Waspada! Ini Kesalahan yang Sering Dilakukan Orangtua saat Memberikan Antibiotik pada Anak
Kesalahan yang perlu diwaspadai orangtua saat memberikan antibiotik pada anak.
Penggunaan antibiotik pada anak sering menjadi dilema bagi banyak orang tua. Meski antibiotik memiliki peran penting dalam mengatasi infeksi bakteri, pemahaman yang keliru justru dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan anak.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui kapan antibiotik benar-benar diperlukan serta bagaimana cara menggunakannya dengan tepat. Berikut beberapa kesalahan umum terkait pemberian antibiotik pada anak yang perlu dihindari, disertai panduan untuk memanfaatkannya secara bijak.
-
Kenapa konsumsi antibiotik yang tidak bijak berbahaya? Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menjadi penyebab utama munculnya bakteri kebal yang sulit diatasi, sehingga memperburuk kondisi kesehatan pasien.
-
Obat apa yang bisa bahaya buat anak? Sejumlah obat-obatan bisa jadi sangat berbahaya bahkan mungkin mematikan ketika dikonsumsi oleh anak atau bayi.
-
Kenapa anak bahaya minum obat dewasa? Anak-anak memiliki sistem pencernaan, metabolisme, dan fungsi hati yang belum sepenuhnya berkembang, sehingga mereka mungkin tidak dapat memetabolisme obat dengan efisiensi yang sama seperti orang dewasa.
-
Gimana cara ngasih obat cacing ke anak? Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia tentang Penanggulangan Cacingan, pemberian obat cacing dapat dilakukan setiap 6 bulan atau 1 tahun sekali untuk membantu mencegah anak dari cacingan.
-
Bagaimana cara kerja antibiotik? Secara umum, antibiotik bekerja dengan 2 cara yaitu menghentikan pertumbuhan dan membunuh bakteri.
-
Kapan antibiotik diberikan? Obat ini diberikan untuk pencegahan infeksi bakteri atau profilaksis. Antibiotik biasanya diberikan buat pasien yang berisiko tinggi atau sedang mengalami infeksi.
Kesalahan Umum dalam Penggunaan Antibiotik
1. Meminta Antibiotik Tanpa Diagnosis yang Jelas
Salah satu kesalahan terbesar yang sering dilakukan orang tua adalah meminta antibiotik tanpa memastikan diagnosis terlebih dahulu.
"Baru masuk ruang praktik dokter lalu sudah minta diresepkan antibiotik. Itu banyak," ujar Profesor Edi Hartoyo, dokter spesialis anak konsultan, seperti dikutip dari Health Liputan6.com.
Ia menegaskan, antibiotik hanya digunakan untuk infeksi akibat bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh virus atau parasit tidak membutuhkan antibiotik. “Sebelum dokter memutuskan anak tersebut butuh antibiotik atau enggak, itu sudah meminta duluan,” tambahnya.
2. Terpengaruh Informasi yang Salah
Banyak orang tua terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat, baik dari media, pengalaman pribadi, maupun cerita orang lain. Contohnya, ada anggapan bahwa infeksi seperti pneumonia hanya dapat diobati dengan antibiotik tertentu. Kesalahpahaman semacam ini berisiko mengarahkan orang tua pada penggunaan obat yang tidak tepat.
3. Tidak Mengikuti Dosis dan Jadwal yang Ditetapkan
Masalah lain yang sering terjadi adalah orang tua tidak mematuhi jadwal dan dosis pemberian antibiotik yang diresepkan dokter.
“Ada antibiotik yang diresepkan tiga kali sehari tapi hanya diberikan satu sampai dua kali karena anak menolak. Ya, hal itu kan mengurangi manfaat obat,” jelas Edi.
Ketidaktepatan pemberian dosis tidak hanya mengurangi efektivitas pengobatan, tetapi juga berpotensi menyebabkan resistensi bakteri.
Hal yang Harus Dilakukan Saat Mendapat Resep Antibiotik
Jika dokter memberikan resep antibiotik, biasanya hal ini didasarkan pada pertimbangan medis yang matang. Orang tua disarankan untuk berdiskusi dengan dokter mengenai alasan pemberian antibiotik, jenis obat, dosis, hingga cara pemakaiannya.
“Orangtua perlu dijelaskan tentang antibiotik jenis apa yang didapat, berapa banyak, bagaimana cara pemberian, karena ada ya antibiotik yang dikonsumsi dalam perut kosong tapi ada juga yang harus sesudah makan,” tutur Edi.
Diskusi dengan dokter juga membantu orang tua memahami kondisi anak dengan lebih baik dan menghindari kesalahan penggunaan antibiotik.
Mengapa Harus Bijak dalam Menggunakan Antibiotik?
Penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat menimbulkan resistensi antimikroba. Ini adalah kondisi ketika antibiotik tidak lagi efektif dalam membunuh bakteri penyebab infeksi.
Edi, yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, menekankan dua hal penting dalam penggunaan antibiotik:
- Antibiotik diperlukan untuk infeksi bakteri
"Kalau virus itu tidak perlu antibiotik, parasit tidak perlu juga," tegasnya.
2. Perhatikan dosis, interval, durasi pemberian, dan evaluasi
Jangan menyimpan stok antibiotik tanpa resep dokter. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan 86,1 persen masyarakat Indonesia menyimpan antibiotik di rumah tanpa resep. Kebiasaan ini sangat berbahaya.
Imbauan dari Menteri Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengingatkan bahaya penggunaan antibiotik yang tidak bijak. Ia menyoroti penelitian yang menunjukkan pencemaran antibiotik di lingkungan yang tidak semestinya, yang dapat memicu resistensi bakteri.
"Ini yang harus hati-hati, tubuh manusia jangan sampai resistan terhadap patogen atau kuman tertentu karena (diakibatkan) pemberian antibiotik yang salah," kata Budi.
Ia menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya silent pandemic, salah satunya yang disebabkan oleh resistansi antimikroba.
Antibiotik adalah obat yang sangat berguna jika digunakan dengan benar. Namun, penggunaannya yang sembarangan dapat membawa risiko besar, termasuk resistensi bakteri. Oleh karena itu, orang tua harus selalu berdiskusi dengan dokter sebelum memberikan antibiotik kepada anak dan memastikan untuk mengikuti dosis serta jadwal pemberian yang telah ditetapkan. Dengan pemahaman yang tepat, risiko kesalahan dapat diminimalkan, dan kesehatan anak pun terjaga.