Teliti resistensi antibiotik, dosen UNS terima hibah Rp 19 M dari Australia
Alasan penelitian tersebut, Ari menyampaikan, karena salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah resistensi terhadap antibiotik. Resistensi antibiotik ini terjadi, lanjut Ari, karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak semestinya.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ari Natalia Probandari, dalam konsorsium dengan UNSW Sidney, Universitas Gadjah Mada (UGM), London School of Hygiene and Tropical Medicine dan The George Institute for Global Health berhasil memenangkan hibah riset dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia sebesar 1.910.000 AUS Dollar atau senilai Rp 19 miliar.
Bersama temannya dalam satu konsorsium, Ari kemudian membuat proyek penelitian berjudul Improving The Dispensing of Antibiotics by Private Drug Sellers in Indonesia : A Missing Ingredient in The Fight Against Antimicrobial Resistance.
-
Bagaimana antibiotik bekerja untuk mengobati infeksi? Saat sistem imun tidak dapat menangkal bakteri yang masuk dan berkembang biak di dalam tubuh, inilah waktu yang tepat untuk minum antibiotik. Obat tersebut akan bekerja untuk menghancurkan bakteri.
-
Siapa yang menemukan antibiotik? Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 yang membawa perubahan besar pada dunia kesehatan saat itu.
-
Apa saja jenis penyakit yang bisa diobati dengan antibiotik? Beberapa jenis penyakit yang bisa ditangani dengan mengonsumsi antibiotik antara lain infeksi saluran kemih, sinusitis, infeksi telinga dan sepsis.
-
Kenapa antibiotik harus dihabiskan? Bakteri penyebab penyakit tersebut belum tentu hilang sepenuhnya meskipun saat gejala sudah menghilang. Minum antibiotik sampai habis juga bisa mencegah resistensi bakteri atau bakteri yang jadi kebal terhadap obat-obatan tersebut. Jadi, penyakit bisa benar-benar sembuh dan infeksi pun tidak datang kembali.
-
Bagaimana cara mencegah resistensi antimikroba? Gunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter dan ikuti petunjuk penggunaan dengan benar terkait dosis serta durasi pengobatan. Jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya.
-
Kenapa kandungan antibiotik di Sungai Code tinggi? Ia menjelaskan kandungan antibiotic di lingkungan Sungai Code terakumulasi dari banyak sumber mulai dari limbah rumah sakit, limbah kimia, dan limbah peternakan.
"Riset yang saya lakukan ini bertujuan untuk melakukan perbaikan dari tata kelola peredaran obat antibiotik di Indonesia terutama yang berada di apotik atau toko obat swasta yang selama ini diduga masih menjual antibiotik secara bebas," ujar Arie, Selasa (28/8).
Alasan penelitian tersebut, Ari menyampaikan, karena salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah resistensi terhadap antibiotik. Resistensi antibiotik ini terjadi, lanjut Ari, karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau tidak semestinya.
Ari bersama dengan peneliti dari empat perguruan tinggi tersebut mengaku ingin melakukan berbagai tahapan bekerjasama dengan WHO dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Dalam kerjasama tersebut, Ari bersama dengan peneliti dari empat perguruan tinggi ingin memperbaiki tata kelola peredaran antibiotik.
"Riset ini akan berjalan selama tiga tahun atau 36 bulan ke depan. Saat ini mulai tahap persiapan dan pencairan dana untuk masing-masing partner yang dikelola oleh UGM. Dan pada bulan Oktober mendatang, kami berlima akan ketemuan membahas riset ini lebih lanjut," imbuh Ari yang juga sebagai Kepala Prodi S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) UNS.
Ari menambahkan, dalam riset ini nantinya akan melalui tiga fase. Fase pertama yaitu memahami persoalan terkait dengan peredaran antibiotik. Fase kedua yaitu dengan membuat intervensi serta mencoba untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana penggunaan antibiotik yang semestinya. Kemudian didorong agar apotek atau toko obat bisa mematuhi regulasi yang ada. Pihaknya juga merencanakan untuk memberikan akreditasi kepada toko obat atau apotek supaya terdapat standarisasi dalam memberikan pelayanan penjualan obat.
"Fase ketiga yaitu dengan melakukan evaluasi ada dampak nyata atau tidak dengan adanya intervensi serta apakah nantinya ada hambatan dalam pengambilan kebijakan tentang kesehatan di Indonesia," jelasnya.
Ari menambahkan, edukasi terhadap masyarakat terkait dengan bagaimana cara mengkonsumsi antibiotik dan memperbaiki tata kelola peredaran antibiotik ini sangat penting dilakukan. Pasalnya jika terjadi resistensi antibiotik, maka biaya kesehatan akan menjadi lebih tinggi.
Dengan memperoleh hibah riset dari DFAT Australia ini diharapkan bisa memotivasi dosen-dosen lain untuk bersemangat dalam melakukan riset.
"Ini merupakan prestasi pertama kami yang melibatkan konsorsium dari berbagai negara. Tentunya butuh perjuangan keras untuk bisa memenangkan hibah riset ini," katanya.
Untuk menyusun proposal tersebut, Ari bersama rekannya dari empat negara butuh waktu selama lima bulan. Kemudian akhir 2017 kemarin proposal dikirim dan baru Juli 2018 ini pengumuman bahwa proposal berhak untuk mendapatkan dana hibah.
"Semoga bisa menginspirasi dosen-dosen lain. Kami berharap melalui riset ini nantinya bisa memberikan masukan kepada Kemenkes tentang tata kelola peredaran antibiotik terutama yang selama ini dijual di apotek atau toko obat swasta," pungkasnya.
Baca juga:
Penelitian: Tidur 20 menit lebih lama bisa bikin badan cepat kurus
Benarkah cium baju kotor pasangan bisa redakan stres?
Prediksi kondisi Bumi di masa depan
Kenapa perempuan paling hobi menggosipkan sesamanya? Ini kata peneliti
5 Penemuan misterius yang berasal dari ribuan tahun lalu
Surtsey, salah satu pulau termuda di dunia yang terlarang untuk didatangi manusia