Tangani anak jalanan, Dinas Sosial Semarang bikin Resos Terpadu
Gedung Resos Terpadu untuk menampung pengemis, orang gila, anak terlantar hingga pengguna narkoba yang ada di wilayahnya
Pemerintah Kota Semarang, bakal membangun gedung Resos Terpadu untuk menampung pengemis, orang gila, anak terlantar hingga pengguna narkoba yang ada di wilayahnya. Tak hanya itu saja, mereka juga tengah menyusun peraturan wali kota (Perwal) berkaitan penindakan anak jalanan yang kian merebak di jalan raya.
Diharapkan, mekanisme Perwal anak jalanan bisa diterapkan maksimal pada pertengahan tahun depan. Setelah itu, nantinya bisa memperkuat peraturan dalam Perda Nomor 15 Tahun 2014 yang memuat sanksi dan denda Rp 1 Juta-Rp 50 juta bagi pihak-pihak yang memfasilitasi dan mengkoordinir anak jalanan maupun pengemis.
Kepala Bidang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga (Dinsospora) Semarang, Henky Suhendiyoto, mengatakan, dua hal tersebut nantinya akan menjadi senjata ampuh untuk mengatasi pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT) di Ibu Kota Jawa Tengah.
"Kita akan buatkan Resos Terpadu, di Rowosari Tembalang. Untuk sekarang, kami sudah menyiapkan tanah seluas 6 hektare di atas lahan eks bengkok," kata Henky, kepada merdeka.com, di Semarang Jawa Tengah, Kamis (30/10).
Untuk mematangkan pembangunan Resos Terpadu, pihaknya telah studi banding ke Kementerian Sosial. Kendati demikian, proyek Resos Terpadu di Semarang masih terkendala kesiapan dana dari kementerian dan APBD Semarang. Dari dana proyek kurang lebih Rp 7 miliar, ternyata besaran dana yang dimiliki Pemkot tak mencukupi.
"Dari Kementerian Sosial juga tidak ada dana. Padahal, Resos Terpadu akan kami buat dua blok terpisah dan melebar untuk memisahkan antara ruangan penampungan pasien wanita dan pria yang terjerat narkoba, HIV/AIDS, PGOT dan anak jalanan," kata Henky.
Henky menjelaskan, selama ini baru membuat kesepakatan lisan dengan pemda mulai Solo, Kendal, Demak dan Temanggung untuk memulangkan PGOT ke kampung halaman masing-masing. "Sebab, selama ini orang-orang gila dari luar daerah sering dibuang di wilayah kami. Ada yang dibuang di Mijen, Gunungpati dan Mangkang," tandasnya.