Tanpa transparansi, pelaksanaan UU Desa rentan kasus korupsi
"Pelaksanaan UU Desa harus dipersiapkan matang. Karena ini bicara soal uang pemerintah," kata Agus.
Pemberlakuan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang mengamanatkan pengelolaan dana desa senilai lebih dari Rp 1 miliar per tahun diperkirakan akan rentan kasus korupsi, jika tidak ada transparansi sejak awal. Untuk menghindari permasalahan itu, perlu dilakukan transparansi yang dilakukan dari desa sendiri.
Persoalan itu diungkapkan Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, di sela-sela sosialisasi transparansi transaksi keuangan menjelang pelaksanaan Undang-Undang (UU) Desa bersama pegiat Gerakan Desa Membangun (GDM) di Balai Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (2/10).
"Pelaksanaan UU Desa harus dipersiapkan matang. Karena ini bicara soal uang pemerintah yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah dan akan mengalir ke desa-desa. Kami tidak ingin karena ketidaktahuan perangkat desa, menjadikan mereka terjerat korupsi," katanya.
Agus mengemukakan, dengan anggaran dana minimal Rp 1 miliar per desa, setidaknya ada Rp 72 triliun uang negara yang akan mengalir ke sebanyak 72.000 desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Untuk itu, dia berharap ada gerakan yang bisa dimulai dari masyarakat untuk mengantisipasi kerentanan tersebut.
Menurut dia, transparansi keuangan desa bisa dimulai dengan menggunakan sistem teknologi informasi. Sehingga, masyarakat bisa melihat bentuk transparansi secara langsung dan juga bisa diakses pemerintah kabupaten juga.
"Kalau kita berkaca pada saat ini indeks persepsi korupsi Indonesia adalah 3,2 atau berada pada urutan ke 114. Kondisi ini sebenarnya bisa saja diubah dengan meniru model yang dilakukan negara-negara di Skandinavia," ucapnya.
Ia melanjutkan, pada negara-negara Skandinavia seperti Finlandia, Swedia, Denmark dan negara lainnya indeks persepsi korupsi bisa sembilan. Minimnya korupsi yang dilakukan di negara Skandinavia, dia melanjutkan, bisa dilihat dari proses yang dilakukan negara tersebut dalam memberantas korupsi.
"Yang pertama adalah memberikan gaji dan pensiunan layak kepada aparat negara. Setelah ini dilakukan kemudian beralih pada penegakan hukum yang keras dan tidak pandang bulu. Kemudian paling terkahir dan vital adalah membangun transparansi yang bebas melalui kebebasan pers. Di sana, pers bisa mengusut korupsi walau dilakukan dari dalam istana," ujarnya.