Berawal dari Modal Rp200 Ribu, Mantan Pengemudi Ojol Buka Usaha hingga Raup Omzet Rp400 Juta Per Bulan
Produksi abon miliknya saat ini mencapai 2 ton per hari.
Seorang mantan pengrajin tas dan tukang ojek asal Yogyakarta, Sarjono, menghadapi ketidakpastian ekonomi dan kehilangan pekerjaan ketika pandemi Covid-19 tahun 2020.
Demi memenuhi kebutuhan hidupnya, Sarjono memberanikan diri untuk memulai usaha abon ayam dengan modal awal hanya Rp200.000. Namun, kini dia telah berhasil membangun bisnis yang berkembang pesat dengan produksi mencapai 2 ton per hari.
-
Bagaimana Yati mendapat modal usaha? 'Saat buka warung kopi saya sudah jualan rokok, terus merembet kulakan sembako dan lain-lain sampai sekarang toko penuh. Terus ada Mantri BRI (petugas penyalur kredit) yang menawarkan untuk pinjaman modal. Saya awalnya menolak, tapi mantri ini datang lagi meyakinkan dan saya akhirnya mau mencoba (program Kredit Usaha Rakyat atau KUR),' imbuh Yati.
-
Bagaimana cara dia memulai usaha roti? “Iseng-iseng cari resep roti di YouTube dan akhirnya setelah enam bulan uji coba barulah menemukan resep paten dan jualan roti,“ katanya lagi.
-
Bagaimana Anjani memulai bisnis? Awal Berbisnis Pada 2018 saat awal-awal merintis bisnis, Anjani hanya menjual jilbab.
-
Bagaimana Slamet Sarojo memulai bisnisnya? Perjalanan bisnis Slamet diawali menjadi agen rokok kretek tuton Tapen di Semarang. Pemilik pabrik rokok itu adalah Liem Giat Thiem. Thiem merasa berutang Budi pada Slamet karena pada tahun 1949, berhasil menangkap perampok pabrik rokok miliknya.
-
Bagaimana cara Mbah Karto berjualan ayam goreng di awal? Pada masa itu, Mbah Karto masih berjualan ayam kampung dengan berkeliling dari pintu ke pintu. Namun sejak istrinya ikut berjualan, cara berjualannya berubah dengan cara menetap.
-
Bagaimana Peternak muda di Nganjuk memulai bisnisnya? Untuk yang mau mulai saran saya bisa dimulai dari breeding dulu, karena saat ini beternak dengan cara penggemukan sudah sangat banyak dan modal pakannya akan sangat banyak serta konsisten.
Sarjono memulai usaha abon pada tahun 2019, tepat sebelum pandemi melanda. Sebelumnya, dia bekerja sebagai pengrajin tas dan pengemudi ojek. Saat pandemi covid melanda, permintaan terhadap pekerjaannya mulai sepi sehingga dia harus mencari alternatif lain untuk mendapat penghasilan.
"Saya waktu itu gojek sudah sepi karena corona, usaha tas juga kena dampak," kata Sarjono dalam tayangan YouTube Lempar Dadu, dikutip pada Senin (14/10).
Melihat peluang di tengah situasi sulit, Sarjono memutuskan mencoba memproduksi abon. Dengan modal awal Rp200.000, dia membeli bahan-bahan dasar seperti ayam dan bumbu.
Awalnya, produksi abon hanya menghasilkan 25 kilogram dan habis dalam dua hari. Saat itu, dia terus bekerja keras, belajar dari pengalaman, dan memperbaiki kualitas produknya. Hingga pada akhirnya permintaan terhadap abon melonjak drastis dari waktu ke waktu.
Proses Produksi Tradisional dan Pemasaran Digital
Produksi abon di dapur Sarjono dimulai dari pemilihan daging ayam berkualitas. Bagian dada dan paha ayam direbus selama kurang lebih dua jam untuk mendapatkan daging yang lembut dan siap diproses. Setelah dagingnya lunak, tulang-tulangnya dipisahkan, dan daging tersebut disuir-suir secara manual bahkan seluruh proses produksinya pun masih dilakukan secara manual.
Tidak hanya menggunakan bahan berkualitas, proses pembuatan abon di rumah Sarjono juga mempertahankan cara tradisional. Bahkan dalam beberapa tahapan, seperti perebusan kacang polong sebagai campuran abon, dilakukan dengan menggunakan kayu bakar untuk mempertahankan aroma dan cita rasa yang khas.
Kemudian, saat pandemi mobilitas dan interaksi fisik dibatasi sehingga Sarjono berinovasi dengan memanfaatkan marketplace untuk menjual produknya. Ternyata, strategi pemasaran daring ini memberikan hasil yang luar biasa.
Banyak pelanggan dari berbagai daerah yang tertarik dengan abon Sarjono. Bahkan, produk abonnya telah merambah pasar luar negeri, seperti Malaysia dan Taiwan.
"Saya awalnya cuma bisa jualan di marketplace karena masa pandemi susah untuk berjualan langsung. Tapi ternyata responnya bagus, banyak pesanan datang dari berbagai kota bahkan luar negeri," ujar Sarjono penuh syukur.
Kritik dan Inovasi untuk Perbaikan Produk
Sarjono tidak hanya fokus pada penjualan, tetapi juga terus memperbaiki kualitas produk abon miliknya. Maka dari itu, dia sangat terbuka dalam menerima kritik atau saran dari para pelanggan.
Sarjono juga berinovasi dalam memproduksi abon dengan berbagai varian. Dia menawarkan abon dengan berbagai jenis daging, seperti abon ayam, sapi, dan ikan, dengan varian rasa original dan pedas. Kini, abon ayam dan sapi menjadi produk best seller yang digemari pelanggan.
Menurut pengakuan Sarjono, kesuksesannya tidak datang dalam waktu semalam saja. Dia melalui proses panjang dan penuh tantangan, namun hasil kerja kerasnya dapat membuahkan hasil yang memuaskan.
Usaha abon miliknya mampu menghasilkan omzet hingga Rp400 juta per bulan. Dengan hasil tersebut, Sarjono berhasil membeli rumah, tanah, serta dua mobil dan motor.
Meski telah mencapai keberhasilan, Sarjono tetap rendah hati dan fokus pada pengembangan bisnisnya. Sarjono juga berharap kesuksesannya tidak hanya bermanfaat bagi dirinya dan keluarga, tetapi juga bagi lingkungan sekitar.
Reporter magang: Thalita Dewanty