Tanamkan modal, pengusaha Pontianak tertipu Rp 200 miliar
Dalam sidang mendengarkan keterangan saksi yang juga sebagai korban, Sukarti mengaku mengalami kerugian hingga Rp 200 miliar. Jika dikonversikan lahan seluas 13,5 hektare miliknya yang diterangkan dalam akta perusahaan atas nama PT Salembaran Jati Mulya.
Pengusaha onderdil asal Pontianak, Adi Purna Sukarti menjadi korban pemalsuan akta autentik yang dilakukan dua terdakwa kasus tindak pidana pemberian keterangan palsu, Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman. Atas pemalsuan akta autentik itu, korban mengaku alami kerugian hingga Rp 200 miliar.
Dalam sidang mendengarkan keterangan saksi yang juga sebagai korban, Sukarti mengaku mengalami kerugian hingga Rp 200 miliar. Jika dikonversikan lahan seluas 13,5 hektare miliknya yang diterangkan dalam akta perusahaan atas nama PT Salembaran Jati Mulya.
Sukarti mengaku, kejadian itu diawali dengan kerjasama korban dan ayah terdakwa Suryadi Wongso, yaitu Salim Wongso. Mereka melakukan kerjasama usaha di tahun 1999.
Pada saat itu ayah terdakwa mengajak korban untuk memberikan penyertaan modal sebesar Rp 8 miliar 150 juta untuk pembelian lahan seluas 45 hektar di wilayah Salembaran, Kecamatan Kosambi, Kebupaten Tangerang.
Dalam kesepakatan itu, Sukarti didaulat sebagai komisaris PT Salembaran Jati Mulya dengan kepemilikan aset lahan seluas 13,5 hektar. Selain itu, dia juga memegang 30 persen saham PT Salembaran Jati Mulya. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang.
"Kepemilikan saham, saya tercantum pada Akta Notaris Elza Gazali Nomor 11 tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerja sama berjalan saya tidak pernah pembagian keuntungan," ujar Sukarti yang meluapkan emosi dan kemudian ditenangkan oleh Majelis Hakim.
Sukarti juga tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya Suryadi Wongso pada 2001. Pada 2008 dirinya menerima informasi Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya.
Pengusaha asal Pontianak itu pun sempat mengancam akan melaporkan ke polisi. Namun Ngadiman dan Suryadi berjanji akan mengembalikan modal, serta memberikan keuntungan selama terjalin kerja sama.
Kedua terdakwa ini juga menandatangani surat pernyataan untuk mengembalikan modal dan membagi keuntungan. Namun tidak pernah ditepati, akhirnya Sukarti melaporkan Ngadiman dan Suryadi ke Bareskrim Mabes Polri pada tahun 2012.
"Mereka (terdakwa) sekonyong konyong tiba - tiba mentransfer uang Rp 1 miliar ke istri saya. Selang beberapa lama kemudian mentransfer kembali sebanyak Rp 4 miliar. Tapi uang itu sebagai bukti diserahkan ke penyidik Bareskrim, saya tidak terima uang itu dan untuk apa uang itu dikirimkan ke saya. Kalau dihitung seharusnya penjualan itu sebesar Rp 200 miliar" kata Sukarti bahkan sambil berdiri di ruang persidangan.
Terdakwa menyebut bahwa pemberian uang tersebut untuk DP dari kerja sama yang terjalin. Kendati demikian Sukarti merasa tertipu dan meminta Majelis Hakim bersikap adil dalam perkara ini.
"Saya diiming imingi dan dibohongi ini. Kerugian saya sudah banyak," teriak korban yang menyedot perhatian para pengunjung di PN Tangerang.
Perkara tindak pidana pemberian keterangan palsu ke dalam akta Autentik tersebut, kedua terdakwa Yusuf Ngadiman dan Suryadi Wongso dijerat Pasal 266 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Sidang dilanjutkan pelan depan dengan agenda pembacaan vonis atas kedua terdakwa.