'Tarik UU Tipikor ke KUHP, pemikiran pemerintah jungkir balik'
"Kalau lihat ke belakang sejarah pemberantasan korupsi itu dimulai sejak republik ini lahir," ucap Oce Madril.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada Oce Madril menolak tegas revisi KUHAP dan KUHP terkait pasal yang mengatur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasalnya, di tahun 1960-an Parlemen saat itu mempertimbangkan adanya Undang-Undang khusus untuk mengatur tindak pidana korupsi lantaran kejahatan tersebut sudah merugikan perekonomian negara.
Dalam diskusi bertajuk 'Revisi di Menit Akhir KUHAP dan KUHP' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Oce sedikit memberikan penjelasan adanya undang-undang khusus yang mengatur kejahatan korupsi dari perspektif sejarah.
"Kalau lihat ke belakang sejarah pemberantasan korupsi itu dimulai sejak republik ini lahir," ucap Oce, Sabtu (1/3).
Di tahun 1950-an, lanjut Oce, parlemen tidak mengakomodir perkembangan kejahatan korupsi. "KUHP menyebut itu (kejahatan korupsi) sebagai kejahatan jabatan," tuturnya.
Namun, seiring perkembangan yang ada, di tahun 1960-an, Parlemen mulai memikirkan bahwa sudah sepantasnya kejahatan korupsi diatur dalam Undang-Undang khusus.
"Maka pada waktu itu diskusinya mengeluarkan pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP. Memberikan keleluasaan pengaturan tentang korupsi karena kejahatan ini sangat berkembang luar biasa dan merugikan perekonomian dan keuangan negara," jelas Oce.
Perdebatan terkait hal itu pun terjadi hingga pada akhirnya di tahun 1970-an disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi oleh Parlemen. Selanjutnya, saat reformasi yang terjadi di tahun 1999 dikeluarkanlah Undang-Undang yang lebih progresif terkait penindakan kejahatan korupsi.
"Sampai pada akhirnya di Tahun 2001 dibuat Undang-Undang khusus dengan dilengkapi oleh sebuah lembaga khusus bernama Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), karena Kepolisian dan Kejaksaan saat itu dinilai tidak efektif dalam pemberantasan korupsi, maka kita butuh KPK," ungkap Oce.
Seiring berjalannya zaman KPK pun semakin ganas dalam pemberantasan korupsi maka di Tahun 2014 muncul pemikiran untuk menarik kembali ke KUHP Pasal yang mengatur kejahatan korupsi.
"Kemudian Tahun 2014 ada pemikiran bahwa ini ditarik lagi ke dalam, masukin lagi ke KUHP. Ini cara berpikir jungkir balik menurut saya," terangnya.
"Dulu kiya berpikir ini jadi lex spesialis, perlu penanganan khusus. Sekarang dimasukan lagi dalam satu bab di KUHP kemudian diatur dengan cara biasa, masuk pidana umum. Dan ini jadi problematik secara sejarah," tandas Oce.