e-KTP dengan terpidana Setya Novanto dihentikan? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Apa yang disita dari Hasto Kristiyanto oleh penyidik KPK? Handphone Hasto disita dari tangan asistennya, Kusnadi bersamaan dengan sebuah buku catatan dan ATM dan sebuah kunci rumah.
-
Mengapa Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Menurut Ganjar, dengan KTP Sakti nantinya masyarakat dapat mengakses berbagai bantuan pemerintah, hanya dengan kartu Identitas saja."Jaminan-jaminan selama ini ada dengan berbagai identitas satu per satu, sekarang bisa kita satukan dalam satu KTP dan kita sebut satu KTP Sakti,” ujar Ganjar usai silahturahmi Caleg dan Partai pengusung di Perum Graha Puspa Karangpawitan, Karawang, Jawa Barat, Jumat (15/12).
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).