Tagih tunggakan, pemborong proyek RS Muhammadiyah melakukan somasi
Pihak Muhammadiyah menjelaskan bahwa ada perselisihan di antara kedua pemborong soal nominal uang.
Suwaji, salah satu pelaksana pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah Kediri melalui keponakannya, Supriyo dan Choirul Fuad melakukan somasi kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah setempat terkait tunggakan dana pembangunan Rp 1.060.000.000 yang belum terbayar. Padahal pembangunan rumah sakit sudah selesai tahun 2014.
"Uang pelaksana pembangunan atau uang Pak Suwaji belum terbayarkan hingga saat ini sejak tahun 2012 lalu," ungkap Supriyo yang mengaku dari LBH Brawijaya kepada wartawan, Rabu (07/09).
Selain itu, Supriyo yang juga aktivis Muhammadiyah menduga adanya keganjilan dengan anggaran dana keseluruhan pembangunan rumah sakit tersebut. Di mana hasil audit yang dilakukan pelaksana pembangunan hanya menghabiskan Rp 5 miliar, namun di rencana anggaran belanja (RAB) bertulis angka Rp 7.380.476.000.
"Ke mana uang yang Rp 2,380.476.000?" tanya Supriyo.
Pihak Muhammadiyah pun telah membentuk tim 9 untuk mengaudit pembangunan rumah sakit. Husni Syam, Ketua Tim 9 yang juga Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kota Kediri yang dikonfirmasi merdeka.com menjelaskan bahwa perselisihan masalah tunggakan tersebut bukan menjadi tanggung jawab PD Muhammadiyah Kota Kediri, sesuai SK 47/KEP/III.0/C/2012.
"Ini sebenarnya perselisihan antara pelaksana yakni Ir. H. Mujito dan Suwaji yang ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan oleh PD Muhammadiyah. Di mana Pak Suwaji mengakui telah mengeluarkan Rp 1.060.000.000 sebagai dana talangan, sementara versi pelaksana pembangunan yang lain yakni Ir.H. Mujito jumlahnya tidak sampai Rp 1 miliar dan pihak Suwaji tidak terima," kata Husni Syam yang mengaku sebagai fasilitator dalam kasus ini.
Sementara soal dugaan penggelembungan anggaran pada pembangunan gedung B RS Muhammadiyah, Husni menilai banyak pihak yang kurang paham, hingga muncul tuduhan dikorupsi.
"Meski pelaksana pembangunan, namun ada belanja-belanja pembangunan yang mereka tidak diketahui oleh pelaksana pembangunan dan itu ada buktinya. Dan mereka hanya mencatat yang mereka tahu saja, sehingga terjadi perbedaan jumlah," tegas Husni Syam.