Stafsus: Mereka sinis sebelum baca buku SBY, terbit saja belum
"Artinya SBY mengatakan bahwa tidak menjadi masalah bagi dirinya, bila ada yang merasa tidak perlu membaca tulisannya."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam waktu dekat akan menerbitkan buku satu-satunya yang ditulis sendiri sejak menjadi presiden. Secara khusus SBY mengatakan bahwa buku tersebut diharapkan bisa menjadi masukan kepada para calon presiden mendatang, dengan catatan bagi yang bersedia membacanya.
"Artinya SBY mengatakan bahwa tidak menjadi masalah bagi dirinya, bila ada yang merasa tidak perlu membaca tulisannya," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Heru Lelono dalam rilisnya kepada merdeka.com, Rabu (13/11).
Bagi Heru, buku adalah sumber ilmu. Siapa saja yang bersedia menulis dan menyusun sebuah buku yang bernilai pengetahuan, maka dia adalah orang yang bermanfaat bagi sesama. "Artinya menulis buku adalah salah satu bentuk ibadah. Apalagi kalau buku itu berisi tulisan jujur dan bertanggungjawab dari seorang pemegang amanah rakyat," imbuhnya.
Menulis buku dan dipublikasikan menurut Heru bukan saja sebagai salah satu bentuk tanggungjawab kepada publik, namun juga sebuah etika keterbukaan. "Saya pribadi sungguh miris membaca pihak-pihak yang menanggapi secara sinis rencana SBY menerbitkan buku tulisan pribadinya yang akan berjudul 'Selalu Ada Pilihan' itu.
"Apalagi mereka berkomentar sinis sebelum membaca isi bukunya, diterbitkan saja belum. Menjadi orang bijak memang memerlukan kepribadian atau peradaban pribadi yang cukup baik. Di sanalah etika sosial mampu dipahami," sindir Heru.
Apalagi, menurutnya kalau yang berkomentar adalah sosok-sosok yang ingin tampil sebagai tokoh panutan masyarakat dan mewakili rakyat. "Alangkah mengenaskan nasib rakyat Indonesia bila tokoh panutannya tidak memiliki kemampuan untuk mengamalkan apa itu etika politik yang juga etika sosial tersebut," ujarnya.
Kecuali, lanjut Heru, bila seseorang dengan sengaja menerbitkan bacaan yang memang untuk menyebar fitnah, kebencian dan perpecahan. Tentu perbuatan mudarat seperti ini bukanlah sebuah ibadah.
"Marilah kita menjadi bangsa yang benar-benar besar, bukan bangsa yang hanya besar mulut. Bangsa yang saling menghormati sesama, apalagi sesama warga negara Indonesia," tutup Heru.