Tanggapan Mahasiswa Soal Wacana Pendidikan Militer Masuk Kampus
Wacana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) agar pendidikan militer masuk dalam mata perkuliahan mendapat reaksi beragam dari pelbagai mahasiswa.
Wacana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) agar pendidikan militer masuk dalam mata perkuliahan mendapat reaksi beragam dari pelbagai mahasiswa. Salah satunya diungkapkan Dea, mahasiswa salah satu kampus swasta di Jakarta Selatan, ini.
Dea sepakat apabila penerapan pendidikan militer itu untuk meningkatkan cinta tanah air dan nasionalisme mahasiswa. Namun dia berharap penerapannya bukan berbentuk latihan secara militer, apalagi sampai memakai sistem SKS yang dapat menjadi beban bagi mahasiswa.
-
Kapan Hari Bela Negara diperingati? Setiap 19 Desember, bangsa Indonesia memperingati Hari Bela Negara.
-
Kapan benua ini tenggelam? Sekitar 70.000 tahun yang lalu, daratan luas yang kini tenggelam di lepas pantai Australia kemungkinan pernah ditinggali setengah juta manusia.
-
Mengapa Nyi Mas Gamparan melawan Belanda di Banten? Ia tak ingin warga Banten diremehkan oleh bangsa asing, terlebih kesewenang-wenangan Belanda yang menyiksa masyarakat Banten.
-
Benteng Romawi seperti apa yang ditemukan di Timur Tengah? Berdasarkan foto-foto satelit ini, para peneliti menemukan sebagian besar benteng Romawi ini tampaknya telah terabaikan selama ribuan tahun.
-
Mengapa benua ini tenggelam? “Kita berbicara tentang lanskap yang cukup terendam, lebih dari 100 meter di bawah permukaan laut saat ini,” Kasih Norman, arkeolog Universitas Griffith di Queensland, Australia, dan penulis utama studi baru ini, kepada Live Science.
-
Apa itu Berondong Gabah Ketan? Berondong Gabah Ketan merupakan salah satu camilan yang terkenal pada era 80-an.
"Kalau sistemnya pakai SKS enggak sepakat, karena SKS menentukan jenjang studi mahasiswa. Kalau mau buat untuk mereka yang mau ikut, bikinnya di luar kurikulum kampus aja," ujar Dea saat dihubungi merdeka.com, Selasa (18/8).
Mahasiswi jurusan jurnalistik ini menilai apabila tujuan program ini untuk menanamkan jiwa nasionalisme cukup melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang diajarkan sejak SD bahkan sampai perguruan tinggi. Namun penanaman bela negara ini diperkuat kembali agar tak hanya berjalan teori di kelas.
"Jadi kalau untuk penanaman bela negara, nasionalisne, mata pelajaran Kewarganegaraan dari SD sampai SMA dan terus mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi udah cukup kok. Nah tinggal bagaimana kurikulumnya agar penanaman bela negara ini bukan cuma teori di kelas, tapi relevan sama kehidupan. Tapi jangan juga dengan pendidikan militer di lapangan apalagi masuk ke dalam kurikulum," kata dia.
Hal senada dikatakan rekan satu kampus Dea, Ahmad Murodi (20). Mahasiswa jurusan politik ini menolak program pendidikan militer masuk kampus. Dia menilai program itu bisa mengubah pola pikir mahasiswa sebagai kontrol sosial dengan masuknya budaya militerisme.
"Karena jika tujuan pemerintah untuk meningkatkan nasionalisme mahasiswa saya pikir dengan adanya mata kuliah kewarganegaraan itu sudah cukup memberi pemahaman terhadap mahasiswa terkait nasionalisme terhadap bangsa dan negara," kata dia.
Sementara itu, Fikri Ramadhan (19) mahasiswa jurusan Kesejahteraan Sosial merasa bingung atas wacana pendidikan militer dari Kemenhan. Dia melihat terlalu banyak program yang harus dijalankan mahasiswa, termasuk program merdeka belajar Kemendikbud belajar yang sampai sekarang belum terealisasi.
"Jadi program pemerintah yang menyasar mahasiswa, prioritasnya nantinya yang mana? Mendikbud sudah merancang kampus merdeka yang didalamnya ada pemakaian sekian SKS untuk belajar di luar kampus, dan sampai sekarang belum ada kejelasan. Nah ini malah ditambah dengan bela negara, jangan sampai programnya justru tumpang tindih dan tidak maksimal," ucap Fikri.
Sedangkan pendapat lain datang dari Nanda (19) mahasiswi jurusan PGSD sepakat dengan adanya program pendidikan militer, tetapi bukan untuk waktu dekat terealisasi. Karena situasi dan kondisi di tengah Pandemi Covid-19 yang tak memungkinkan dan kurang efektif untuk menjalankan program tersebut.
"Saya setuju, tapi untuk saat ini lebih baik Indonesia memaksimalkan tiga urgensi yaitu, kesehatan, ekonomi, dan pendidikan khusunya unntuk perbaikan media pembelajaran. Karena problem sekarang dipendidikan itu. Bagaimana cara kita belajar, bukan pengajaran nilai kebangsaan. Jadi Saya mendukung pendidikan militer, namun bukan untuk waktu dekat ini," jelasnya.
Atas hal ini, Nanda mengharapkan kepada pemerintah lebih baik fokus menyusun program-program yang menunjang fasilitas pendidikan di tengah pandemi Covid-19. Supaya seluruh pelajar di Indonesia bisa dengan maksimal mengikuti semua proses pendidikan.
Sebelumnya, program pendidikan militer tengah dipertimbangkan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masuk dalam pelajaran kampus. Nantinya mahasiswa mengikuti program tersebut selama satu semester melalui sistem Satuan Kredit Semester (SKS).
"Nanti, dalam satu semester mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini salah satu yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan. Semua ini agar kita memiliki milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-harinya," kata Wamenhan Sakti Wahyu Trenggono, Senin (17/8).
(mdk/gil)