Ketahui Penyebaran Tuberkulosis Hingga Faktor yang Membuatnya Berisiko Terjadi di Indonesia
Tuberkulosis merupakan tantangan yang masih dihadapi oleh Indonesia hingga saat ini.
Tuberkulosis (TB) masih menjadi ancaman kesehatan serius di Indonesia, meskipun telah ada kemajuan dalam upaya pengendaliannya. Salah satu tantangan utama dalam menangani TB adalah munculnya jenis yang resisten terhadap obat-obatan (MDR-TB), yang memperumit pengobatan dan meningkatkan risiko penularan lebih lanjut.
Ahli kesehatan global, Dicky Budiman, menegaskan bahwa TB merupakan prioritas utama dalam agenda kesehatan nasional Indonesia.
-
Bagaimana tuberkulosis menular? Penularan penyakit ini pun bisa menyebar melalui udara.
-
Apa bahaya penyakit TBC? TBC dianggap penyakit serius karena dapat menular serta berbahaya. Bahkan satu penderita TBC mampu menulari hingga 15 orang di sekitarnya yang harus diwaspadai.
-
Apa yang menyebabkan penularan TBC? TBC adalah penyakit infeksi oleh kuman mikroorganisme atau mikrobakterium tuberkolosis, yang umumnya menular melalui droplet atau percikan.
-
Bagaimana penularan TBC? TBC ditularkan melalui udara, yang berarti Anda dapat terinfeksi M. tuberculosis setelah menghirup udara yang dihembuskan oleh penderita TBC. Penularannya bisa dari: • batuk • bersin • tertawa • menyanyi
-
Kenapa penderita TBC di Cianjur meningkat? Berdasarkan catatannya, kasus TBC di Kabupaten Cianjur pada 2021 sebanyak 4.643, lalu di 2022 menjadi 7.107 dan di 2023 per Januari sampai Juli terdapat 3.403 kasus.
-
Bagaimana TB menyebar? Penyakit ini terutama menyerang paru-paru dan ditularkan melalui udara oleh tetesan kecil yang dilepaskan ketika seseorang yang terinfeksi berbicara, bersin, atau bernapas.
"Indonesia terus menghadapi lonjakan kasus TB setiap tahunnya, menjadikannya salah satu tantangan kesehatan terbesar di negara ini," ungkapnya. Pada semester pertama 2024, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaporkan 30.000 kasus TB baru, menggambarkan betapa seriusnya beban penyakit ini bagi masyarakat Indonesia.
Penyebaran TB
Sejarah Penyebaran TB di Indonesia
Penyakit TB pertama kali tercatat di Indonesia pada masa kolonial, dan kala itu dikenal sebagai penyakit yang sangat mematikan, terutama di kalangan masyarakat miskin dan padat penduduk. Sejak era kemerdekaan, pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah serius untuk mengatasi TB dengan membentuk Program Nasional Pengendalian TB (NTP). Program ini bertujuan meningkatkan deteksi dini, menyediakan pengobatan yang tepat, serta melakukan edukasi masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit ini.
Melalui program NTP, Indonesia telah berhasil meningkatkan akses terhadap skrining dan pengobatan TB, namun tantangan baru seperti resistensi obat membuat pengendalian TB menjadi semakin kompleks.
Penyebaran TB di Dunia, ASEAN, dan Indonesia
Secara global, TB tetap menjadi salah satu penyakit menular paling mematikan. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2021, TB menginfeksi sekitar 10,6 juta orang dan menyebabkan hampir 1,6 juta kematian di seluruh dunia. Di ASEAN, Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara dengan kasus TB terbanyak, mengalahkan negara-negara tetangga lainnya. Sejak 2022, Indonesia bersama India menjadi negara dengan beban kasus tertinggi di dunia.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan melaporkan lebih dari satu juta kasus TB setiap tahunnya, dengan mayoritas kasus terjadi pada kelompok usia produktif. Selain itu, angka resistensi terhadap obat juga terus meningkat, memperumit upaya pengobatan dan pencegahan.
"Meningkatnya angka resistensi obat (MDR-TB) di Indonesia menjadi salah satu tantangan terbesar dalam mengendalikan penyakit ini," jelas Dicky Budiman.
Cara Penularan TB
TB menular melalui udara, terutama ketika seseorang menghirup droplet kecil yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis. Droplet ini dilepaskan saat pasien batuk, bersin, atau berbicara. Orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS, diabetes, atau malnutrisi, memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular TB.
Penularan TB juga lebih sering terjadi di tempat-tempat umum dengan ventilasi yang buruk, seperti rumah sakit, puskesmas, dan sarana transportasi umum yang padat. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan di tempat-tempat tersebut untuk mengendalikan penyebaran penyakit.
Faktor Risiko TB di Indonesia
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kasus TB di Indonesia antara lain kepadatan penduduk di kota-kota besar, seperti Jakarta, yang memudahkan penyebaran bakteri. Stigma sosial juga menjadi hambatan, di mana banyak pasien TB yang enggan mencari pengobatan karena takut dikucilkan oleh masyarakat. Selain itu, pandemi COVID-19 juga menyebabkan gangguan pada layanan kesehatan, termasuk program deteksi dan pengobatan TB.
"Kemiskinan juga merupakan faktor utama yang mempersulit pengendalian TB, terutama di daerah-daerah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas," tambah Dicky Budiman.
Pengobatan dan Pencegahan TB
Pengobatan TB melibatkan konsumsi antibiotik selama enam hingga sembilan bulan. Sangat penting bagi pasien untuk menyelesaikan pengobatan hingga tuntas agar tidak terjadi resistensi obat. Kasus TB yang tidak diobati dengan baik dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti MDR-TB, yang membutuhkan pengobatan lebih lama dan lebih rumit.
Pencegahan TB dapat dilakukan dengan vaksinasi Bacillus Calmette-Guérin (BCG) untuk anak-anak, skrining rutin untuk kelompok berisiko tinggi, serta edukasi tentang etika batuk dan kebersihan pernapasan. Dengan pendekatan yang komprehensif, TB dapat dicegah dan dikendalikan untuk mengurangi angka infeksi dan kematian di Indonesia.