Konsumsi Antibiotik Tanpa Resep Jadi Penyebab Kematian Jutaan Orang di Dunia
Konsumsi antibiotik tanpa resep dari dokter bisa berujung bahaya dan bahkan kematian.
Konsumsi antibiotik tanpa resep dokter kini menjadi ancaman serius bagi kesehatan global. Resistensi antimikroba (AMR), yang terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit menjadi kebal terhadap pengobatan antimikroba, telah menyebabkan kematian jutaan orang di seluruh dunia. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan bahwa resistensi antimikroba telah merenggut nyawa 1,27 juta orang, dan jumlah ini terus bertambah seiring waktu.
Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama karena penyebab utama resistensi antimikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional, termasuk konsumsi tanpa resep dokter. Dante menjelaskan bahwa saat ini, 70 persen antibiotik dapat diperoleh tanpa resep.
-
Kenapa konsumsi antibiotik yang tidak bijak berbahaya? Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menjadi penyebab utama munculnya bakteri kebal yang sulit diatasi, sehingga memperburuk kondisi kesehatan pasien.
-
Antibiotik apa yang paling sering resisten di Indonesia? Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS, mengungkapkan bahwa berdasarkan data dari rumah sakit sentinel di Indonesia, resistensi terhadap antibiotik terus meningkat. Khususnya pada dua jenis bakteri berbahaya, yaitu Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.
-
Apa yang terjadi ketika bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik? Ketika bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik, tubuh tidak dapat lagi melawan infeksi dengan cara yang sama. Ini menyebabkan bakteri berkembang biak, menyebar, dan berpotensi menjadi lebih berbahaya.
-
Kapan resistensi antibiotik bisa terjadi? 'Pada dasarnya, resistensi antibiotik bisa terjadi dengan sangat cepat, bahkan dalam hitungan beberapa hari,' kata Mark Blaskovich, seorang ahli kimia medis dan salah satu pendiri Centre for Superbug Solutions di University of Queensland, Australia dilansir dari Live Science.
-
Kenapa bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik? Blaskovich menjelaskan bahwa proses evolusi ini terjadi karena adanya 'tekanan seleksi' — yaitu, ketika bakteri menghadapi antibiotik yang mematikan mereka, hanya bakteri yang dapat bermutasi untuk bertahan yang akan bertahan hidup dan berkembang biak.
-
Bagaimana cara mengurangi resistensi antibiotik? Terapkan kebiasaan higienis seperti mencuci tangan secara teratur dan lakukan vaksinasi untuk mengurangi risiko infeksi yang bisa membutuhkan antibiotik.
"Sekarang ternyata 70 persen antibiotik itu bisa didapatkan tanpa resep. Jadi orang beli di apotek terus dikasih sama apotekernya, disimpan di rumah tanpa penggunaan yang tepat. Kalau panas (demam) langsung minum antibiotik padahal panasnya itu bukan melulu disebabkan oleh mikroba, oleh bakteri,” ujar Dante usai pembukaan diskusi Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba Sektor Kesehatan.
Praktik ini sangat berbahaya karena tidak semua demam disebabkan oleh infeksi bakteri yang memerlukan antibiotik. Sebagian besar kasus demam disebabkan oleh virus, dan penggunaan antibiotik dalam kasus ini tidak hanya tidak efektif, tetapi juga berpotensi memperburuk masalah resistensi antimikroba. Jika tren ini tidak segera dihentikan, diperkirakan pada tahun 2050, jumlah kematian akibat AMR dapat meningkat menjadi 10 juta orang per tahun.
"Kalau kita diamkan, maka nanti 2050 angka kematiannya di seluruh dunia jadi 10 juta orang. Makanya kita harus bergerak supaya penggunaan antibiotik ini lebih rasional,” tegas Dante.
Pentingnya penggunaan antibiotik yang rasional tidak hanya berdampak pada kesehatan individu, tetapi juga pada efisiensi pembiayaan kesehatan. Dante mencatat bahwa upaya untuk mendorong penggunaan antibiotik yang tepat dapat menghemat hingga 30 persen biaya kesehatan.
"Bayangkan 30 persen bisa dihemat. Kita sudah punya dua project rumah sakit yang melakukan penggunaan antibiotik secara rasional dan kita evaluasi, ternyata benar angka budget-nya turun 30 persen," paparnya.
Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol juga terjadi di sektor pertanian dan peternakan, yang menambah kompleksitas masalah AMR.
"Penggunaan antibiotik ini tidak melulu untuk medis, ternyata pertanian dan peternakan juga menggunakan antibiotik. Jadi konsep One Health, kalau semua ternak diberi antibiotik maka kuman yang ada sudah resisten, sudah kebal,” jelas Dante. Kondisi ini memperparah situasi karena kuman yang resisten tersebut dapat berpindah ke manusia dan menjadi sulit diobati dengan antibiotik yang ada.
Lalu, bagaimana cara yang tepat untuk menggunakan antibiotik? Dante menekankan bahwa antibiotik harus digunakan berdasarkan rekomendasi dokter dan hanya ketika terbukti bahwa penyebab infeksi adalah bakteri.
"Penggunaan antibiotik yang sehat dan benar adalah berdasarkan rekomendasi dokter dan terbukti bahwa penyebabnya atau penyakitnya adalah infeksi bakteri. Jadi kalau demam, belum tentu infeksinya adalah infeksi bakteri. Penyebab demam umumnya adalah infeksi virus dan virus itu tidak mempan dengan antibiotik," tambahnya.
Terkait dengan regulasi, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi peredaran antibiotik tanpa resep. Dante menegaskan bahwa edukasi kepada masyarakat dan penegakan regulasi ini sangat penting.
“Kita sudah melakukan edukasi, sudah ada regulasinya bahwa antibiotik itu obat yang tidak boleh diberikan tanpa resep. Nah ini dalam praktik sehari-hari tuh masih ada yang beli tanpa resep,” katanya.
Dalam kunjungannya ke Lombok, Dante menekankan peran apoteker sebagai garda terakhir dalam pengendalian distribusi antibiotik yang seharusnya tidak diberikan tanpa resep dokter.