Kenali Dampak Resistensi Antimikroba pada Pasien dan Cara Bijak Konsumsi Antibiotik untuk Mencegahnya
Dampak resistensi antimikroba akibat konsumsi antibiotik berlebihan masih belum disadari banyak orang.
Resistensi antimikroba (AMR) menjadi salah satu tantangan terbesar dalam dunia kesehatan saat ini. Penggunaan antibiotik yang tidak bijak menjadi penyebab utama munculnya bakteri kebal yang sulit diatasi, sehingga memperburuk kondisi kesehatan pasien. Dampak dari resistensi ini tidak hanya dirasakan oleh individu yang terinfeksi, tetapi juga membebani sistem kesehatan secara keseluruhan. Tanpa upaya pencegahan yang tepat, resistensi mikroba dapat terus menyebar, meningkatkan risiko kematian dan memperpanjang masa perawatan pasien.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS, mengungkapkan bahwa berdasarkan data dari rumah sakit sentinel di Indonesia, resistensi terhadap antibiotik terus meningkat. Khususnya pada dua jenis bakteri berbahaya, yaitu Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.
-
Bagaimana antibiotik melawan infeksi bakteri? Obat ini berfungsi dengan dua cara: menghentikan pertumbuhan bakteri atau langsung membunuh bakteri tersebut.
-
Siapa yang menjelaskan tentang resistensi antibiotik? Menurut dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), salah satu penyebab kondisi ini adalah penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan petunjuk.
-
Kenapa bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik? Blaskovich menjelaskan bahwa proses evolusi ini terjadi karena adanya 'tekanan seleksi' — yaitu, ketika bakteri menghadapi antibiotik yang mematikan mereka, hanya bakteri yang dapat bermutasi untuk bertahan yang akan bertahan hidup dan berkembang biak.
-
Kapan resistensi antibiotik bisa terjadi? 'Pada dasarnya, resistensi antibiotik bisa terjadi dengan sangat cepat, bahkan dalam hitungan beberapa hari,' kata Mark Blaskovich, seorang ahli kimia medis dan salah satu pendiri Centre for Superbug Solutions di University of Queensland, Australia dilansir dari Live Science.
-
Apa yang terjadi ketika bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik? Ketika bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik, tubuh tidak dapat lagi melawan infeksi dengan cara yang sama. Ini menyebabkan bakteri berkembang biak, menyebar, dan berpotensi menjadi lebih berbahaya.
-
Bagaimana cara kerja antibiotik? Secara umum, antibiotik bekerja dengan 2 cara yaitu menghentikan pertumbuhan dan membunuh bakteri.
"Data AMR di Indonesia secara khusus didapatkan dari data yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, di mana hasil pengukuran Extended-spectrum Beta-Lactamase (ESBL) tahun 2022 pada 20 rumah sakit sentinel site sebesar 68%," ungkap Azhar dilansir dari Kemenkes.
Pada tahun 2023, angka resistensi ini meningkat menjadi 70,75% dari target ESBL tahun 2024 yang sebesar 52%. Fakta ini menunjukkan peningkatan resistensi antimikroba yang cukup signifikan.
Kedua bakteri tersebut berpotensi menyebabkan kematian dan menyerang berbagai organ vital dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, penanganan resistensi antimikroba perlu segera dilakukan dengan serius. Pada akhir 2024, Kemenkes berencana melakukan pengukuran pada 56 rumah sakit di seluruh Indonesia untuk memetakan kondisi resistensi mikroba secara lebih luas.
Dampak Serius AMR pada Pasien
Dampak resistensi mikroba tidak bisa dianggap remeh. Merawat pasien yang terinfeksi bakteri yang sudah kebal antibiotik memerlukan upaya ekstra, serta meningkatkan kompleksitas perawatan. Menurut Dr. Azhar Jaya, terdapat lima faktor utama yang membuat pengobatan pasien dengan infeksi AMR menjadi sangat sulit.
Pertama, keterbatasan pilihan obat. Antibiotik yang efektif untuk mengatasi infeksi AMR mungkin tidak tersedia, atau harganya sangat mahal. Kedua, lambatnya penegakan diagnosis akibat memerlukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan bakteri, yang memakan waktu cukup lama. Hal ini memperlambat perawatan yang tepat.
Ketiga, efek samping dari pengobatan AMR sering kali berat dan menimbulkan risiko toksisitas. Keempat, infeksi AMR dapat menyebar dengan cepat, terutama di lingkungan rumah sakit, sehingga memerlukan pengendalian yang ketat. Terakhir, biaya perawatan yang sangat tinggi. "Perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama, sehingga pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan," lanjut Azhar.
Pentingnya Bijak Mengonsumsi Antibiotik
Melihat dampak serius dari resistensi antimikroba, sangat penting bagi masyarakat untuk bijak dalam menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai resep dokter atau pemberhentian penggunaan antibiotik sebelum selesai sesuai instruksi, menjadi faktor utama yang memperburuk situasi.
Dirjen Pelayanan Kesehatan, Azhar Jaya, menekankan beberapa imbauan kepada masyarakat terkait penggunaan antibiotik yang benar:
- Gunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter dan ikuti petunjuk penggunaan dengan benar terkait dosis serta durasi pengobatan.
- Jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya.
- Tanyakan kepada dokter alasan penggunaan antibiotik, terutama jika diberikan untuk infeksi ringan, serta pertimbangkan alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.
- Jika memiliki hewan peliharaan, pastikan penggunaan antibiotik juga dilakukan dengan bijaksana, sebab resistensi bisa terjadi pada manusia dan hewan.
- Terapkan kebiasaan higienis seperti mencuci tangan secara teratur dan lakukan vaksinasi untuk mengurangi risiko infeksi yang bisa membutuhkan antibiotik.
- Diskusikan dengan tenaga medis mengenai penggunaan antibiotik dan risiko serta manfaatnya agar keputusan perawatan yang diambil lebih tepat.
Langkah Strategis dalam Mengatasi AMR
Indonesia telah menetapkan Strategi Nasional Antimicrobial Resistance (Stranas AMR) 2025-2029 yang mengatur kampanye penggunaan antibiotik bijak. Kampanye ini ditujukan tidak hanya kepada masyarakat, tetapi juga kepada tenaga medis melalui peningkatan kompetensi dokter dalam menangani penyakit infeksi serta kepatuhan terhadap standar pelayanan dan panduan praktik klinis di fasilitas kesehatan.
Selain itu, pengawasan pemberian antibiotik akan dilakukan melalui Rekam Medis Elektronik (RME), yang mewajibkan dokter melaporkan penggunaan antibiotik golongan cadangan (reserve antibiotics) pada pasien. Pengawasan ini bertujuan untuk memastikan bahwa antibiotik hanya diberikan saat sangat diperlukan dan sesuai dengan standar.
Azhar Jaya menutup dengan menegaskan bahwa "Tenaga kesehatan selain dokter, tidak diperkenankan memberikan resep, kecuali mendapatkan kewenangan tambahan dari Menteri atau peraturan perundang-undangan."