Tak lulus SD, Ponari mengalami penyimpangan perkembangan
Psikolog anak Unair, Nurul Harti memaparkan analisanya terkait perkembangan psikologi Ponari yang tidak lulus SD.
Dukun cilik asal Jombang, Jawa Timur, Ponari tidak lulus SD dan harus tetap tinggal di bangku kelas enam. Menurut pakar psikologi anak Universitas Airlangga (Unair), Nurul Harti, Ponari penyimpangan perkembangan ke arah negatif.
"Penyimpangan perkembangan anak itu ada dua, yaitu positif dan negatif. Dalam kasus Ponari ini, saya melihat penyimpangan perkembangannya berada pada yang negatif," terang Nurul dalam perbincangan dengan merdeka.com, Selasa (10/7).
Nurul menjelaskan, dengan seringnya Ponari meninggalkan bangku sekolah, karena banyaknya orang meminta pertolongan membuatnya ketinggalan mata pelajarannya dan bahkan malas untuk bersekolah.
"Nah, di sinilah peran orang tua, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri untuk bisa memberi kontrol atau mengarahkan pada si anak untuk tumbuh dengan benar. Kalau dia seorang pelajar, tugas dia ya sebagai pelajar."
Nurul juga menegaskan, orang tua dan masyarakat sekitar harus bisa memberi pelayanan yang baik bagi tumbuh kembangnya seorang anak, kalau mereka (orang tua dan masyarakat) menginginkan Ponari tumbuh sebagaimana mestinya.
"Orang tua si anak dan masyarakat kalau Ponari adalah termasuk anak 'berkebutuhan khusus'. Jika dia sering menerima pasien yang membutuhkan pertolongannya, maka orang tua harus memberikan pendidikan dengan cara home schooling," saran dia.
Sehingga, lanjut Nurul, Ponari bisa mengikuti pelajarannya yang ketinggalan dan bisa mengikuti ujiannya dengan baik. Karena bagaimanapun, pendidikan si anak harus tetap terwadahi.
Selain itu, Nurul juga menyarankan orang tua Ponari, untuk memberi batasan waktu, kapan Ponari harus belajar, kapan Ponari harus bermain, dan kapan dia diperbolehkan membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongannya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tiga tahun yang lalu, Ponari bocah asal Desa Balongsari Kecamatan Megaluh, Jombang, Jawa Timur ini, tiba-tiba menjadi 'dukun tiban.'
Dengan batu ajaibnya, dia mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahkan, dengan batu saktinya itu, mampu menyedot ratusan bahkan ribuan orang, untuk meminta berkahnya.
Namun, seiring perjalanan waktu, kondisi ini mempengaruhi psikologis anak pasangan Kamsin
dan Mukaromah itu. Seringnya mendapat uang sebagai mahar, dia menjadi malas pergi sekolah.
Bahkan, untuk memaksanya sekolah, Kamsin rela menggendong si anak agar tetap belajar. Dan, saat ujian beberapa waktu lalu, Ponari tak bisa melaluinya dengan baik dan harus tetap tinggal di bangku kelas enam, karena tidak lulus ujian.