Tak ada nama pejabat BNN & Mabes Polri dalam pleidoi Freddy Budiman
Dalam pleidoinya Freddy menceritakan keterlibatan keluarga dalam bisnis narkoba yang dijalankannya.
Dua buah map tebal berisi salinan berkas perkara terpidana mati Freddy Budiman disodorkan petugas bagian pidana khusus di lantai dua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (1/8). Dalam map berwarna merah, terselip salinan pleidoi Freddy setebal 20 halaman kertas folio.
"Ini pleidoi Ferdy Budiman," kata petugas itu kepada merdeka.com di PN Jakarta Barat, Slipi, Jakarta, Senin (1/8).
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Apa yang dilakukan Fredy Pratama? Nur Utami berubah sejak menikah dengan pria berinisial S, yang dikenal sebagai kaki tangan gembong narkoba Fredy Pratama.
-
Bagaimana modus operandi Fredy Pratama dalam menyelundupkan narkoba? Modus operansi mereka adalah dengan menyamarkan narkotika dalam kemasan teh.
-
Dimana Fredy Pratama bersembunyi? Bareskrim Polri mengungkap lokasi dari gembong narkoba Fredy Pratama yang ternyata bersembunyi di pedalaman hutan kawasan negara Thailand.
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Apa yang sedang dilakukan Fredy Pratama? Bareskrim Polri mengungkap lokasi dari gembong narkoba Fredy Pratama yang ternyata bersembunyi di pedalaman hutan kawasan negara Thailand.
Nota pembelaan Freddy ditandatangani tiga pengacaranya terdahulu yakni Baron V. Hanny, Alusius Sulistiyo, dan Adhi H. Wibowo dari kantor hukum J&A Law Office. Namun, tak ada tandatangan milik Freddy dalam pleidoi tersebut.
Setelah beberapa saat membolak-balik salinan pleidoi, tak ditemukan penjelasan Freddy soal kucuran dana ratusan miliar ke pejabat BNN dan pejabat Mabes Polri seperti diceritakan kepada koordinator KontraS Haris Azhar. Di dalamnya hanya bertuliskan sejumlah bantahan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Merdeka.com coba menanyakan kemungkinan adanya pleidoi lain yang ditulis Freddy sepanjang proses persidangan. Pejabat bagian pidana khusus PN Jakarta Barat yang enggan disebutkan namanya, dengan tegas mengatakan berkas Freddy yang diberikan sudah lengkap dan tidak terdapat pleidoi lain.
"Pleidoinya hanya satu saja. Yang lain hanya salinan berkas perkara selama ini," jelas dia.
Dia menjelaskan, dalam setiap pleidoi, biasanya terdakwa tidak membeberkan perkara yang dituduhkan. Hanya sebatas pembelaan bahwa terdakwa tidak bersalah. Dia memastikan isi pleidoi Freddy tidak menyinggung nama-nama pejabat yang dituding terlibat dalam bisnis narkobanya.
"Biasanya isi pleidoi itu berisi permohonan. Itu yang saya tahu ya. Kan yang terdakwa atau kuasa hukumnya menjelaskan jika dia atau kliennya tidak bersalah dalam suatu perkara," tegasnya.
Dalam pleidoi yang diperoleh merdeka.com, Freddy hanya menyebutkan nama anggota polisi sebagai saksi. Anggota polisi itu membenarkan jika Freddy kerap dipinjam untuk proses penyidikan jaringan narkoba internasional. Selain itu, dalam pleidoinya Freddy juga menceritakan keterlibatan keluarga dalam bisnis narkoba yang dijalankannya.
Dia menganalisa, dalam pleidoinya, Freddy Budiman tidak mungkin membeberkan siapa saja penegak hukum yang terlibat dalam bisnis narkobanya. Sebab, pleidoi adalah salah satu cara agar dia bisa bebas melalui pleidoi itu.
"Kalau menurut saya ya, tidak mungkin dia beberkan di pleidoi itu jika dia masih berharap bisa bebas. Kan begitu maksud pleidoi, menyatakan dia tidak bersalah dan membantah semua tuduhan," jelasnya.
Saat merdeka.com mencoba mengonfirmasi temuan ini ke Koordinator KontraS, Harris Azhar, telepon genggamnya tidak aktif.
Pledoi ini mendadak dibicarakan banyak orang setelah koordinator KontraS Harris Azhar membeberkan curhat Freddy yang mengaku mengguyur dana ratusan miliar ke pejabat BNN dan mabes Polri. Harris mengatakan, Freddy tidak menyebutkan nama pejabat yang dimaksud karena sudah dituliskan dalam pledoinya.
Freddy, sebagaimana mengisahkan hal itu kepada Harris dalam pertemuan keduanya di Lapas Nusakambang, Cilacap tahun 2014 lalu, mengaku telah telah menyuap pejabat tinggi BNN hingga Rp 450 miliar dan Rp 90 miliar demi melancarkan bisnisnya mengimpor dan mengedarkan narkoba di Indonesia. Tak cuma itu, Freddy juga mengaku pernah satu mobil bareng jenderal TNI bintang dua sambil menyopiri dengan mobil berisi penuh narkoba.
Namun, Haris mengaku tidak mengetahui siapa pejabat BNN dan Mabes Polri yang menikmati fulus ratusan juta rupiah dari bisnis haram itu. Menurut Harris, saat bertemu di Lapas Nusakambangan kala itu, Freddy tidak menyebutkan nama. Dia hanya mengatakan sudah membeberkan nama-nama itu di pleidoinya.
"Dia (Freddy) bilang coba cek di pleidoi saya. Nah pas balik dari Nusakambangan saya minta teman cek pledoi Freddy. Ternyata di MA cuma ada putusan saja. Enggak ada pleidoi," kata Harris saat jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (28/7).
Haris menyatakan alasannya baru mengungkapkan curhatan Freddy Budiman usai dieksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Cilacap kemarin. Sebab, saat itu pemerintah sedang mengadakan Pilpres 2014 yang semua masyarakat masih fokus kampanye.
"Nah, mau bicara ke zaman pak SBY mereka sudah mau beres. Semua menunggu rezim politik yang terpilih, tapi begitu terpilih kita juga wait and see dulu. Nah begitu kemudian ramai soal KPK, kita engga tahu mau ngobrol sama siapa dan jujur memang ada jarak dengan polisi dalam pemerintah Jokowi ini," kata Haris saat jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (28/7).
Menurutnya, saat Freddy Budiman masih hidup juga tak akan didengarkan curhatannya oleh siapa pun. Beberapa pihak juga tak akan memperhatikan curhatan Freddy Budiman karena dianggap rekayasa agar tak dieksekusi mati.
"Memang dalam 20 jam kita diskusikan, kita keluarkan data ini dan saya pasang badan atas informasi tersebut. Dalam rangka terlepas dari hukuman mati kontra atau pro, ini untuk membongkar kejahatan yang melibatkan pejabat," kata dia.
Setelah itu, dirinya juga sudah menyampaikan curhatan Freddy kepada Jubir Presiden Johan Budi. Mendengar curhatan Freddy, Johan Budi mengaku kaget dan berjanji akan menyampaikan curhatan Freddy Budiman kepada Presiden Jokowi.
"Saya janji Senin sore. Saya telepon Johan Budi. Dia merasa ini penting jangan dibicarakan ke media. Dengan harapan dia sampaikan ke Jokowi, tapi dari Senin sampai kemarin sore, enggak ada kelanjutannya," kata dia.
Tak ada kabar Johan Budi, pihaknya menyampaikan curhatan Freddy di website Kontras dan broadcast ke beberapa media, supaya kejahatan luar biasa narkoba yang melibatkan pejabat institusi Polri, BNN dan TNI bisa terungkap.
"Saya harus melampaui janji. Karena urusan penegakan hukum ini saya mohon maaf ke Johan, karena demi kepentingan lebih besar," ucapnya.
(mdk/noe)