Sahroni Sebut Ketum NasDem Surya Paloh Capek Baca Berita SYL
Ketua Umum (Ketum) NasDem Surya Paloh sudah lelah dengan pemberitaan SYL
Sahroni hadir sebagai saksi kasus korupsi SYL
Sahroni Sebut Ketum NasDem Surya Paloh Capek Baca Berita SYL
Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem Ahmad Sahroni hadir menjadi saksi sidang dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Kepada majelis hakim, dia menyebut Ketua Umum (Ketum) NasDem Surya Paloh sudah lelah dengan pemberitaan SYL.
"Apakah saudara pernah ndak dirapatkan setelah beliau jadi tersangka dan sudah, ini kan viral Pak di mana-mana, kan nama baik NasDem terbawa ke mana-mana, apakah pernah ada dipanggil oleh ketua partai dan membicarakan masalah ini?," tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6).
"Siap Yang Mulia," jawab Sahroni.
"Ya?," kata hakim.
"Ketua Umum sudah capek Yang Mulia," sahut dia.
Hakim lantas berupaya mempertegas maksud pernyataan Sahroni perihal Ketum NasDem Surya Paloh sudah lelah dengan SYL.
"Sudah capek ya?," timpal hakim.
"Capek melihat beritanya Yang Mulia," jawab Sahroni.
Sebelumnya, Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dia pun didakwa telah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya sebesar Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 dan menerima suap sebanyak Rp40 miliar perihal gratifikasi jabatan.
"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," tutur Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).
SYL disebut bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, melakukan tindak pidana tersebut.
Diketahui, Muhammad Hatta merupakan staf dan orang kepercayaan SYL saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Sementara Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan menggantikan Momon Rusmono yang dicopot SYL sebab dianggap tidak sejalan.
Sejak menjabat sebagai menteri, SYL ditengarai mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid selaku Staf Khusus, Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto selaku ajudan untuk melakukan pengumpulan uang patungan atau sharing dari para pejabat eselon I di Kementan RI. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga.
Selain itu, SYL menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.
"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," jelas jaksa KPK.
Jaksa merinci uang puluhan miliar hasil dugaan rasuah itu digunakan antara lain untuk kepentingan istri dan keluarga SYL, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, sewa pesawat, bantuan bencana alam atau sembako, keperluan ke luar negeri, umrah, dan kurban.
Dalam perkara pemerasan ini, SYL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kemudian, SYL bersama Kasdi dan Hatta didakwa menerima gratifikasi yakni suap sebesar Rp40.647.444.494, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023. Dalam surat dakwaan, uraian mengenai delik gratifikasi tertulis sama dengan kasus dugaan pemerasan.
SYL bersama Kasdi dan Hatta pun tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dalam waktu 30 hari kerja, sehingga dianggap sebagai bentuk penerimaan gratifikasi.
"Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor," jaksa menandaskan.
Atas perkara gratifikasi tersebut, SYL didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.